- ANTARA/Arief Priyono
VIVA –Dua pekan sebelum Lebaran, saya mampir di sebuah toko buku. Niatnya ingin bernostalgia, berburu kartu lebaran.
Ya, seperti dulu saat masih duduk di bangku sekolah dasar sekitar tahun 1990-an, tiap kali menjelang Hari Raya Idul Fitri, di pusat perbelanjaan atau toko buku, banyak orang berkerumun untuk berebut memilih kartu lebaran.
Kartu-kartu itu menampilkan beragam desain lucu dan bernilai seni, ditambah kata-kata ucapan yang terangkai indah atau jenaka. Membuat siapa saja yang melihat jadi terinspirasi untuk memberikannya pada orang terdekat. Tak jarang pula karena unik, kartu itu justru disimpan sebagai koleksi.
Memilih kartu Lebaran jadi 'seni' tersendiri. Pasalnya, kartu-kartu itu hanya diletakkan dalam sebuah boks dan tidak tertata rapi. Penataan ala kadarnya itu tidak mengurangi semangat peminatnya, mereka rela mengaduk demi memilih yang terfavorit. Layaknya berburu baju diskon beli satu gratis dua, banyak orang semangat berebut kartu lebaran.
Kartu Lebaran
Tapi kini setelah hampir 30 tahun berlalu, saat berkunjung ke toko buku atau pusat perbelanjaan, tak ada lagi pemandangan seperti itu. Saat menginjakkan kaki di sebuah toko buku, dari pintu masuk hingga kasir terlihat sepi.
Kartu Lebaran yang dulu berantakan karena diperebutkan banyak orang, kini terlihat tertata rapi di sebuah rak. Tak ada satu pun orang yang mendekati, apalagi menyentuhnya. Harga Rp9 ribu untuk kartu termurah, tak mampu menarik perhatian pembeli.
Kartu bertulisan ‘Selamat Hari Raya Idul Fitri, Minal Aidzin Walfaidzin’ tidak lagi jadi primadona. Seperti diabaikan, Kartu Lebaran juga mulai dilupakan.
Begitupun saat menginjakkan kaki di Kantor Pos Jakarta Timur Jl. Pemuda, Rawamangun. Dua pekan jelang hari raya, tak terlihat antrean mengular, apalagi antrean orang berkirim Kartu Lebaran.
Diakui salah satu petugas kantor pos, beberapa tahun belakangan ini, kantor pos sudah jarang menerima kiriman kartu Lebaran bahkan yang sifatnya surat. "Kecuali surat resmi antarlembaga pemerintahan," katanya saat berbincang dengan VIVA.
Petugas yang tak ingin disebut namanya itu mengatakan, banyak orang memilih cara praktis untuk menyampaikan pesan termasuk pesan ucapan ‘Selamat Lebaran’. Namun, bukan berarti kartu Lebaran sudah lenyap 'ditelan bumi’.
Kampanye go green
Maraknya imbauan masyarakat dunia untuk mencegah terjadinya global warming telah menarik perhatian pemerintah, lembaga sosial, maupun masyarakat umum di Indonesia.
Para pelaku usaha dan perusahaan-perusahaan kini mulai fokus menjalankan aktivitas kampanye ramah lingkungan dengan menggalakkan 3R yaitu Reduce, Reuse dan Recycle demi menyelamatkan lingkungan dari bencana pemanasan global.
***
Salah satu praktik go green diterapkan perusahaan dengan cara mengurangi pemakaian kertas. Sebagai ganti kertas, perusahaan menggunakan produk ramah lingkungan untuk kegiatan operasional.
Aji, seorang mantan karyawan percetakan yang kini menjadi pegawai kantor pos mengakui, karena kampanye go green, perusahan percetakan tempatnya bekerja dulu tak lagi memproduksi sesuatu yang berbahan dasar kertas.
Aji sempat merasakan ‘manisnya’ bisnis kartu Lebaran. "Dulu saya di bagian cetak cek dan giro perbankan. Di tahun 2007 kertas tergerus dan perusahaan mulai melakukan tender produksi kartu," kata Aji.
Belakangan, lanjut Aji, karena adanya go green, kertas sudah tergerus. "Kartu lebaran biaya (produksinya) juga mahal karena sudah ada HP (handphone). Biaya kirim pesan lebih murah dan lebih cepat," katanya.
Meski tak lagi banyak perusahaan yang memproduksi kartu Lebaran, salah satu perusahaan percetakan, yaitu UPrint masih menerima pesanan produksi kartu Lebaran.
Kartu Lebaran
CEO UPrint Yustian Tenegar mengatakan, animo masyarakat untuk mengirim pesan lewat Kartu Lebaran masih ada. Bahkan katanya, beragam kalangan masyarakat masih cukup banyak yang membeli Kartu Lebaran hasil produksinya. Bukan cuma perorangan, tapi ada juga UMKM dan perusahaan-perusahaan besar.
"Saat ini jumlah permintaan masih stagnan, tapi menurut saya ada potensi bisa meningkat. Tapi tentunya bergantung dari kualitas dan harga yang kita tawarkan kepada masyarakat. Dan salah satu yang berpengaruh adalah bagaimana kita melakukan promosi," katanya.
Lebih personal
Meski perusahaannya tak lagi terkonsentrasi pada produksi Kartu Lebaran, diakui oleh Yustian, menyampaikan pesan ucapan lebaran dengan Kartu Lebaran memang terasa lebih berkesan. Apalagi biasanya, ada pesan-pesan yang sifatnya lebih personal ditulis tangan oleh si pengirim.
"Kalau mengucapkan selamat Lebaran lewat media sosial memang lebih mudah, tapi cara ini tidak personal dan feel dari spesialnya tidak se-spesial kalau kita mendapatkan kartu ucapan secara fisik."
"Saya pribadi pada saat saya dapat kartu ucapan dari suplier ke saya pribadi, saya bisa merasakan bahwa mereka serius perhatikan saya. Kalau hanya lewat whatsapp, ya boleh tapi mungkin enggak se-spesial orang yang kasih kartu ya," ujar Yustian.
Kartu Lebaran saat ini juga bisa dipesan dengan desain sesuai permintaan. Bahkan di luar negeri seperti di Amerika misalnya, kartu yang ditawarkan lebih personal.
"Ada kartu yang dipersonalisasi langsung ada gambar, kartunya menggunakan foto keluarga. Ada juga yang menggunakan foto perusahaan. Jadi sangat beragam ya."
Namun tak dimungkiri, saat ini permintaan pesanan kartu lebaran lebih banyak berasal dari perusahaan. "Saat ini sekitar 70 persen perusahaan, 30 persen personal," ujarnya.
Bukan cuma Yustian, perasaan lebih spesial saat mendapatkan kartu Lebaran juga dirasakan oleh salah seorang pegawai swasta, Rani Ayu Utami.
Sejak 2007 saat masih duduk di bangku SMP hingga sekarang, Rani masih suka mengirimkan Kartu Lebaran untuk orang-orang terdekatnya. "Dulu teman dekat itu banyak, kalau lebaran atau natal ke teman yang dekat banyak kirim kartu," katanya.
Menurutnya, kartu Lebaran bukan sekadar spesial. Karena bentuknya yang lucu, sering juga dia jadikan koleksi. Dibalas atau tidak saat mengirimkan Kartu Lebaran, itu bukan masalah. Yang terpenting ada kepuasan tersendiri yang dirasakannya.
"Sampai sekarang juga masih suka kirim-kirim, tetap kayak anak zaman dulu."
Meski bukan hal yang baru, mengirim atau mendapatkan Kartu Lebaran menurutnya bisa jadi kenangan tersendiri. Ini, karena kartu Lebaran bisa dikumpulkan dan disimpan.
Diganti Pesan Virtual
Seiring dengan semakin menurunnya produksi Kartu Lebaran, aktivitas di kantor pos untuk mengirimkan kartu juga makin berkurang.
Kantor pos yang menyediakan layanan jasa pengiriman paket barang, surat hingga kartu ucapan selamat Lebaran yang belakangan sepi peminat. Wakil Kepala Operasi Kantor Pos Jakarta Timur, Ginar Sulastio mengakui, pengiriman Kartu Lebaran lewat jasa kantor pos sudah mulai menurun. Sejak munculnya gadget, ucapan selamat itu tergantikan virtual.
"Jadi sekarang relatif tidak terkonsentrasi di situ (pengiriman kartu Lebaran). Kami relatif kepada pembayaran, transfer uang untuk Lebaran di kampung karena kita sekarang sudah bisa mulai hadir pengiriman tunai ke rekening bank," kata Ginar.
Kartu Lebaran dikirim vias pos
Meski jumlah pengiriman kartu Lebaran lewat pos menurun, namun, pihaknya tetap membuka layanan pengiriman kartu Lebaran via pos. Lagi-lagi dia menegaskan, lesunya pengiriman kartu Lebaran karena animo masyarakat sekarang pindah pada gadget.
Karena sepinya pengiriman kartu, kantor pos saat ini juga lebih banyak melayani pengiriman barang seperti parcel, barang-barang mudik seperti pakaian, makanan dan minuman. Jasa itu seringkali dimanfaatkan para pemudik motor yang tak mau repot membawa banyak barang bawaan.
"Puncak pengiriman barang mudik dua minggu sebelumnya sudah mulai ramai. Estimasi waktu tergantung kalau ada penerbangan langsung atau angkutan langsung sehari bisa sampai."
Kembali pada pengiriman Kartu Lebaran. Diperlukan perangko untuk mengirim kartu Lebaran ke tempat tujuan. "Perangko Rp3000-Rp6000 bergantung jarak. Kalau lintas pulau bisa Rp15 ribu. Kartu Lebaran tergantung kota, paling murah Rp3000," kata Ginar.
Sosiolog Universitas Gadjah Mada, Sunyoto Usman menilai, Kartu Lebaran mulai jarang digunakan bukan cuma karena marak penggunaan gadget. Tradisi orang Indonesia yang suka bertatap muka saat Lebaran dan saling silaturahmi atau reuni juga jadi alasan, mengapa Kartu Lebaran kini tak begitu diperlukan.
"Ini karena adanya tradisi reuni tadi. Lalu tidak begitu diutamakan Kartu Lebaran," ujar Sunyoto.
Walau ucapan kata maaf dan selamat Idul Fitri mudah dikirimkan lewat media sosial, tetap tradisi reuni keluarga dan kerabat menjadi hal yang lebih penting.
"Ini menegaskan kembali ikatan persaudaraan, jadi merindukan tatap muka. Mungkin karena kerinduan hanya bisa terbayar melalui reuni."
Lewat reuni, komunikasi tak hanya sebatas lewat tulisan dalam kartu Lebaran atau kata-kata lewat media sosial. Melalui pertemuan tatap muka, komunikasi tentu bisa dilakukan tanpa batas.
Tapi kembali lagi, tidak ada salahnya 'menghidupkan' kembali tradisi berkirim kartu Lebaran yang kini sudah nyaris punah. Buat orang terdekat merasakan perhatian dan perlakuan yang istimewa dengan menerima kartu Lebaran dari Anda. Sesuatu yang sudah jarang dilakukan di masa kini. Misi go green juga tetap bisa dipraktikan dengan memilih bahan kartu Lebaran yang eco friendly.
Selamat Lebaran, Selamat Kumpul Keluarga!
Baca Juga
Dari Kartu Lebaran hingga Instagram