SOROT 517

Mengejar Suara Perempuan di Pemilu

Ilustrasi hak pilih perempuan dalam pemilu.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Ari Bowo Sucipto

VIVA – Riuh rendah terdengar suara ratusan perempuan menyerukan nama Jokowi dan Ma’ruf Amin. Dalam tampilannya, mereka senada menggunakan kaus bersablon gambar bakal calon presiden dan bakal calon wakil presiden tersebut, berkumpul dalam sebuah ruang acara beberapa waktu lalu. Di bagian depan gedung lokasi acara yang berada di  Kuningan Jakarta itu, tampak ditempeli baliho dan poster berbagai ukuran yang bertuliskan “Super Jokowi”.

Sebagian besar para perempuan yang kelihatannya sudah berusia matang itu tampak menggunakan kerudung. Warnanya putih, selaras dengan kaus dan atasan yang mereka pakai. Ternyata pada 23 Agustus 2018 tersebut sedang ada deklarasi Super Jokowi. Akronim ini berasal dari frase Suara Perempuan Jokowi yang dikoordinir aktivis perempuan Muslim NU, Ida Fauziyah.

Ida memang sudah cukup malang melintang di dunia politik. Selain sebagai anggota legislatif dari PKB, Ida juga cukup dikenal di kalangan perempuan NU. Terakhir, dia maju sebagai calon wakil gubernur Jawa Tengah berdampingan dengan Sudirman Said. Sayangnya, mereka belum beruntung.

Relawan Super Jokowi digagas Ida Fauziyah

Deklarasi Super Jokowi

Di acara deklarasi Super Jokowi, Ida mengatakan, komunitas ini dibentuk tak hanya demi kepentingan pemenangan. Namun juga untuk pemberdayaan perempuan baik kaum ibu maupun perempuan lajang. Super Jokowi, programnya akan berkesinambungan. Buktinya kata Ida, mereka sudah memiliki koordinator di 34 wilayah dan akan berlanjut pada cabang-cabang Super Jokowi di daerah kabupaten dan kota.

Sementara itu, di kubu sebelah, komunitas perempuan yang mengaku mendukung pasangan calon presiden dan calon wakil presiden Prabowo Subianto-Sandiaga Uno melakukan hal yang hampir sama. Secara acak, mereka mendeklarasikan dukungan. Sebagian menggunakan nama Partai Emak-Emak, istilah yang sering disebut-sebut Sandi belakangan ini. Muncul pula nama Pamer Bodi yang merupakan singkatan dari Persatuan Emak-emak Prabowo-Sandi.

Di sejumlah video yang beredar, ditunjukkan komunitas perempuan ini merekam seruan mereka mendukung pasangan Capres-Cawapres tersebut. Dalam salah satu video misalnya, segerombolan perempuan yang menggunakan busana dominan warna merah dengan hijab menyebut diri sebagai bagian Pamer Bodi.

Sementara itu di tempat dan waktu berbeda, ada pula kumpulan para perempuan yang menggunakan busana seragam berwarna toska, bersama-sama mengucapkan dukungan.

Dengan video berlatar poster besar Prabowo-Sandi, diketahui salah satu perempuan di acara itu menjadi pembaca kata per kata dari kalimat dukungan yang lalu diikuti beramai-ramai oleh kelompoknya. Mereka menyebut diri deklarasi ustazah peduli negeri yang tampaknya memiliki kesamaan visi dengan Pamer Bodi.

Jelang Pemilu 2019, tepatnya setelah dipastikan dua paslon akan bertarung di pilpres tahun depan, sasaran dan target pemilih secara eksplisit disampaikan para tim sukses pasangan calon. Salah satunya ceruk suara perempuan yang tak bisa dinafikan jumlahnya hampir sama dengan jumlah pemilih lelaki di daftar pemilih tetap alias DPT.

Beberapa waktu belakangan, mencuat pula istilah emak-emak yang gencar dibawa-bawa oleh pasangan Prabowo-Sandi dan timnya sebagai salah satu kaum yang dianggap paling krusial untuk diperjuangkan dalam proses kontestasi politik.

"Karena emak-emak ini jantungnya keluarga. Emak-emak punya kekuatan untuk mempengaruhi yang ada di keluarga. Seperti suaminya, anaknya dan juga keluarga lainnya," kata Wasekjen Partai Gerindra, Andre Rosiade yang juga bagian Timses Prabowo-Sandi kepada VIVA baru-baru ini.

Kembangkan Bisnis UMKM, PNM Gandeng Philippine Women’s Association

Andre mengatakan, pihaknya sedang dalam persiapan memilih juru bicara khusus perempuan. Selain itu tengah dirancang pula program konkret yang bakal ditawarkan kepada kaum perempuan yang sering mereka sebut sebagai emak-emak tersebut. Menurutnya, isu ekonomi menjadi sangat penting karena kaum perempuan sangat erat kaitannya dengan penghidupan keluarga.

Diketahui Komisi Pemilihan Umum mencatat hingga kini ada 185.732.093 pemilih tetap. Dari jumlah tersebut, pemilih perempuan sedikit lebih tinggi angkanya dibandingkan kaum Adam. Perempuan tercatat 92.929.422 pemilih, sementara pemilih lelaki 92.802.671 orang.

Anggaran Makan Bergizi Gratis jadi Rp 10 Ribu, PKB: Bagaimana Bisa Cukup, Serahkan ke Perempuan

Wasekjen Gerindra itu melanjutkan, mereka optimistis setidaknya akan meraup lebih dari 50 persen suara perempuan dari jumlah pemilih terdaftar. Hal itu bisa dilakukan dengan pendekatan gencar terhadap kaum perempuan. Sayangnya Andre belum bisa merincikan program-program konkret yang akan disampaikan. Meski dia kembali mencuatkan program OK OCE yang disebut bisa diterapkan dalam level skala nasional.

Ditemui di tempat berbeda, Ketua Bidang Advokasi Perempuan Partai Gerindra yang juga bagian Timses Prabowo-Sandi, Rahayu Saraswati mengatakan, faktor psikologis perempuan yang cepat sadar dalam hal kondisi ekonomi riil menjadi pertimbangan paslonnya menyasar kaum perempuan. Senada dengan Andre, dia menyebutkan kaum perempuan khususnya ibu ibarat jantung keluarga.

Perempuan sebagai Pelopor Inovasi Teknologi dan Kecanggihan AI, Wamen Dikti Saintek Tegaskan Tak Ada Perbedaan Gender

"Prabowo sejak lama terus memperjuangkan keresahan emak-emak. Salah satu program yang bisa diterapkan adalah pembagian susu gratis kepada anak. Program itu diberi nama Revolusi Putih," kata Rahayu Saraswati yang kerap dipanggil Sara ini soal program mereka.

Kemenakan Prabowo itu melanjutkan, program itu sebenarnya sudah dilakukan kader Gerindra yang ada di sebagian daerah. Di DKI Jakarta kata dia, Sandiaga Uno juga sudah melakukannya.

Sandiaga Salahuddin Uno dikerubungi emak-emak

Sandiaga Uno dikerubutin emak emak

Timses Jokowi-Ma’ruf tak mau ketinggalan. Kubu ini juga menyadari betapa besar potensi suara kaum perempuan untuk mengerek perolehan suara di pilpres nanti. Namun Direktur Relawan Tim Kampanye Nasional Jokowi-Ma'ruf Amin dan Anggota Dewan Syuro PKB, Maman Imanulhaq mengatakan, timnya tak akan menyempitkan pada istilah emak-emak saja. Mereka akan cenderung menggunakan terminologi kaum ibu dan kaum perempuan lantaran DPT mencerminkan keseluruhan kaum wanita baik usia tua, muda, ibu maupun wanita lajang dewasa hingga kaum milenial.

"Super Jokowi sendiri sebenarnya lintas partai itu menarik sekali karena Super Jokowi memperlihatkan hal berbeda dengan kelompok sebelah yang memakai istilah emak-emak. Kita ingin menempatkan perempuan sebagai subjek dari pembangunan. Mereka yang mempunyai kehidupan, kepentingan dan yang tahu persis tahu persoalan," kata Maman kepada VIVA beberapa waktu yang lalu.

Kaum perempuan dan kaum muda, menurut dia, sangat strategis dimenangkan hatinya. Khusus kaum ibu dan perempuan yang ditawarkan adalah penguatan UMKM dan industri-industri kreatif yang bisa dijadikan mata pencaharian sekaligus penggerak roda ekonomi. Artinya, mereka menempatkan perempuan sebagai subjek pelaku pembangunan meski tingkatannya kecil dan menengah.

"Jadi kami lebih mengabarkan tentang optimisme bahwa perempuan tidak gampang mengeluh, menyalahkan orang. Perempuan itu justru yang paling kuat bertahan dengan caranya," kata Politikus PKB ini.

Dia menambahkan, jika rival mereka menggunakan istilah “the power of emak-emak” maka kubu Jokowi-Ma’ruf akan menyebut “the power of ibu-ibu”.

Menanggapi pemilih kaum perempuan yang tengah disasar dua kubu, KPU membenarkan soal angka DPT pemilih perempuan dan lelaki yang memang tak terlalu besar selisihnya. Sementara untuk angka partisipasi para perempuan mendatangi bilik-bilik suara juga patut jadi perhatian. "Saya enggak hafal. Partisipasi kemarin bisa mencapai 74 persen. Cuma saya enggak tahu berapa banyak perempuan berapa banyak laki-laki," kata Ketua KPU, Arief Budiman.

Namun dia mengatakan, sekalipun perempuan menjadi salah satu kalangan yang tengah hangat menjadi target, namun angka partisipasi para pria juga tak boleh dinafikan. Bahkan menurut Arief angka partisipasi ke TPS dari dua kaum ini hampir sama. "Kayaknya sama," katanya.

Subjektif dan Militan

Psikolog Sani Budiantini Hermawan turut membaca fenomena makin gencarnya para calon menggaet suara kaum perempuan. Menurutnya, hal tersebut tak mengherankan sama sekali. Selain jumlah kaum perempuan termasuk ibu cukup besar, mereka juga bisa memengaruhi orang-orang di sekitar mereka. Tak hanya di keluarga namun juga di pergaulan sehari-hari.

"Kalau ngomomg soal signifikan harus ada research tersendiri. Tapi menurut saya sangat efektif karena pengaruh ibu-ibu itu luar biasa di keluarga, di tetangga, di komunitas di pengajian dan sebagainya. Cukup berpengaruhlah diperebutkan, layak dimenangkan suara emak-emak ini,” kata Sani Budiantini.

Barisan emak-emak aksi di depan kantor KPU

Barisan emak emak demo di depan KPU

Dia mengklasifikasi kaum perempuan dalam dua bagian. Yang pertama, perempuan yang berasal dari kelas menengah ke bawah. Kedua, kelas menengah ke atas. Yang juga menentukan menurut Sani adalah soal pendidikan. Apabila perempuan tersebut memiliki pendidikan tinggi maka akan cenderung berpikiran rasional dalam memilih pasangan capres dan cawapresnya.  

Namun jika pendidikan cenderung rendah, maka akan rentan dengan penilaian subjektif. Uniknya, sekalipun penilaian tersebut subjektif, kaum ibu tetap militan terhadap pilihannya bahkan gencar mengajak orang lain untuk memilih calon yang sudah sukai.

"Contohnya dolar naik turun, pemerintah enggak benar, itu manut (kalangan bawah). Kalau menengah ke atas itu melihat ini pengaruh dari Amerika, ada pengaruh dari luar. Itu kan dia baca-baca berita baca data, mengkombinasi berbagai macam resource gitu. Menengah ke bawah itu kan 'Wah ini tambah susah tambah naik (harga) gitu kan'. Terus gampang diiming-iming, digembosin, sedikit diisukan langsung panas, gitu-gitu lah," katanya menjelaskan.

Namun pada realitanya, jumlah perempuan yang lebih emosional masih lebih banyak dibandingkan yang dianggap rasional. "Jadi sangat layak diperebutkan hati emak-emak ini,” ujar dia.

Sementara itu dari sisi marketing politik, Direktur Eksekutif SMRC Djayadi Hanan menjelaskan, alasan di balik daya tarik kaum perempuan menjadi target untuk mendongkrak perolehan suara. Menurutnya, istilah emak-emak tersebut cenderung ditujukan kepada para ibu rumah tangga. Djayadi membeberkan empat hal betapa potensi suara kaum ibu memang harus menjadi perhatian.

Pertama, jumlah pemilih yang berkategori ibu rumah tangga hampir 30 persen dari total pemilih berdasarkan data riset SMRC. Artinya, 60 persen dari pemilih perempuan terdiri dari kaum ibu.

"Itu kan jumlahnya banyak sekali. Dengan jumlah yang banyak itulah maka dia pasti menjadi rebutan semua kandidat bukan hanya kandidat pemilihan presiden, tapi juga semua kandidat yang akan maju baik sebagai anggota legislatif maupun rebutan partai-partai," katanya kepada VIVA.

Alasan kedua, terminologi emak-emak merupakan representasi keadaan dan kebutuhan ekonomi khususnya kebutuhan sehari-hari.  Oleh karena itu aspirasi para ibu bisa diklaim sebagai potret kehidupan nyata ekonomi keluarga. Djayadi menilai, apabila kubu Prabowo menggunakan narasi emak-emak mengeluh soal harga sembako, maka kubu Jokowi bisa saja menghadapinya dengan narasi bukti bahwa emak-emak justru menghargai kinerja Jokowi selama ini dengan menampikan hal tersebut dalam kampanye mereka.

Ketiga, dia menilai bagaimana pun sedikit banyak kaum ibu bisa memengaruhi suara dalam keluarganya walaupun di luar rumah tidak ikut dalam politik praktis.

Keempat, pemilih milenial saat ini juga diperhitungkan cukup banyak. Namun sebagai generasi muda, ada saja dari mereka yang bisa mengikuti aspirasi pilihan sang ibu. Terutama pemilih  usia masih sangat muda, umur 25 tahun ke bawah.

"Itu banyak sekali terutama pemilih milenial yang masih kuliah atau masih sekolah di tingkat SMA. Nah biasanya pemilih milenial yang masih ikut atau tinggal bersama keluarga atau tinggal bersama emaknya itu sangat dipengaruhi sama emaknya dalam urusan-urusan politik," kata Djayadi.

Bisa Bahasa Inggris

Prediksi bakal proaktifnya perempuan termasuk kaum ibu untuk memenangkan pilihan masing-masing memang tergambar dari beberapa relawan perempuan yang siap memenangkan capres dan cawapres idolanya masing-masing. Rina (35) misalnya, warga Jatiwaringin, Pondok Gede, Jakarta Timur ini mengatakan dia akan jor-joran mendukung Prabowo-Sandi.

Rina mengatakan, paling tidak melalui media sosial, dia akan selalu mengunggah sisi positif dari calon yang dia dukung selain menyampaikan hal itu kepada orang-orang di sekitarnya. Menurut perempuan ini, tim sukses Prabowo-Sandi juga sebaiknya sering mengadakan bazar dan pasar murah karena pasti akan disukai kaum ibu.

Rina sendiri menilai sosok Prabowo sebagai sosok yang tegas. Sementara Sandi kata dia tak akan sulit meraih hati kalangan perempuan lantaran penampilan fisiknya yang cukup rupawan. "Ingin Indonesia berubah dan mempunyai pemimpin yang tegas serta ganteng dan bisa bahasa Inggris," kata Rina soal alasan dia mendukung pasangan calon penantang petahana itu.

Pasangan Capres dan Cawapres, Prabowo Subianto (tengah) dan Sandiaga Uno (kanan)

Sementara salah satu relawan dari kubu berseberangan bernama Wiliana Dian Novita yang merupakan Ketua PKK RW 01 Kelurahan Gunung Sahari Selatan, Kemayoran, Jakarta Pusat mengungkapkan alasannya.

"Kenapa saya pilih Pak Jokowi? Ya alasan pertamanya saya melihat sosok Pak Jokowi itu sosok orang yang humble, santun juga. Beliau juga orang yang tegas tetapi elegan dan yang pasti kita lihat saja pembangunan memang nyata kerjanya Beliau. Saya melihat Beliau hanya terfokus pada kerja dalam membangun Indonesia dari hasil kerjanya, tol-tol sudah dibangun," kata Wiliana.

Dia mengatakan, menjadi relawan memang tergolong hal baru baginya sekalipun secara preferensi, sejak tahun 2014 dia sudah memilih Jokowi.  Bahkan sudah melihat hasil kerja Jokowi sejak menjabat Gubernur Jakarta.

"Saya ingatkan, dahulu PKK seperti posyandu segala itu kan tidak ada yang namanya penghargaan tapi sekarang kan sudah mulai ada penghargaan, itu sejak era siapa? Ya Jokowi. Jadi langkah saya sebagai relawan dimulai di sekitar saya," kata dia.

Hal-hal seperti itu yang disebutkannya akan disampaikan kepada orang-orang terdekat dan sepergaulannya agar bisa mendukung paslon Jokowi-Ma’ruf.

Namun Wiliana juga meminta agar pasangan capres dan cawapres juga memperhatikan masih jamaknya tindakan kekerasan dalam rumah tangga atau KDRT di lingkungan keluarga Indonesia. Sialnya, perempuan kerap menjadi korban. Untuk memenangkan hati para ibu dan perempuan, isu ini menurut dia perlu diangkat juga agar menjadi perhatian.

Objek Elektoral

Di samping kaum perempuan yang mendukung maupun tidak, ada juga kalangan perempuan yang menilai bahwa wanita termasuk para ibu sebenarnya masih sekadar target bagi masing-masing tim sukses pasangan calon baik Prabowo Subianto-Sandiaga maupun Jokowi-Ma’ruf.

Ketua Badan Eksekutif Nasional Serikat Perempuan, Puspa Dewi mengatakan, tak bisa dipungkiri porsi perempuan yang melek politik dalam arti paham program pemerintah dan partai politik lebih sedikit dibandingkan kaum lelaki. Padahal jumlahnya sebagai pemilih hampir sama. Hal ini menjadi salah satu alasan kaum perempuan menjadi sasaran target suara.

Dia mengingatkan, sangat disayangkan kalau kaum perempuan sebenarnya hanya jadi objek suara. Oleh karena itu, sebenarnya tak ada hal yang berbeda dibanding Pemilu kecuali pada "kemasan" pendekatan.

"Kalau dilihat politik pencitraan itu memang masih dimainkan untuk mendapatkan simpati kaum perempuan tanpa kemudian menekankan perempuan pada substansinya. Kalau kita lihat fenomena sekarang ini misalnya dengan munculnya partai emak-emak ini, itu dilihat karena apa? Oh Sandi ganteng, muda, pengusaha sukses. Tapi kan tidak melihat apa sih sebenarnya agenda Sandi yang memang itu bisa membawa perubahan kepada perempuan? Apakah Sandi berani menjamin kalau dia terpilih maka keamanan dan kenyamanan perempuan di indonesia itu akan terjadi," kata Puspa.

Dia juga mengkritisi kondisi politik dan pemerintahan saat ini yang jumlah keterlibatan perempuannya masih minim. Namun penguasa saat ini juga tak membuktikan bisa mengantarkan perempuan untuk lebih terlibat termasuk soal keterwakilan perempuan sebanyak 30 persen yang sulit dipenuhi di DPRD berbagai daerah di Tanah Air.

"Kita masih melihat itu, masih melihat perempuan ini hanya menjadi target elektoral semata. Maka kita berharap pendidikan politik terhadap perempuan, kesadaran perempuan yang harus diperjuangkan itu harusnya lebih besar kepentingannya. Kita berharap kepada semua kandidat, ketika melakukan pendekatan atau kampanye nanti bawalah isu-isu yang berkaitan dengan kepentingan perempuan," katanya. (umi)

Baca Juga

Membidik Suara Kaum Hawa

Perempuan dalam Pusaran Politik

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya