- rim.com
VIVAnews - Siang yang cerlang, hari begitu benderang di kantor Anton, 28. Staf TI di sebuah perusahaan yang berlokasi di bilangan Sudirman Jakarta Selatan, itu sigap meraih ponsel BlackBerry Storm-nya yang tergolek di meja kubikalnya.
Jarinya lincah mengetuk-ngetuk tombol QWERTY virtual di layar, memunculkan tulisan ‘RedTube’ di kolom alamat internet di browser bawaan. Sayang, simbol sinyal di pojok kanan atas tak terisi penuh. Cuma ada tulisan ‘EDGE’ di perangkat 3,5 G HSDPA itu. Tak sabar menunggu situs terunggah penuh, Anton mencoba alternatif lain.
Kali ini ia ketikkan ‘Fleshbot’. Berhasil, di layar selebar 3,25 inci itu muncul kolom-kolom judul artikel tanpa foto yang berjajar ke bawah (threaded). Setelah salah satu kolom artikel diceklik, barulah muncul gambar-gambar tubuh wanita tanpa busana dalam berbagai pose. “Waaaw”. Mata Anton berbinar.
Dengan layar ukuran penuh tanpa terganggu tombol QWERTY fisik, Storm memang merupakan salah satu dari sedikit model BlackBerry yang menawarkan kepuasan lebih, dalam menikmati gambar dan video--termasuk konten-konten dewasa--di perangkat BlackBerry.
Namun, kesenangan pribadi Anton ini, sepertinya akan mengalami kendala serius di pekan-pekan mendatang. Sebab, ancaman keras dilontarkan oleh pemerintah Indonesia kepada Research in Motion (RIM), pembuat perangkat dan layanan BlackBerry asal Kanada.
“Kami meminta RIM agar menghormati dan mematuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia,” kata Tifatul kepada VIVAnews.com, Minggu, 9 Januari 2011. Semestinya, kata Tifatul, sama seperti penyedia layanan internet lainnya, RIM juga harus memblokir situs-situs porno agar tak dapat diakses oleh pelanggan di Indonesia.
Menkominfo yang pernah menjabat sebagai Presiden Partai Keadilan Sejahtera itu menyediakan waktu dua minggu bagi RIM, tepatnya tanggal 21 Januari 2011 untuk memulai pemblokiran. Bila tidak, layanan BlackBerry yang justru akan diblokir pemerintah.
Sontak saja, ancaman ini langsung membangkitkan gelombang kecemasan bagi sekitar 2,5 juta pelanggan BlackBerry di Indonesia. Mereka ramai-ramai mengritik ultimatum Pak Menteri. Sebab, tak semua punya kegemaran seperti Anton. Selama ini, di antara mereka malah ada yang sama sekali tidak tahu bahwa mereka bisa mengakses konten mesum dari ponsel kesayangan mereka itu.
Namun, pemerintah tak kalah keras. Lewat akun mikroblog Twitternya, Menteri Tifatul yang gemar berpantun itu mengeluarkan rangkaian tweet bernada serius. “Kita bukan sedang bernegosiasi, kalau RIM tdk mematuhi peraturan dan UU RI, enough is enough!!!” kata Tifatul.
Tapi, di balik alasan konten porno, pemerintah juga punya tuntutan yang lebih besar.
Lewat tweet-nya pada 9 Januari 2011, Tifatul membeberkan beberapa tuntutan, yang beberapa di antaranya, sebenarnya telah dipenuhi oleh RIM. “Sejauh ini RIM terkesan mengulur-ulur waktu untuk menjalankan komitmen mereka. Apa kita sebagai bangsa mau diperlakukan seperti itu?”
Tuntutan itu lengkapnya adalah agar RIM mematuhi perundangan (UU Telekomunikasi No 36/ 1999, UU Informasi dan Transaksi Elektronik No 11/2008, dan UU Pornografi No 44/2008), membuka perwakilan dan service center di Indonesia, merekrut dan menyerap tenaga kerja secara proporsional, menggunakan konten dan software lokal Indonesia, memasang software blokir situs porno, membangun server/ repeater di Indonesia sehingga terbuka akses bagi keperluan penyadapan terhadap aksi kejahatandi jaringannya.
Bahkan belakangan, maksud Menkominfo kemudian diperjelas dengan tweet-tweet berikutnya.
"Salahkah kita meminta "JATAH" buat NKRI spt (seperti - red) Tenaga Kerja, konten lokal, hormati dan patuhi ketentuan Hukum dan UU di RI yang berdaulat ini?" kata Tifatul melalui tweet di Twitter.
Menurut Tifatul, data-data yang ia dapatkan menunjukkan, dari layanan BlackBerry yang memiliki sekitar 2,5 juta pelanggan di Indonesia, RIM berhasil menangguk pemasukan bersih di Indonesia sebesar Rp189 miliar per bulan atau Rp2,26 triliun per tahun.
"CATAT: RIM Tanpa bayar pajak sepeser pun kepada RI, tanpa bangun infrastruktur jaringan apa pun di RI. Seluruh jaringan adalah milik enam operator di INA (Indonesia)," ujar Tifatul.
Padahal, ia melanjutkan, semua operator lain sudah menjalankan dan mematuhi undang-undang dan peraturan, seperti membayar biaya hak pakai (BHP) frekuensi, pajak, merekrut tenaga kerja lokal, menjalankan program CSR, bahkan membantu korban-korban bencana.
Entah kurang paham, entah kurang periksa, tweet terakhir Pak Menteri menuai kritik. Menkominfo dinilai seperti tak paham beda operator dengan penyedia aplikasi, status perusahaan RIM, dan kewajiban pajaknya.
Salah satunya diutarakan tokoh telematika Indonesia Onno W. Purbo. Onno mengatakan bahwa RIM adalah penyedia aplikasi, sehingga tidak bisa dikenakan kewajiban seperti halnya operator atau penyedia layanan internet (ISP).
“Operator telekomunikasi wajib membayar USO, Pendapatan Negara Bukan Pajak (BHP Frekuensi, BHP ISP), pajak. Aplikasi Internet tidak wajib membayar USO, PNBP (BHP Frekuensi, BHP ISP),” kata Onno pada artikel di situs Wiki yang ia kelola. Lebih jauh, kewajiban penyedia aplikasi Internet adalah sebatas membayar Pajak PPN, PPh, dan PPh Badan.
Lebih jauh, Onno juga menyangsikan klaim Menteri Tifatul yang mengatakan bahwa RIM tidak membayar pajak sepeserpun di Indonesia. “RIM gak bayar pajak? Emang pelanggan BB gak bayar PPN waktu langganan via operator? Seriuskah?”
RIM sendiri langsung merilis pernyataan resmi, tak lama setelah tudingan serius Menteri Tifatul kepada pihaknya. “RIM hendak mengklarifikasi bahwa RIM telah dan selalu beroperasi dengan mematuhi hukum di masing-masing negara, termasuk Indonesia. RIM selalu membayar pajak dari bisnisnya,” kata Gregory Wade, Managing Director RIM South East Asia, pada pembukaan acara DevCon 2011 yang digelar di Nusa Dua, Bali, pada 13 Januari 2011.
Tak hanya itu, Wade juga menunjuk keseriusan BlackBerry dalam melakukan bisnisnya di sini dengan mendirikan PT RIM Indonesia sebagai perwakilannya di Indonesia yang bermarkas di Jakarta sejak November 2010. “Kami juga bangga mengadakan acara BlackBerry DevCon Asia pertama,yang merupakan acara besar se-Asia, di Indonesia.”
Sumber VIVAnews yang banyak terlibat dengan RIM maupun pemerintah, mengakui bahwa sebenarnya RIM selalu menunjukkan itikad baiknya untuk memenuhi tuntutan pemerintah. Termasuk, dalam hal ini upaya untuk memenuhi tuntutan pemfilteran situs pornografi. “Namun, semuanya memang menyangkut hal teknis yang membutuhkan waktu dan tidak bisa diselesaikan dalam waktu semalam,” katanya.
Menurutnya, selama ini, pemerintah, operator, maupun pihak RIM telah menjajaki berbagai opsi untuk menyaring situs porno di jaringan BlackBerry. Opsi pertama, sistem filterisasi situs porno dipasang di dekat server RIM di Kanada. Sementara, opsi kedua, yang lebih efisien, server filter ditempatkan di Indonesia.
Sumber VIVAnews lain yang juga tak ingin disebutkan namanya, juga mengatakan hal yang sama. Namun kata dia, permasalahan kemudian muncul, ketika pada akhir tahun lalu, saat RIM dan operator berselisih paham tentang siapa yang bertanggung jawab memikul biaya pengadaan server filter ini.
Operator yang merasa telah membayar semua kewajibannya kepada RIM, tidak mau lagi dibebani dengan ongkos tambahan pengadaan server yang sejatinya menjadi tanggung jawab RIM. Apalagi, selama ini operator juga sudah terbebani untuk melakukan pemfilteran situs porno, untuk layanan data mereka masing-masing.
“Biaya pengadaan server ini sebenarnya tidak begitu besar, tak lebih dari biaya pengadaa sebuah menara BTS. Namun, secara etika, seharusnya RIM memiliki komitmen untuk menanggung semuanya,” katanya.
Ia juga sepakat dengan penuturan Tifatul perihal nihilnya kontribusi RIM terhadap pemasukan pajak di Indonesia.
Selama ini semua commercial agreement RIM dengan operator Indonesia selalu dilakukan dengan perusahaan RIM luar negeri, seperti perwakilan RIM Singapura. Sementara perjanjian bilateral antara Indonesia dengan Singapura, misalnya, melarang pihak Indonesia untuk mengutip pajak perusahaan yang telah menjadi wajib pajak di negara jiran itu.
“Sudah semestinya, mulai saat ini operator-operator mitra di Indonesia mulai mengalihkan commercial agreement tadi, kepada PT RIM Indonesia, agar Indonesia juga kebagian ‘jatah’ yang dimaksud Pak Menteri.”
Di luar semua hiruk pikuk itu, Anton yang gemar berselancar di situs-situs panas tadi, sepertinya tak begitu ambil pusing dengan tarik menarik masalah pajak antara RIM dan pemerintah. Yang ia khawatirkan hanya apakah ia nanti masih bisa meneruskan kebiasaan ‘nakalnya’. “Sebagai laki-laki gue tentu kecewa bila nanti tidak bisa lagi mengakses situs-situs (porno) seperti ini.
Tapi, ia buru-buru mengoreksi. “Gue yakin, masih banyak kok situs (porno) lain yang tidak akan terfilter. Andaikan satu situs terblokir, toh situs itu juga bisa berganti nama.” (kd)