SOROT 192

Om Liem dan Ekonomi Indomie

Liem Sioe Liong
Sumber :
  • TEMPO/Ronald Agusta

VIVAnews – Kalau ada warisan taipan Liem Sioe Liong paling populer di Indonesia, pastilah itu mie instan. Lewat PT Indofood Sukses Makmur, Liem akan tetap dikenang karena Indomie. Mie kering itu begitu tenar, dan dicintai dari pelosok udik hingga di gedung pencakar langit megapolitan.

Agar Mbappe Kembali Percaya Diri, Real Madrid Minta Bantuan Zidane

Dia juga bukan sekadar makan selingan. “Indomie nyaris menjadi makanan pokok kedua di Indonesia,” ujar Akbar Tandjung, tokoh Golkar yang kenal akrab Liem Sioe Liong. Taipan besar zaman Orde Baru itu, mangkat Ahad, 10 Juni 2012 di Singapura. Liem meninggalkan kerajaan besar bisnisnya, yang dibangun dari nol, dan mendapat angin ketika awal rezim Soeharto berkuasa.

Sejak diperkenalkan pada 1982, Indomie menjadi andalan. Apalagi, bendera usaha Salim Grup, nama kelompok usaha Liem,  sukses berbisnis penggilingan dan distribusi tepung terigu melalui PT Bogasari Flour Mills.

Penyebab Kebakaran Asrama Putri Pondok Pesantren Babul Maghfirah Aceh Diduga Arus Pendek Listrik

Awalnya, banyak yang tak percaya mie kering itu bisa laris. Kini setelah tiga dekade, setiap tahun PT Indofood Sukses Makmur memproduksi 11 miliar bungkus Indomie, dari total 15,7 miliar mie instan di Indonesia. Sisanya merek lokal lain. Dari 15,7 miliar itu, 880 juta bungkus diekspor. Dan, Grup Salim adalah produsen mie instan terbesar di dunia.

Indomie tak hanya ada di Asia, tapi juga terbang jauh ribuan kilometer ke Eropa, Timur Tengah, Afrika hingga benua Amerika. Di negara-negara Afrika dan Timur Tengah, seperti Sudan dan Lebanon malah hampir ada di tiap toko ritel dan supermarket. Di Amerika Serikat, Indomie jadi salah satu hadiah Natal favorit paling murah.

Banyak Gol yang Dicetak ke Gawang Lawan Bikin Arsenal Menikmati Permainan

Persaingan pun ketat. Indomie, misalnya, pernah ditiup isu miring. Pada awal Oktober 2010, Taiwan melarang Indomie dijual di negeri mereka. Sebab, mie buatan Indonesia itu dituding mengandung dua bahan pengawet terlarang, metil p-hidroksibenzoat dan asam benzoat. 

Dua unsur itu hanya boleh untuk membuat kosmetik. Akibatnya, semua  produk mie instan "Indomie" ditarik dari pasaran Taiwan. Selain di Taiwan, dua jaringan supermarket terkemuka di Hong Kong, untuk sementara waktu juga  tidak menjual mie instan Indomie. Pihak Indofood membantah keras tudingan itu. Ditegaskan, produk mereka telah memenuhi syarat dari Depeartemen Kesehatan Taiwan.

Isu itu sepertinya tak berhasil menurunkan popularitas Indomie. Dengan pasar merambah 80 negara, gemerincing rupiah kian nyaring. Per 31 Desember 2011, penjualan bersih konsolidasi Indofood sebesar Rp45,33 triliun, tumbuh 18,04 persen dibandingkan tahun sebelumnya Rp38,4 triliun.

Laba bersih perusahaan itu malah meningkat, sebesar Rp4,89 triliun dari sebelumnya Rp3,93 triliun. Data BEI, menyebutkan nilai kapitalisasi pasar Indofood Sukses Makmur mencapai Rp41,2 triliun. Tentu, Indomie lalu menjadi ladang terbesar pendapatan Indofood. Kontribusinya hampir 70 persen dari semua produk Indofood.

Sumber uang
Meskipun begitu, Indomie hanyalah bagian kecil dari kerajaan bisnis Liem.

Tapi Liem tampaknya juga mencintai bisnis makanan ini. Pada 1998, ketika terjadi krisis ekonomi, Bank Central Asia (BCA) miliknya sempat limbung karena aksi “rush”. Salim Grup juga terseret kasus dana talangan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia. Akibatnya, Liem harus melepas Indocement, Indomobil, BCA, dan sejumlah perusahaan lain agar hutangnya lunas.

Meski dia sangat sayang pada BCA, dia justru mempertahankan Bogasari dan PT Indofood Sukses Makmur Tbk, perusahaan yang hanya membuat tepung terigu dan Indomie.

Direktur Indofood Sukses Makmur yang juga menantu Liem, Franciscus Welirang, mengatakan alasan Oom Liem --sapaan akrab Liem Sioe Liong-- mempertahankan Indofood. Menurut dia ini semua pilihan: perbankan atau industri barang konsumsi. "Dan industri (barang konsumsi) lebih bervariatif," kata Franky.

Indofood saat ini adalah grup besar yang menguasai bahan pangan dari hulu hingga hilir. Urusan hulu, grup ini memiliki PT Salim Ivomas Pratama Tbk dan PT PP London Sumatra Indonesia Tbk. Keduanya memiliki perkebunan sawit, pengolahan minyak sawit mentah (CPO), hingga pengolahan minyak jadi dengan merek Bimoli dan Simas.

Kedua perusahaan yang tercatat di Bursa Efek Indonesia ini adalah anak perusahaan Indofood Agri Resources Ltd, yang berbasis di Singapura.
Grup Indofood juga punya Bogasari, perusahaan penggilingan gandum terintegrasi terbesar di dunia. Memiliki pabrik di Jakarta dan Surabaya, perusahaan ini didukung lima kapal besar tipe panamax dan handymax untuk mengangkut gandum dan mendistribusikan terigu. Bogasari juga memiliki pabrik kantong terigu.

Untuk industri pangan hilir, Indofood memiliki PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk yang bergerak memproduksi mi instan, bumbu-bumbu, susu, makanan ringan, makanan bayi. Untuk urusan kemasan dan distribusi, Indofood memiliki perusahaan yang menanganinya.

Benarkah Indofood mesin uang keluarga Liem? Franky Welirang buka suara. "Tidak benar seratus persen, itu kan perusahaan publik," katanya. Memang benar, keluarga Salim hanya mengendalikan 50,1 persen melalui First Pacific Holdings. Sisanya dimiliki publik.

Franky juga tak begitu senang Indofood disebut mesin uang. Menurutnya, semua demi kontribusi terhadap perekonomian bangsa. "Termasuk bagaimana memberikan lapangan kerja," katanya. "Usaha itu aktivitas, uang itu hasil."

Dan, uang bagi keluarga Salim, datang dari berbagai penjuru. Tak cuma di Indonesia, induk perusahaannya, First Pacific Company, berada di Hong Kong. Bisnisnya menggurita di Filipina. Dengan bendera Metro Pacific Investments Corporation, Philippine Long Distance Telephone Company, dan Philex Mining Corporation, keluarga Salim menguasai jalan tol, distribusi air minum, rumah sakit, listrik, telekomunikasi, dan pertambangan.

Ketika Liem Sioe Liong meninggal, yang tersaksikan perusahaannya bertahan dan kian maju. Pada akhir 2011, misalnya, aset First Pacific Company tercatat US$7,88 miliar. Jumlah itu membengkak dibandingkan 2003, yang hanya US$1,29 miliar.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya