- ANTARA/Puspa Perwitasari
VIVA – Siang itu, jarum jam menunjukkan sekitar pukul 14.10 WIB. Suasana di Rumah Cemara, Menteng, Jakarta Pusat sudah ramai dengan kerumunan wartawan. Jepretan kamera terus tertuju ke sejumlah tokoh elite partai yang satu persatu berdatangan.
Mengenakan kemeja putih lengan panjang, Sekretaris Jenderal Partai Kebangkitan Bangsa Abdul Kadir Karding datang pertama kali. Setelah Karding, tujuh koleganya yang juga sekretaris jenderal koalisi pendukung presiden petahana Joko Widodo datang menyusul ke Rumah Cemara.
Tak selang lama kemudian, datang sejumlah relawan dengan kaos bergambar Jokowi-Ma'ruf Amin sarungan bertulis 'Bersih, Merakyat, Kerja Nyata'. Namun, uniknya kelompok relawan ini kompak menaiki motor gede alias moge merek Kawasaki sampai Ducati.
Kedatangan relawan ini ingin menjemput delapan sekjen yang tergabung dalam Koalisi Indonesia Kerja tersebut. Kebetulan cuma Sekretaris Jenderal Golkar Lodewijk Freidrich Paulus yang absen.
Tujuan relawan ini ingin mengantar delapan sekjen tersebut untuk mendaftarkan Tim Kampanye Nasional atau tim sukses ke Komisi Pemilihan Umum. Sembilan unit moge pun disiapkan sebagai kendaraan menuju KPU.
(
Koalisi Pendukung Jokowi saat mendaftar di KPU, Jakarta. (VIVA/Lilis Khalis)
Koalisi Pendukung Jokowi cukup percaya diri mendaftarkan susunan timses meski posisi ketua masih kosong.
Deretan nama dari partai politik sampai profesional masuk ke struktur timses Jokowi-Ma'ruf. Lima menteri Kabinet Kerja hingga Wakil Presiden RI Jusuf Kalla masuk dalam susunan timses.
Struktur timses ini diusulkan partai koalisi dengan mengajukan kadernya. Lalu, diklaim juga ada masukan dari masyarakat tentang figur yang layak masuk timses.
"Nama-nama masukan dari masyarakat dipertimbangkan," kata Sekjen PKB, Abdul Karding kepada VIVA, Jumat, 24 Agustus 2018.
Bongkar pasang masih akan dilakukan untuk melengkapi timses Jokowi. Batas akhir melengkapi susunan final timses akan berlaku sampai 21 September 2018 atau dua hari sebelum pelaksanaan kampanye.
Berbeda dengan koalisi lawan, yaitu barisan partai pendukung duet Prabowo-Sandi. Koalisi ini masih anteng soal susunan dan pendaftaran timses ke KPU. Diproyeksikan susunan timses Prabowo-Sandi didaftarkan ke KPU pada pekan depan.
Perang Jenderal
Persaingan di Pilpres 2019 dinilai akan memberikan nuansa politik yang tak jauh berbeda seperti 2014. Sedikit perbedaan ada di timing, di mana perhelatan Pilpres 2019 akan digelar berbarengan dengan Pemilu Legislatif.
Seperti lima tahun lalu, komposisi timses dari dua kubu juga masih tak akan lepas dari keberadaan peran purnawirawan jenderal TNI yang akan bergerak di belakang layar.
"Eks jenderal TNI itu penting karena punya jaringan sosial luas dan punya pengaruh," ujar pengamat politik Universitas Al-Azhar Indonesia, Ujang Komarudin kepada VIVA, Jumat, 24 Agustus 2018.
Dari barisan kubu Prabowo-Sandi ada eks Panglima TNI Jenderal (Purn) Djoko Santoso. Sosok Djoko juga diproyeksikan duduk di kursi ketua timses Prabowo-Sandi. Pengalaman Djoko sebagai bagian timses Prabowo Subianto-Hatta Rajasa di Pilpres 2014 menjadi kelebihan lain.
"Kita punya barisan jenderal. Pak Djoko Santoso senior dan punya pengalaman. Bisa diterima semua parpol yang ada," kata Wakil Ketua Umum Gerindra, Ferry Juliantono kepada VIVA, Jumat, 24 Agustus 2018.
Mantan Panglima TNI Jenderal (Purn) Djoko Santoso (tengah) saat menjadi bagian timses Prabowo-Hatta. (VIVA/Ikhwan Yanuar)
Selain Djoko, kubu Prabowo-Sandi juga berisi figur Jenderal (Purn) Susilo Bambang Yudhoyono yang juga merupakan mantan Presiden R1 dua periode serta Ketua Umum Partai Demokrat. Deretan ini masih bertambah dengan nama dari luar timses.
"Masih kami godok nama-nama untuk finalnya pekan depan kami daftarkan ke KPU," tutur Ferry.
Di kubu sebelah, timses Jokowi-Ma'ruf mendaftarkan deretan purnawirawan jenderal TNI. Mulai Jenderal (Purn) Try Sutrisno, Jenderal (Purn) Moeldoko, Letjen (Purn) Lodewijk Freidrich Paulus, Laksamana TNI (Purn) Marsetyo, Marsekal Pertama TNI (Purn) Usra Hendra Harahap.
Deretan nama ini belum termasuk elite partai koalisi yang berada di luar timses seperti Letjen (Purn) Luhut Binsar Panjaitan sampai Jenderal (Purn) Wiranto.
Komposisi timses Jokowi dinilai lebih lengkap dari sisi representasi kekuatan politik pendukungnya. Pengamat politik sekaligus Direktur Eksekutif Lembaga Survei Median, Rico Marbun menilai, kekurangan timses Jokowi hanya satu yaitu ngebet mendorong figur ketua yang bisa menambah perolehan suara.
"Itu kenapa belakangan santer mendengar desas-desus Gatot Nurmantyo akan ditunjuk jadi ketua timses," jelas Rico.
Peran Vital Timses
Alotnya penentuan komposisi timses dialami dua kubu yang bersaing di Pilpres 2019. Dari kubu Jokowi, meski sudah mendaftarkan ke KPU, namun masih bongkar pasang karena masih menyisakan waktu sebulan lagi.
Lowongnya posisi ketua timses serta mundurnya Sri Mulyani dari dewan pengarah akan membuat komposisi berubah. Sementara, komposisi timses Prabowo diklaim tinggal memantapkan kesolidan untuk menerima nama Djoko Santoso sebagai ketua.
"Itu yang masih kami bicarakan sebelum daftarkan. Tentunya sejauh ini komunikasi positif menerima nama Pak Djoko Santoso," ujar Wakil Ketua Umum Gerindra, Fadli Zon kepada VIVA, Kamis, 23 Agustus 2018.
Fadli tak menampik alotnya penyusunan timses karena penting untuk memantapkan strategi pemenangan di Pilpres 2019. Selain prioritas kesolidan, faktor lain yang jadi pertimbangan adalah penentuan struktur timses yang hitungannya tidak bisa asal-asalan.
Ia mengibaratkan timses sebagai mesin untuk menerbangkan pesawat mencapai tujuan yang ditargetkan.
"Bagaimana mengenalkan ke masyarakat program visi misi saat kampanye. Persiapkan logistik, strategi lain-lain. Perannya sangat vital," sebut Fadli.
Dari sumber VIVA dalam koalisi menyebut, selain Djoko Santoso, sejumlah nama seperti Gatot Nurmantyo dan Agus Harimurti Yudhoyono atau AHY juga diusulkan sebagai ketua timses. Figur Djoko Santoso didukung Gerindra dan PAN. Namun, tidak dengan PKS dan Demokrat.
"Gatot muncul usulan PKS. Kalau AHY itu maunya Demokrat. Cuma kan AHY masih baru, ini kelemahannya," ujar sumber tersebut.
Pakar hukum Tata Negara Mahfud MD saat menghadiri rapat dengar pendapat umum (RDPU) dengan Pansus Angket KPK di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta. (ANTARA FOTO/M Agung Rajasa)
Sementara, kubu Jokowi juga tak kalah menantang. Sebagai poros petahana, tentu mempertahankan kekuasaan menjadi target penting. Namun, kesolidan Koalisi Indonesia Kerja diuji dengan penolakan Mahfud MD sebagai ketua timses.
Ditolak Mahfud, kubu Jokowi menggodok sejumlah nama untuk diplot sebagai ketua timses. Wakil Presiden RI Jusuf Kalla dipastikan tak mau jadi ketua timses. Ia lebih nyaman di belakang layar atau minimal sebagai dewan pengarah.
Dari informasi bermunculan nama seperti Moeldoko, Gatot Nurmantyo, sampai Luhut Panjaitan diproyeksikan sebagai kandidat ketua timses. Terkait isu ini, Sekretaris Timses Jokowi, Hasto Kristiyanto berkilah urusan ketua timses diserahkan kepada Jokowi.
Ia mengisyaratkan susunan lengkap final timses akan diserahkan ke KPU sebelum tanggal 21 Agustus.
"Itu nanti akan diketahui setelah kita daftarkan ke KPU. Kita pasti ingin tim kampanye bisa bekerja, kami kompak dan terus merancang program-program yang membumi," ujar Hasto di Rumah Cemara, Menteng, Jakarta, 21 Agustus 2018.
Adu Strategi Jubir
Pengalaman Pilpres 2014 dan Pilkada DKI 2017 menjadi guru terbaik untuk timses di Pilpres 2019. Persaingan ketat untuk merebut takhta yang diincar membuat timses masing-masing belajar memperkuat pertahanan dan menyerang kelemahan lawan.
Pengamat politik dari Lembaga Survei Indonesia (LSI) Denny JA, Adjie Alfarabi menyoroti kubu Prabowo. Bagi dia, poros oposisi menyiapkan tim juru bicara yang kuat pemahaman ekonomi.
Keberadaan Kwik Kian Gie hingga Sudirman Said di barisan jubir Prabowo menjadi indikasi untuk menyerang kinerja sektor ekonomi pemerintahan era Jokowi.
"Ini kan menjadi catatan pertarungan perdebatan di Pilpres 2019 bagaimana pencapaian sektor ekonomi Jokowi," sebut Adjie.
Sementara, koalisi Jokowi pun menciutkan daftar jubir mereka. Awalnya digembor-gemborkan ada Farhat Abbas sampai Razman Nasution, namun batal. Kini, justru hampir sebagian kader loyalis partai koalisi menjadi jubir.
Presiden Joko Widodo (kanan) didampingi Juru Bicara Kepresidenan Johan Budi (kiri) saat memberikan keterangan pers di Istana Merdeka, Jakarta. (VIVA/WIdodo S Jusuf)
Beberapa nama seperti Ace Hasan Syadzily, Johan Budi, Arief Budhimanta, Irma Suryani didaftarkan sebagai jubir Jokowi. Dari komposisi nama ini, kubu Jokowi ingin lengkap dalam sektor ekonomi, sosial, sampai politik.
Bagi Adjie, sebagai poros petahana, kubu Jokowi sadar jubir memiliki fungsi duta capres. Citra jubir merupakan penyampai pesan sehingga harus memenuhi unsur kredibel, moralitas yang bisa dipercaya publik.
Menurut dia, hal ini yang mungkin tak masuknya Farhat Abbas Cs dalam susunan timses. "Jubir sebagai duta capres, juga penyampai pesan, oleh krn itu, harus memenuhi dua unsur, kredibel, moral," ujar Adjie menganalisis.
Merespons hal tersebut, kubu Jokowi membantah batal memakai Farhat Abbas Cs sebagai dog fight politician. Sekjen Partai Persatuan Pembangunan Arsul Sani menekankan, Farhat Abbas Cs hanya sebagai influencer bukan jubir.
Arsul memastikan pemilihan jubir sebagai prioritas untuk memenangkan Pilpres 2019. Status kubu petahana menjadi catatan tersendiri agar bisa mempertahankan citra positif.
"Tidak. Kita tidak ada istilah dog fight politician. Kami fokus pada pemenangan dengan menyertakan jubir yang sesuai," Arsul menegaskan.
Selamat bertarung!
Baca Juga
Jurus Timses Trump Gegerkan Amerika