- ANTARA FOTO/ Reno Esnir
VIVA – Siang itu, Gedung Granadi tampak lengang. Hanya terlihat beberapa karyawan yang sedang ngobrol di lobi gedung yang terletak di bilangan Kuningan, Jakarta Selatan ini. Namun, pemandangan berbeda terasa di lantai sembilan. Sejumlah orang terlihat hilir mudik dan keluar masuk di salah satu ruangan yang berlokasi di lantai ini.
Resepsionis yang berjaga tampak sibuk melayani orang yang datang. Sesekali dia mengangkat telepon di atas meja yang ada di depannya. Sambil meminta security untuk mengarahkan tamu dari beragam kalangan dan kepentingan tersebut.
“Mbak, saya ingin maju jadi caleg Berkarya,” ujar salah seorang pria di depan meja resepsionis. “Tolong, saya minta ditaruh di nomor urut satu ya,” ujar pria paruh baya itu menambahkan. Ia tak sendiri, berbekal map di tangan, beberapa orang juga menyampaikan hal yang sama, mendaftar menjadi caleg dari Partai Berkarya.
Berkarya merupakan salah satu partai politik baru yang akan ikut berlaga di Pemilu 2019. Selain partai besutan Hutomo Mandala Putra ini, ada tiga parpol lain yang akan ikut meramaikan Pemilu tahun depan. Mereka adalah Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Partai Persatuan Indonesia (Perindo), dan Partai Gerakan Perubahan Indonesia (Garuda).
Sekjen Partai Berkarya Priyo Budi Santoso berbincang dengan Ketua KPU Arief Budiman usai menyerahkan daftar bakal calon legislatif
Komisi Pemilihan Umum (KPU) menyatakan, keempat parpol ini memenuhi seluruh syarat, mulai tingkat pusat hingga daerah. Bersama partai-partai lama, empat parpol baru ini akan memperebutkan suara kurang lebih 196,5 juta pemilih di Pemilu 2019.
Memikat Hati Rakyat
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), pada tahun 2019 jumlah pemilih pemula sudah mencapai 60 juta orang. Pemilih muda di bawah usia 35 tahun bahkan mendekati angka 100 juta orang. Sementara pemilih perempuan potensinya kurang lebih 97,8 juta pemilih.
Wilayah yang menjadi lumbung suara antara lain Jawa Barat dengan kurang lebih 33,1 juta pemilih, Jawa Timur dengan 31,3 juta pemilih, Jawa tengah 27,5 juta pemilih, Sumatera Utara 10,7 juta pemilih, dan DKI Jakarta 7,9 juta pemilih.
Lembaga survei Charta Politika Indonesia merilis hasil survei tentang potensi pertarungan politik partai. Dari hasil survei itu, Partai Berkarya, yang mempersonifikasi partainya dengan Tommy Soeharto dan kerap menjual romantisme Orde Baru, ternyata tak mendapat dukungan dari masyarakat. Tak ada publik yang menjawab akan memberi dukungan pada partai besutan Hutomo Mandala Putra tersebut. Nasib dua partai baru lain masih lebih baik, karena memperolah 0,2 persen.
"Partai Garuda hanya mendapat suara 0,2 persen, PSI mendapat suara 0,2 persen dan sebanyak 20,2 persen masyarakat masih tidak tahu dan tidak menjawab,” kata Direktur Charta Politika, Yunarto Wijaya.
Beda dengan tiga partai lain yang dari hasil survei Charta Politika sepi dukungan, Perindo masih mampu merebut angka. Partai besutan Harry Tanoe Soedibjo ini mendapat angka sekitar 5-6 persen.
Ketua Umum Partai Perindo Hary Tanoesoedibjo mendaftarkan partainya ke KPU
Dengan nol dukungan tersebut, Partai Berkarya dianggap sedang “berjudi” dengan persepsi khalayak luas, terutama menyangkut kekuatan rujukan (reference power) yang diidentikkan dengan kekuatan politik era Soeharto.
Namun, partai ini tak patah arang. Mereka yakin sekali, peluang mereka terletak pada basis-basis pemilih pedesaan yang rindu zaman Soeharto. Meski, hasil survei Charta Politika menunjukkan, persuasi berbasis romantisme masa Soeharto ini tak lagi efektif. Kegagalan Partai Karya Peduli Bangsa (PKPB) besutan Siti Hardiyanti Rukmana alias Mbak Tutut yang merupakan kakak Tommy menguatkan hasil survei tersebut.
Direktur Eksekutif Voxpol Centre Pangi Syarwi Chaniago menganggap, kerinduan pada mantan presiden terjadi di mana pun. "Apa lagi Soeharto. Kebanggaan dan tentu tidak mau trah Soeharto hilang di kancah politik nasional. Setiap negara itu punya trah atau peradaban. Ketika bapaknya berkuasa, pasti ada kerinduan. Jadi ada kebanggaan untuk meneruskan cerita-cerita kejayaan masa lalu. Bagi mereka, momentum itu ada. Sepanjang bisa mengelola isu tadi, program dan punya figur," ujar Syarwi.
Sekjen Partai Berkarya tak menampik fakta bahwa mereka memang 'menjual' kenangan Indonesia di masa kepemimpinan Soeharto. "Kami memang tidak ragu-ragu dan tidak sungkan-sungkan menyampaikan bahwa nyatanya kami sangat menghormati Pak Harto, Pak Harto adalah simbol, Pak Harto adalah ikon kami, karena di mata kami Pak Harto adalah seorang pemimpin besar pada zamannya," ujar Sekretaris Jenderal Partai Berkarya, Priyo Budi Santoso.
Berbeda dengan Partai Berkarya yang ingin menjual masa lalu, Partai Solidaritas Indonesia atau PSI tampil lebih segar. Sejak awal deklarasi berdirinya, PSI sudah menetapkan posisi yang jelas dalam marketing politiknya untuk fokus pada anak-anak muda. PSI membidik generasi milenial. Sesuai dengan sasarannya, maka PSI memunculkan tokoh-tokoh muda dengan rentang usia antara 22 hingga 45 tahun. PSI juga aktif merespon isu kekinian dan memanfaatkan media sosial dengan maksimal.
Sekretaris Jenderal PSI, Raja Juli Antoni
Sekjen PSI Raja Juli Antoni mengatakan, partainya memang tak ingin melibatkan politisi lama. "Dari set up awal sudah kelihatan bahwa partai ini benar-benar baru. Misalnya dari segi kepengurusan, enggak pernah ada yang menjadi pengurus harian partai manapun sebelumnya. Dari segi usia semua muda. Rata-rata 20 sampai 32 tahunan, ini menunjukkan kemudaan, fresh, segar," ujarnya.
Sementara Perindo mempertegas brandingnya dengan fokus pada isu kesejahteraan dengan memperbanyak program yang membantu menggerakkan ekonomi kerakyatan seperti pelaku UMKM. Melalui iklan di jaringan media miliknya, Harry Tanoesoedibjo atau HT kerap memperlihatkan adegan sedang bersama dengan nelayan, petani, juga pengusaha kecil. Secara rutin MNC, jaringan raksasa media milik HT terus memutar mars partai tersebut, membuat anak-anak menjadi fasih menyanyikan mars Perindo.
Sekjen Perindo Ahmad Rofiq mengatakan, partainya tak tersegmentasi. Artinya, semua kalangan disasar. Menurutnya, hal itu dilakukan karena pemilu hari ini pemilihnya lebih independen dan masyarakat makin mengetahui informasi.
"Semua lapisan harus disentuh apakah pemilih pemula atau pemilih perempuan atau berdasarkan lintas profesi atau masyarakat perkampungan, semua kita lakukan pendekatan semaksimal mungkin agar partai ini jauh lebih dikenal dan diterima masyarakat," ujarnya.
Dari empat partai baru tersebut, hal yang belum jelas dari aspek interaksi diferensial adalah Partai Garuda. Partai yang dideklarasikan pada tanggal 16 April 2015 dan dipimpin Ahmad Ridha Sabana ini belum terlihat jelas fokusnya. Di laman resminya, Partai Garuda menyatakan memprioritaskan pemilih muda sebagai target utama. Tetapi prioritas itu tak berbanding lurus dengan penampilan, gagasan, dan pendekatan yang digunakan dengan pasar anak muda yang menjadi sasaran target mereka.
Ketua Umum Partai Garuda Ahmad Ridha Sabana dalam wawancaranya dengan VIVA beberapa waktu lalu mengatakan, sebenarnya partainya tak secara khusus membidik generasi milenial. Namun pada perkembangan partai ternyata banyak anak muda usia 21 hingga 25 tahun menjadi bagian dari pengurus Partai Garuda. Bagi Ahmad Ridha dan pengurus Partai Garuda lainnya, soal usia tidak menjadi pertimbangan utama, karena target mereka adalah menguasai parlemen terlebih dahulu.
"Kita ingin parlemen diisi oleh anak-anak muda yang bersih, tak punya beban hutang masa lalu, dan transparan," ujarnya.
Pasang Target Tinggi
Hasil survei boleh jelek, tapi itu tak melemahkan semangat parpol baru untuk berjuang merebut suara rakyat. Priyo bahkan berani menargetkan, partainya akan mampu menyabet 80 kursi di DPR RI. Priyo tak menampik bahwa angka itu sebenarnya terlalu tinggi. Tapi ia dan partainya akan terus melaju.
"Mungkin sebagian orang mengatakan ini ambisius, silahkan. Tapi kami punya hitungan-hitungan tersendiri, punya kalkulasi tersendiri, punya survei tersendiri yang memang tidak kami publish, jadi hanya untuk itu intern kami. Dan kami meyakini 80 kursi DPR RI," ujar mantan politikus Partai Golkar ini.
Berbeda dengan Partai Berkarya, Partai Garuda mengaku pragmatis untuk kursi parlemen. "Untuk di daerah-daerah saya targetkan mereka harus punya satu fraksi di Kabupaten/Kota dan di Provinsi. Bahkan untuk di daerah-daerah potensial kami minta untuk mereka ambil kursi pimpinan di daerah, kalau bisa pegang palu lah," kata Ahmad Ridha.
Sementara untuk target di DPR RI, tak hanya menetapkan untuk lolos parlementary treshold, partai ini membidik suara hingga 7,5 persen. "Kami sudah memetakan di seluruh indonesia dapil mana berdasarkan dua pemilu yang lalu yang punya peluang untuk kita rebut. Saya kira kalau 35-40 kursi DPR RI saya kira kami bisa sampai target itu. Dulu untuk DPR RI ada 77 dapil, sekarang ada 80 dapil. Dari 77 dapil yang ada saja saya sudah memetakan dan saya merasa yakin 39 dapil bisa kami rebut," katanya menegaskan.
Ketua Umum Partai Garuda, Ahmad Ridha Sabana
Jika Partai Berkarya dan Partai Garuda menyebut dengan jelas target mereka menghadapi Pemilu Legislatif, Partai Solidaritas Indonesia dan Perindo tak secara spesifik menyebut berapa target perolehan suara mereka. Sekjen PSI Raja Juli Antoni hanya menyebut partainya menargetkan angka dua digit. Sedangkan Perindo berkelit saat ditanya berapa target perolehan suara mereka untuk parlemen.
"Perindo bukan seperti partai kebanyakan, tak kedepankan wacana tapi lebih kedepankan bagian dari program yang masyarakat Indonesia rasakan secara langsung. Kalau kita lihat praktik partai-partai hanya sampaikan visi misi, kami memberikan secara langsung pada masyarakat. Mereka bisa ketahui program partai sehingga dengan program ini masyarakat bisa berikan dukungan secara maksimal," ujar Ahmad Taufik.
Amunisi dan Diferensiasi
Target boleh tinggi, tapi target bisa jadi akan sulit terkejar tanpa logistik yang memadai. Sebab, salah satu hal terpenting dalam proses perjalanan parpol adalah pendanaan. Pemerintah, melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 1 Tahun 2018 tentang Perubahan Kedua atas PP Nomor 5 Tahun 2009 tentang Bantuan Keuangan kepada Partai Politik menyatakan setiap parpol mendapat dana bantuan dengan jumlah Rp1000 per suara untuk partai tingkat pusat. Sementara tingkat provinsi adalah Rp1.200 per suara, dan tingkat kabupaten atau kota ditetapkan sebesar Rp1.500 per suara, tapi jumlah itu dirasa masih kurang.
Itu sebabnya masing-masing parpol juga terus bergerak mencari pendanaan untuk operasional partai mereka. Meski diizinkan menerima donasi, sayangnya empat partai baru ini memilih memberi jawaban normatif. Partai Garuda mengatakan, bahwa partai mereka berjalan dengan pendanaan yang ditanggung bersama antara partai dan anggota. Ahmad Ridha menampik bahwa menjalankan partai butuh biaya besar. Menurutnya, jika menguasai teknologi, biaya yang terlihat besar bisa ditekan.
Meski tak menyebutkan sumber dana, Perindo menjamin caleg mereka akan mendapatkan dukungan penuh dari partai. "Partai akan mengeluarkan seluruh kemampuan untuk memenangkan caleg, dan caleg harus mengeluarkan seluruh kemampuannya juga untuk memenangkan Pileg. Jadi simbiosis mutualistis," ujar Ahmad Rofiq.
Sementara Partai Berkarya, sesuai dengan basisnya yang berpijak pada masa Orde Baru, jawaban mereka saat ditanya soal pendanaan partai juga jawaban yang beraroma masa lalu. Priyo Budi Santoso menyebut gotong royong soal perolehan dana partai mereka. Gotong royong yang dimaksud Priyo adalah adanya kerja sama antara partai dan anggota.
Walau memberi jawaban yang berbeda dengan Partai Berkarya, tapi Sekjen PSI juga mengatakan bahwa pada intinya partai mereka didanai bersama. PSI memang membuatkan video kampanye untuk masing-masing calegnya, juga membuatkan websitenya. "Tapi tak ada pernyataan bahwa caleg didanai partai. PSI adalah partai baru yang didanai bareng-bareng," ujar Juli.
Kotak suara
Tahun depan, seluruh rangkaian Pemilu akan digelar. Proses pemilu sudah pasti menjadi penentu, bagaimana positioning sesungguhnya empat partai baru ini di hadapan publik. Pemilu juga akan menjadi ujian bagi parpol untuk menentukan, apakah mereka cukup dipercaya publik sehingga mampu bertahan, atau mereka tak cukup seksi untuk dilirik hingga akhirnya terbenam.
Direktur Eksekutif Voxpol Centre Pangi Syarwi Chaniago menyarankan agar partai baru memiliki diferensiasi yang kuat untuk membuat mereka makin dikenal publik dan bisa bertahan. "Partai baru ini belum teruji. Tentu mereka harus mempersiapkan diri dan bekerja keras lagi untuk mendapatkan simpati agar masyarakat memilih mereka. Tentu saja butuh diferensiasi yang membedakan partai tersebut dengan partai lain. Karena ini partai baru, mesin kaderisasinya memang belum berjalan sempurna dibanding partai tua yang mesin partainya berjalan lebih bagus," ujarnya.
Menurut Pangi, popularitas saja tak cukup karena parpol juga butuh amunisi, personal branding yang bagus, target yang realistis, termasuk bagaimana parpol membangun isu yang memberi dampak positif bagi mereka. Ia menunjuk PDI Perjuangan dan Golkar sebagai partai yang sudah kuat memposisikan diri. Kedua partai tersebut, menurut Pangi, tak pernah bicara antikorupsi, namun lebih memilih bicara soal membangun Indonesia.
"Bahwa partai baru lebih bersih itu iya, tapi sering kali setelah berkuasa, mereka akhirnya korupsi juga," ujarnya.
Pangi menyarankan agar partai baru tak perlu memiliki program yang mengawang-awang, tapi cukup program yang dimengerti masyarakat. Karena buat masyarakat, mereka hanya melihat hal sederhana, bahwa mereka memilih berdasarkan keuntungan yang bisa mereka dapatkan. Jika sebuah partai baru mampu menjawab itu, maka partai tersebut memiliki kesempatan untuk bertahan. Jika tidak, maka publik akan meninggalkannya.
Dengan tingkat kepercayaan publik negeri ini yang demikian rendah pada parpol, jelas parpol baru butuh upaya lebih keras lagi untuk merebut hati pemilih dan kemudian memenangkan kontestasi. (mus)
Baca Juga