- VIVA/Dwi Royanto
VIVA – Jumat siang, 29 Juni 2018, belasan pemuda berbondong-bondong keluar dari lift lantai 9 sebuah gedung yang terletak di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan.
Mereka terlihat kompak, mengenakan pakaian dengan leher terlilit selendang. Semuanya serba warna putih. Petugas keamanan gedung dengan sigap mengantar mereka ke sebuah ruangan khusus di gedung tersebut.
Para pemuda dengan seragam warna putih itu adalah Relawan Selendang Putih (RSP). Mereka adalah relawan yang mendorong mantan Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo maju pada Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019.
Hari itu, mereka mendatangi Gedung Grahadi tempat berkantornya para petinggi Partai Berkarya, partai besutan Tommy Soeharto. Mereka diterima oleh Sekretaris Jenderal DPP Partai Berkarya, Priyo Budi Santoso.
Suhu politik nasional kembali menghangat usai pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak. Jelang pendaftaran calon presiden dan wakil presiden untuk Pilpres 2019 pada 4-10 Agustus, partai politik dan sejumlah tokoh bermanuver terkait koalisi dan posisi. Juga relawan yang melakukan beragam cara guna memikat hati Jokowi.
Gerak Relawan
Ketua Relawan Selendang Putih Rama Yumatha mengatakan, sejak awal organisasinya mendorong Gatot mencalonkan diri sebagai presiden untuk periode 2019-2024.
"Sampai hari ini kami menunggu, dan penuh keyakinan agar Pak Gatot menjadi RI-1. Gerakan-gerakan kita masif, dan terus bertempur, baik media maupun di daerah, mensosialisasikan Pak Gatot," kata Rama kepada VIVA.
Tak cuma itu, mereka juga berkomunikasi dengan partai politik guna mendukung Gatot. Pasalnya, Rama mengakui, untuk mencalonkan diri sebagai capres maupun cawapres membutuhkan kendaraan, yaitu partai politik.
"Alhamdulillah. Sejauh ini partai-partai welcome. Insya Allah pasti, tapi lihat nanti saja partainya apa. Kita sangat optimistis untuk itu," ujarnya menambahkan.
Rama pun tak sungkan menyebut sejumlah partai politik yang sudah bertemu dan berkomunikasi dengannya, seperti Partai Demokrat, PKS, Partai Berkarya, dan PAN. Ketika ditanya apakah Gatot tidak tertarik untuk menjadi cawapres mendampingi Jokowi atau Prabowo Subianto, Rama menyerahkan semuanya ke Gatot.
"Setahu saya, sih, Pak Gatot itu orangnya idealis dan tegas. Dia punya visi dan bukan seorang politisi. Ketegasan itulah modal seorang pemimpin," ujarnya.
Dari sisi elektoral atau elektabilitas, Rama melihat elektabilitas Gatot terus meningkat, di mana dukungan untuk Gatot mencapai 3 jutaan orang. "Itu bukan hasil survei, ya. Kita tidak pernah menggunakan survei. Kita melihat dari daerah-daerah.”
Relawan Jokowi-Cak Imim (Join) juga memiliki keyakinan yang sama. Relawan Join yang juga menjabat sebagai Wakil Sekretaris PWNU DKI Jakarta, Husni Mubarok Amir yakin, nama Muhaimin Iskandar atau Cak Imin merupakan salah satu yang bakal dipertimbangkan Jokowi untuk menjadi calon wakil presiden.
"Apapun nanti yang diputuskan Pak Jokowi, karena Cak Imin bersama PKB memang sudah bersama-sama sejak tahun 2014, posisi itu tidak berubah. Kami tetap berada di dalam barisan Pak Jokowi. Apalagi, Cak Imin sudah menegaskan kembali bahwa PKB akan tetap bersama Pak Jokowi," tutur Husni kepada VIVA.
Ia kemudian membeberkan satu-persatu kelebihan Cak Imin dibandingkan tokoh lainnya. Pertama, Cak Imin adalah representasi utama dari Nahdlatul Ulama. sebab, ia mantan Ketua Umum PB PMII, salah satu organisasi Banom Nahdatul Ulama.
Kedua, sampai saat ini tidak pernah atau tidak ada orang yang dari unsur NU yang kelihatannya bisa mewakili suara Nahdlatul Ulama di akar rumput.
Ketiga, Cak Imin dianggap mewakili kelompok Islam Moderat yang mampu membendung serangan-serangan kepada Jokowi dari kelompok kanan atau kelompok-kelompok tertentu yang selalu membawa isu SARA di dalam setiap pemilu.
"Kalau dari sisi elektoral sudah pasti Cak Imin sampai hari ini memiliki tingkat popularitas yang cukup bagus. Bahkan, di antara tokoh-tokoh partai pengusung Jokowi lainnya, masih relatif unggul."
Wapres Pilihan Jokowi
Ketua Umum Pro Jokowi (Projo), Budi Arie Setiadi menuturkan, dalam situasi politik seperti sekarang Jokowi seperti kesulitan dalam menentukan satu dari sekian banyak nama yang ditawarkan sejumlah partai politik maupun non-parpol. Namun, ia menyebut cawapres ideal Jokowi harus diterima semua parpol pendukung dan masyarakat. Selain itu, figur ini tidak membuat ada friksi-friksi di kemudian hari.
Meski ada sejumlah nama yang mencuat dari unsur parpol seperti Muhaimin Iskandar dan Airlangga Hartarto, dan dari non-parpol terdapat Sri Mulyani Indrawati, Tuan Guru Bajang, Moeldoko, dan Mahfud MD, Budi tetap enggan membuka rahasia tokoh yang cocok mendampingi Jokowi.
"Kita tidak bisa menilai sekarang. Karena polling-nya juga baru dibuka. Nanti tanggal 4 Agustus polling ditutup, dan pada waktunya kita akan launching hasil polling kita. Saat ini kita lagi menyerap aspirasi rakyat melalui polling," ujar Budi kepada VIVA.
Kordinator Nasional Golkar Jokowi (GOJO), Rizal Mallarangeng mengatakan, Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto adalah tokoh politik yang cocok mendampingi Jokowi. Untuk itu, Gojo melakukan berbagai hal. Mulai dari penggalangan dukungan di akar rumput Golkar, masyarakat umum. Selain itu GOJO juga aktif di media sosial, mempromosikan Jokowi Golkar dan Airlangga, sekaligus menunjukkan bahwa Golkar memang partai yang bisa diandalkan.
"Dan terbukti empat bulan terakhir ini sangat bagus hasilnya. Golkar mulai naik, Pak Airlangga mulai banyak dikenal, dan berbagai macam hal yang lainnya," kata Rizal kepada VIVA.
Menurut dia, kandidat cawapres untuk Jokowi yang ideal adalah memiliki akar politik yang kuat yang dapat membantu Jokowi, baik di parlemen maupun di partai politik. Sebab, demokrasi Indonesia saat ini ada di tangan partai politik di parlemen. Selanjutnya, kemampuan teknokratis. Artinya, sosok tersebut harus mengerti ekonomi, industri, revolusi digital yang bisa melihat ke depan. "Dan itu semua ada di Pak Airlangga," ujarnya menegaskan.
Sementara, Ketua Dewan Pembina DPP Penerang TGB Aceh, Mulyadi Nurdin, menanggapi nama TGB yang digadang-gadang sebagai tokoh yang layak menjadi cawapres Jokowi. Menurut dia, hal itu diserahkan sepenuhnya kepada TGB.
"Intinya kami terima apapun pilihan beliau. Tidak mesti di politik kan, di agama pun, atau di daerah juga. Kami tidak bicara satu sisi politik saja. Kami ingin beliau jadi tokoh Indonesia," kata Mulyadi kepada VIVA.
Ia juga melihat bahwa TGB adalah tokoh yang dibutuhkan bangsa Indonesia. Mulyadi menegaskan, Indonesia membutuhkan tokoh-tokoh yang dapat mendamaikan suasana. Apalagi di tahun politik sekarang ini.
"Banyak sekali isu yang berkembang seperti isu SARA. Kita butuh orang yang dapat menyejukkan suasana, dan TGB itu sejauh ini sangat menyejukkan. Kita butuh Indonesia yang damai, yang tentram." (mus)