SOROT 541

Riak Golput di Arena Pemilu

Kampanye Saya Golput di Taman Aspirasi, Monas, Kamis, 21 Februari 2019.
Sumber :
  • VIVA/Rifki Arsilan

VIVA – Belasan orang berkumpul di Taman Aspirasi, Jalan Medan Merdeka Barat Jakarta, persis di seberang Istana Negara, Kamis 21 Februari 2019. Selembar spanduk putih bergambar telapak tangan dilengkapi tulisan “Saya Golput” membentang di lokasi.

Dengan lantang, sekelompok aktivis  itu menyuarakan pilihan politik. Mereka memutuskan tidak memilih atau menjadi golongan putih alias golput pada Hari Pemilu 17 April 2019 mendatang.

Beragam alasan dikemukakan. Jali, peserta aksi itu, misalnya. Dia mengaku tak akan memilih kedua pasangan calon presiden dan wakil presiden, pada Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019. Sebab, dia  tidak percaya janji manis pasangan nomor urut 01, Joko Widodo-KH Ma’ruf Amin, maupun pasangan nomor urut 02, Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.

Dia menilai, Jokowi  telah gagal membuktikan janji-janjinya selama empat tahun terakhir memimpin Indonesia. Selama Jokowi menjabat, tidak ada satu pun kasus pelanggaran HAM berat masa lalu dapat terungkap.

Sementara  Prabowo dinilai bertanggung jawab atas sejumlah kasus penculikan aktivis di masa lalu.
Jali yakin, siapa pun yang nanti terpilih menjadi presiden dari dua kandidat itu, tidak akan bisa membawa perubahan bagi nasib rakyat Indonesia. "Jadi sebenarnya dua-duanya sama saja. Itulah alasan kenapa saya memilih untuk tidak memilih atau golput pada pemilu nanti,” ujarnya.

Kampanye Saya Golput di Taman Aspirasi, Monas, Kamis, 21 Februari 2019.

Aksi unjuk rasa terkait golput di depan Istana Negara, Kamis 21 Februari 2019

Peserta aksi mimbar bebas lainnya, Mirza punya alasan berbeda. Menurut dia,  para peserta pemilu yang berasal dari partai politik dinilai bermental lama. Apabila para calon legislatif maupun capres dan cawapres,  berhasil mendapatkan kursi kekuasaan, hanya akan memperjuangkan kepentingan partainya saja.

Mirza pun menyerukan kepada masyarakat luas agar tidak takut untuk menyuarakan golput pada pemilu mendatang. Sebab,  tidak memilih dari semua pilihan yang ada itu merupakan hak. "Golput bukan gerakan untuk menggagalkan pemilu, tapi karena kita tidak mau memilih baik 01 maupun 02. Kita memilih untuk tidak memilih,” ujarnya.

Menurut aktivis golput Lini Zurlia, gerakan golput bukan seperti gerakan terorganisir melainkan  gerakan organik. Berawal dari individu-individu saling mengemukakan pendapatnya. Lalu membuat diskusi-diskusi. “Jadi enggak ada koalisi besar,” ujarnya.

Gerakan golput, menurut Direktur YLBHI Asfinawati,  bukan sesuatu yang baru dalam konteks gerakan di Indonesia. Golput dalam konteks sekarang adalah suatu langkah rasional. Sebab, jika dilihat dari para korban pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM), tidak ada jalan keluar yang diberikan dari kedua calon presiden tersebut.

Capres Prabowo, misalnya. Sekarang ini, menurut Asfinawati, mencoba mencerminkan bahwa dia kerakyatan. Dalam visi misinya itu, dia mengatakan soal kriminalisasi. Namun pada  rezim terdahulu, dia merupakan bagian yang melakukan kriminalisasi.

Di sisi lain ada Jokowi yang menggadang isu keberagaman, toleransi, dan lainnya. Namun, ada kasus lama yang seharusnya dapat dia selesaikan tapi tidak dirampungkan. Di antaranya, kasus GKI Yasmin, HKBP filadelfia, putusan Mahkamah Konstitusi untuk Penghayat. “Putusan pengadilan saja dia tidak jalankan,” ujar Asfinawati.

Jika kedua calon ini masih tetap seperti ini, Asfinawati yakin angka golput akan besar. Namun, bisa saja masyarakat berubah untuk memilih calon tertentu pada hari pencoblosan.

Menilik  dari pemilu-pemilu sebelumnya, angka golput tak mencapai 30 persen. Namun, menurut dia, angka tersebut sudah sangat besar. Hal itu lantaran jumlah golput muncul tanpa memakai mesin. Beda dengan partai politik yang memakai mesin dan uang.

“Jadi sebetulnya golput dapat dibaca sebagai kritik terhadap partai politik yang gagal memiliki kader-kader yang baik kalau untuk caleg. Atau itu kritik kepada partai politik yang memang mau agar kita memilih itu-itu aja orangnya.”

Golput Administratif

Komisioner KPU Pramono Baid Tantowi mengatakan, golput bukan hanya lantaran kecewa pada calon-calon, parpol dan demokrasi. Sebagian besar karena alasan administratif dan teknis.

Dari studi-studi yang dilakukan pihaknya, angka tersebut mencapai sekitar 65-75 persen dari total golput. Sedangkan golput politis, angkanya kecil. “Kalau pakai data pemilu 2014 sekitar 5 persen saja dari total semua golput,” katanya.

Hal senada dikemukakan peneliti CSIS Arya Fernandes. Berdasarkan survei-survei yang dilakukan, angka golput karena faktor politik dan ideologi lantaran  tidak menemukan hal positif dari dua pasang kandidat,  tidak lebih dari 3 persen. Namun, dia mengakui, angka partisipasi pada Pemilu 2014 dibanding Pemilu 2009 mengalami penurunan. Tapi belum diketahui persis motif yang membuat 25 persen lebih orang tidak memilih.

Sosialisasi cara menggunakan hak suara dalam Pilkada 2018 - Jangan Golput

Kampanye anti golput

Menurut dia, ada banyak faktor yang membuat seseorang tidak memilih. Misalnya, orang tersebut tidak mendapat undangan untuk memilih, tidak terdaftar sebagai pemilih atau di luar kota, tidak mendapat izin kerja dan lainnya.

Arya memperkirakan, golput tak akan berpengaruh signifikan dalam pemilu di Tanah Air sehingga tak perlu dikhawatirkan. Ketika survei dilakukan, menurut dia, umumnya 55 persen lebih responden menyatakan akan memilih. "Potensi orang memilih jauh lebih besar dibanding yang golput," ujarnya.

Segendang sepenarian. Direktur Eksekutif Charta Politika Yunarto Wijaya mengatakan, golput tidak akan berdampak signifikan ke Pilpres 2019. Angka golput di Pilpres diperkirakan sekitar 30 persen. Sementara di Pileg diprediksi akan lebih besar.

Jika dibandingkan dengan data-data sebelumnya, menurut Yunarto, angka itu stabil. "Golput kita baik di pilkada ataupun pilpres angkanya ada di sekitar 30 persen, dan itu gabungan dari golput teknis, administratif, dan golput ideologis," ujarnya.

Di Indonesia, problem golput antara lain karena teknis dan administratif. Misalnya, jauhnya jarak dari rumah ke Tempat Pemungutan Suara (TPS), orang-orang yang bekerja dan sulitnya mengurus formulir A5 untuk pindah TPS. "Jadi tidak sepenuhnya karena kesadaran untuk tidak memilih," kata Yunarto.

Ke depannya, untuk mengurangi golput teknis, menurut dia, ada beberapa hal yang harus dibenahi KPU. Misalnya, aturan soal formulir A5 harus dipermudah, seperti calon pemilih tidak harus kembali ke daerah asal TPS lebih dulu. "Itu akan sangat memperkecil angka golput," ujarnya.

KPU Jakarta: Golput dan Coblos 3 Paslon Tak Pengaruhi Kemenangan Paslon

Bagi kandidat, jika mau bicara angka golput dalam konteks secara berkualitas, yaitu dengan menaikkan tingkat kepercayaan dan kepuasan publik. Hal itu bisa terbaca dalam survei-survei kepuasan publik terhadap partai. "Kalau itu terjadi, golput pasti turun kok," kata Yunarto.

Juru Bicara Tim Kampanye Nasional Jokowi - Ma'ruf Amin, Arya Sinulingga menilai wajar golput terjadi dalam setiap pemilu, baik golput secara ideologis maupun tidak. Lantaran itu, pihaknya akan terus mengajak mereka untuk menggunakan hak pilihnya.

KPU Sebut Gerakan Coblos 3 Paslon Bikin Pilkada Jakarta Lebih Mudah, Kok Bisa?

Untuk golput ideologis, menurut dia, pihaknya akan melakukan pendekatan, seperti mengajak mereka berdiskusi. "Karena apa pun namanya, kalau ideologis pasti ingin perubahan. Sekarang dinegoisasi perubahannya," ujar Arya.

Sementara  Jubir BPN Prabowo-Sandi Andre Rosiade mengatakan, pihaknya akan terus menyampaikan tentang program-program Prabowo-Sandi bisa menyelesaikan masalah bangsa, sehingga mereka mengubah pikiran dan tidak golput. Jika banyak golput, menurut dia, tidak akan bagus untuk kedua capres. "Tapi saya yakin golput akan berkurang," ujarnya.

KPU soal Gerakan Coblos 3 Paslon di Jakarta: Sah-sah Saja

sorot golput sosialisasi pemilih pemilu

Mural imbauan jangan golput

Selain itu, menurut Andre, KPU harus melakukan sosialisasi lebih masif. Mengingatkan kepada masyarakat bahwa suara mereka akan menjadi penentu nasib bangsa dan rakyat lima tahun mendatang.

Menurut Komisioner KPU Pramono Baid Tantowi, pihaknya terus melakukan sosialisasi bahwa memilih saat Pemilu itu satu-satunya keterlibatan dalam politik. Jika mereka golput, satu-satunya kesempatan itu akan hilang.

Tak hanya itu.  KPU juga memperbaiki DPT, memaksimalkan DPTB dan DPK,  sosialisasi pada kelompok-kelompok masyarakat yang lebih spesifik segementasinya. “Kami juga menggunakan seluruh saluran media sosial kami agar jangan golput. Mengajak warga agar menggunakan hak pilih,” katanya.

Aturan Golput

Menurut Pramono, maraknya mereka yang menyatakan golput di media sosial merupakan bagian dari pertarungan wacana. Ada yang mengkampanyekan golput, tapi banyak juga yang tidak.

Golput saat ini beda dengan zaman Orde Baru (Orba). Ketika zaman Orba, golput menjadi bagian dari  melawan otoritarianisme dan sistem yang sama sekali tidak demokratis. Namun sekarang demokrasi sudah terbuka, serta tidak ada lagi  penekanan-penekanan seperti zaman Orba. “Menyerukan golput sekarang sudah kehilangan relevansi.” 

Ancaman bagi mereka yang mengajak golput, menurut Pramono, diatur dalam UU Nomor 8 Tahun 2012. Pada pasal 292 menyatakan setiap orang yang dengan sengaja menyebabkan orang lain kehilangan hak pilihnya dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 tahun dan denda paling banyak Rp24 juta.

Kemudian Pasal 301 ayat 3 yang menyatakan setiap orang yang dengan sengaja pada hari pemungutan suara menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada pemilih untuk tidak menggunakan hak pilihnya atau memilih peserta pemilu tertentu dipidana, dengan pidana penjara paling lama 3 tahun dan denda paling banyak Rp36 juta.

Aktivis golput Lini Zurlia menampik jika golput dinilai tak lagi relevan saat ini. Sebab, persentasenya itu terus meningkat. “Golput itu sampai kapan pun, selama tidak ada calon yang benar-benar berpihak pada rakyat, ya dia relevan,” ujarnya.

Dia pun mengoreksi tentang aturan golput. Menurut dia, tidak ada yang melarang golput. Bunyi dalam undang-undang itu dilarang memaksa dengan kekerasan, seperti merusak kertas suara atau melarang orang datang ke TPS. “Dengan menggunakan kekerasan sebenarnya yang dilarang itu,” kata Lini.

Pendukung bakar lilin untuk menyambut kebebasan Ahok.

Pendukung Ahok, Ahokers

Ahoker
Isu golput ini juga menerpa Ahoker, sebutan bagi penggemar Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok. Mereka disebut-sebut akan golput lantaran kecewa Jokowi memilih  Ma’ruf Amin sebagai pendampingnya. Kabar itu dibantah Koordinator Ahoker, Kanjeng Pangeran Norman Hadinegoro.

Kanjeng mengemukakan, Ahoker tetap mendukung Jokowi dan Ma’ruf. Sebab, sudah keluar pernyataan dari Ahok yang meminta para Ahokers untuk mendukung Jokowi dan Ma'ruf.

Jika ada yang golput, menurut dia, jumlahnya diperkirakan paling banyak lima persen dari jutaan Ahoker di dalam dan luar negeri. Dia mengklaim, sekitar 90 persen mendukung Jokowi. "Artinya tidak benar kalau teman-teman yang ngefans sama Pak Ahok itu golput," ujarnya.

Pada 2016, dalam kapasitasnya sebagai pucuk pimpinan MUI, Ma'ruf menerbitkan fatwa tentang penistaan agama oleh Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.

Menurut Kanjeng, tidak ada Ahokers dendam dengan kiai Ma'ruf. "Kita ini orang waras semua. Kita mendukung Jokowi karena kita waras, demi NKRI, demi Pancasila," ujarnya. (ren)

Baca Juga

Golput dari Pemilu ke Pemilu

Golput, Dulu dan Sekarang

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya