- VIVA.co.id/Syahrino Putama
VIVA – Minggu pagi pertengahan Juli sedang cerah-cerahnya. Matahari baru beberapa jam bersinar, dan suasana di Selatan Jakarta masih lengang. Hari yang sangat indah untuk menikmati libur akhir pekan.
Namun mendadak, keheningan dibuyarkan oleh gelegar suara knalpot motor besar. Tidak hanya satu dua, puluhan pengendara Harley-Davidson muncul dari ujung jalan. Deruman mesin berkapasitas gede membuat banyak warga sekitar penasaran, dari mana suara itu berasal.
Puluhan motor gede buatan Amerika Serikat itu pun akhirnya berhenti. Parkir di deretan kafe di Kebayoran Baru. Satu per satu pengendara turun dan berkumpul sembari menyeruput minuman hangat.
Kejutan ternyata belum selesai. Kali ini, para pengendara moge tersebut yang dibuat terkaget-kaget. Sebuah sport utility vehicle kelir hitam datang. Nyaris tanpa suara.
Melalui pintu yang terbuka ke atas, bukan ke samping seperti mobil pada umumnya, turun Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Bambang Soesatyo. Dengan santai, Bamsoet menghampiri para pengendara moge, yang ternyata rekannya sesama komunitas.
Kendaraan yang ditumpangi Bamsoet adalah Tesla Model X, SUV pertama yang penggeraknya murni menggunakan energi listrik. Dengan baterai terisi penuh, mobil buatan Amerika Serikat itu mampu menempuh jarak lebih dari 400 kilometer.
Mobil Tesla miliki Ketua DPR Bambang Soesatyo
Model X mungkin menjadi mobil listrik tercanggih dan paling populer saat ini. Namun, keberadaannya tidak akan terwujud, jika Robert Anderson tidak mengutak-utik kendaraan miliknya 180 tahun lalu.
Dilansir dari Caranddriver, Selasa 25 September 2018, Anderson bisa disebut sebagai orang pertama yang melahirkan kendaraan listrik. Pria asal Skotlandia itu awalnya penasaran, ingin menggantikan kuda dengan sumber penarik lainnya.
Selama kurang lebih tujuh tahun ia mengubah kereta miliknya. Berbekal penggerak dan sebuah baterai yang tidak dapat diisi ulang, kendaraan miliknya bisa bergerak sejauh beberapa puluh meter.
Kereta listrik dengan baterai yang bisa diisi ulang baru muncul 50 tahun kemudian. William Morrison yang juga berasal dari negara penghasil kilt, mematenkan kendaraan setrum yang dapat melaju 35 km per jam sejauh 75 km, sebelum memerlukan pengisian ulang.
Mobil rancangan Morrison dipamerkan di sebuah acara di Chicago, dan sukses menyita perhatian dunia. Sayangnya, ia lebih tertarik untuk mengembangkan sistem penyimpanan listrik ketimbang transportasi pribadi.
Menemui Ajal
Masuk ke era 1900-an, mobil listrik semakin populer di negara-negara maju, hingga mencapai sepertiga dari populasi kendaraan di seluruh dunia. Bahkan, pendiri pabrik mobil mewah asal Jerman, Ferdinand Porsche sempat merancang mesin hibrida, yakni gabungan dari motor listrik dan mesin bensin.
Bapak industri otomotif, Henry Ford yang bersahabat baik dengan ilmuwan Thomas Alfa Edison, berniat membuat kendaraan pribadi dengan harga terjangkau, dan energinya berasal dari setrum.
Sayangnya, rencana itu buyar setelah mobil Model T rancangan Ford laris manis di pasaran. Dilansir dari Energy.gov, ia sibuk dengan proyek mobil bensin tersebut, hingga sama sekali melupakan janjinya pada Edison.
Majunya perkembangan teknologi mesin berbahan bakar membuat penjualan mobil listrik semakin terpuruk. Kelemahan utamanya adalah jarak tempuh dan waktu yang diperlukan untuk mengecas baterai.
Memasuki era 1990-an, polusi udara menjadi masalah serius bagi AS. General Motors mengambil tindakan berani, dengan membuat mobil listrik EV1 dan menyewakannya. Promosi dilakukan melalui selebriti Hollywood, mulai dari Mel Gibson hingga Tom Hanks.
Tak lama kemudian, Toyota mengikuti jejak GM dengan RAV4 EV, disusul Honda EV Plus. Namun, lagi-lagi semua rencana itu berantakan.
Mobil listrik milik Toyota
Banyak versi yang beredar soal penyebabnya, mulai dari tekanan dari para pengusaha minyak hingga tidak adanya komitmen dari pabrikan untuk mensukseskan proyek tersebut.
Akhirnya, semua kendaraan masa depan itu ditarik kembali dan berakhir tragis. Ada yang dibiarkan berkarat hingga jadi rongsok, ada juga yang dicacah dengan mesin sampai berbentuk butiran besi. Mobil listrik menemui ajalnya.
Usai isu kendaraan berpenggerak listrik murni hilang, muncul alternatif lain pengganti mesin konvensional. Salah satunya mobil berpenggerak hidrogen. Listrik didapatkan dari reaksi kimia antara H2 dengan oksigen atau O2.
Emisi yang dihasilkan dari reaksi tersebut berupa air atau H2O dan panas. Ide ini sempat menarik minat Gubernur California kala itu, Arnold Schwarzenegger. Sayangnya, program tersebut bernasib sama dengan kendaraan bebas emisi lainnya.
Lahir Kembali
Semangat untuk melahirkan kendaraan bebas polusi udara sempat pupus selama beberapa tahun. Namun akhirnya, Toyota menemukan cara baru untuk mewujudkannya. Berbekal baterai Nikel Metal Hybrid atau Ni-MH, mereka membuat Prius.
Mobil tersebut menjadi kendaraan hibrida pertama yang diproduksi secara massal. Peluncuran perdananya dilakukan di Jepang pada 1997, dan tiga tahun kemudian dipasarkan di lebih dari 90 negara.
Sambutan konsumen sangat hangat akan mobil berkapasitas lima penumpang itu. Pada 2008, penjualannya menembus angka satu juta unit. Dua tahun kemudian, populasi Prius di seluruh dunia menjadi dua kalinya.
David Beckham menggunakan mobil Prius
Prius menjadi kendaraan listrik pertama yang sukses secara global.kemudian kepopulerannya diikuti oleh perusahaan yang namanya diambil dari seorang ilmuwan kelahiran Kroasia, yang juga penemu arus listrik bolak-balik, Tesla.
Tesla Motors dirintis oleh Elon Musk, seorang usahawan yang sebelumnya bergerak dalam bidang aplikasi perbankan. Memulai usaha otomotif di Silicon Valley pada 2006, Musk diberi kepercayaan oleh Departemen Energi AS untuk mengelola pinjaman US$465 juta.
Dana tersebut didapatnya pada 2010 dan digunakan untuk pengembangan serta perakitan sedan Model S. Mobil tersebut diklaim mengusung banyak teknologi canggih, dan bisa menempuh jarak 350 km dengan kondisi baterai terisi penuh.
Dikutip dari Theverge, peluncuran Model S yang digelar pada 2012 menuai sukses luar biasa. Saham Tesla Motors yang dilepas ke bursa saham juga disambut meriah. Alhasil, Musk dapat mengembalikan pinjaman dana lebih cepat sembilan tahun dari jadwal.
Kunci sukses Tesla bukan hanya desain yang futuristik atau fitur kekinian saja, namun juga kemudahan dalam hal menggunakan mobil tersebut. Pemilik tidak perlu mengandalkan listrik rumah untuk pengisian, karena Musk membangun belasan ribu stasiun pengisian listrik umum atau SPLU di seluruh dunia.
Para pemilik mobil Tesla model awal digratiskan menggunakan fasilitas tersebut, namun akan dikenakan biaya jika membiarkan mobil terparkir saat baterai sudah terisi penuh. Tarif penggunaan SPLU yang diberi nama Superchargers itu sekitar US$8 per 160 km, atau sekitar Rp750 per km.
Jika dibandingkan dengan mobil berbahan bakar bensin, dengan asumsi harga BBM di Negara Adi Daya tersebut Rp10.440 per liter dan diisi ke mobil dengan konsumsi BBM 12 km per liter, maka biayanya menjadi Rp870 per km.
Tak Bisa Sendiri
Belajar dari kesalahan di masa lampau, pemerintah di berbagai negara menyadari bahwa mobil listrik tidak akan memiliki masa depan, jika tidak ada langkah konkret dari negara. Sementara, krisis minyak bumi terus bergulir.
Beberapa negara mulai menyiapkan aturan terkait kendaraan berenergi setrum. Bahkan, sudah ada sejumlah regulasi yang memudahkan para pemilik kendaraan bertenaga listrik. Hal ini sebagaimana data yang dihimpun dari Kementerian Perindustrian.
Seperti di Norwegia. Pemerintah setempat berencana memberlakukan pembebasan uang parkir di pusat kota dan uang tol sebagai dampak dari perhitungan biaya emisi. Tak hanya itu, sekitar 400 stasiun juga disiapkan untuk pengisian listrik dan parkir gratis.
Kemudahan lain yang akan diberikan bagi pengguna kendaraan listrik, yakni akses penggunaan jalur bus dan jalur kolektif di kota-kota. Kebijakan itu bakal diterapkan pada 2025.
Di Jerman, kendaraan listrik pada 2030 dibebaskan dari pajak tahunan, dengan jangka waktu lima tahun sejak tanggal pendaftaran pertama. Lalu, pembebasan pajak kendaraan listrik selama lima tahun untuk lisensi di bawah 2020.
Sedangkan di Inggris, pemerintah memberikan subsidi pada sembilan kategori kendaraan rendah emisi, yang nilainya mencapai US$8 ribu atau setara Rp119 juta pada 2030.
Kemudian, pemerintah Amerika Serikat memberikan insentif pajak federal sebesar US$7.500 atau setara Rp111 juta per kendaraan. Selain itu, beberapa negara bagian memberikan insentif pajak tambahan, seperti di California sekitar US$5 ribu atau setara Rp74,5 juta pada 2030.
Tak mau kalah, India juga memberi insentif bagi pemilik kendaraan listrik pada 2030. Yaitu, pemberian pajak dan suku bunga pinjaman kendaraan listrik yang lebih rendah.
Pemerintah Indonesia juga berniat melakukan hal serupa. Peta pengembangan industri otomotif Kemenperin menunjukkan, nantinya perpajakan kendaraan akan diklasifikasikan berdasarkan emisi karbon yang dihasilkan. Baca: Mimpi Mobil Listrik
Dukungan untuk mempercepat pengembangan kendaraan listrik juga ditunjukkan beberapa produsen mobil. Toyota dan Mistubishi sudah menyumbangkan beberapa unit mobil untuk keperluan riset, sedangkan BMW membantu pengembangan alat pengisian baterai.
Mobil listrik jadi taksi di Jepang
Sementara itu, Kemenperin juga sedang mengusulkan penghapusan Pajak Penjualan atas Barang Mewah atau PPnBM mobil listrik ke Kementerian Keuangan.
“Kami sedang menunggu untuk mobil listrik itu PPnBM. Tadi saya sudah laporkan juga, bahwa PPnBM ini kami usulkan untuk dihapus. Dan ini tinggal dirapatkan di Kemenkeu, satu kali lagi akan selesai,” kata Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto belum lama ini.
Jika rencana itu terwujud, bukan tidak mungkin orang sekelas Bamsoet saja yang mampu memiliki mobil yang nyaris tanpa suara itu. Jakarta dan kota-kota besar lainnya di Tanah Air bakal lebih senyap dan minim polusi. (hd)