SOROT 506

Membidik Wisata Petualangan

Arung jeram/wisata petualangan.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/HO/LASSAK IMAJI/Tagor Siagian

VIVA – Pagi itu di Desa Jurangmangu, Kabupaten Pemalang, Jawa Tengah, suasana tak sehening biasanya. Puluhan orang telah memenuhi balai desa yang terletak di lereng Gunung Slamet tersebut.

Masalah Persib Jelang Laga Lawan Lion City Sailors di Liga Champions Asia 2

Mereka adalah peserta dan panitia North Slamet Gravity Adventure (NSGA) 2018. Bersama masyarakat setempat, semua berkumpul dan berdoa bersama agar petualangan yang akan dilakukan berjalan dengan lancar.

NSGA merupakan salah satu paket wisata petualangan yang digelar pada 20-22 Januari lalu. Tidak hanya naik gunung biasa, paket wisata ini diperuntukkan bagi para penghobi olah raga bersepeda, khususnya downhill.

Menggugah Kesadaran Sosial dengan Humor, Kisah Inspiratif Lutfi Afansyah di TikTok

Kerja sama lintas komunitas, pemerintah desa, dan masyarakat setempat ini, adalah langkah awal untuk menjadikan Jurangmangu sebagai desa wisata petualangan di tanah Jawa.

Setelah melakukan serangkaian seremoni di Balai Desa, mereka pun bersiap untuk memulai petualangan. Rombongan dibagi dua. Tim pertama adalah para porter yang membawa peralatan dan logistik, dan tim kedua adalah rider atau pesepeda.

Debat Kedua Pilgub Sumut 2024, KPU: Beradu Gagasan dan Ide untuk Membangun Sumut

Sesampainya di pos delapan atau pos sebelum puncak Gunung Slamet, para wisatawan menginap untuk mempersiapkan diri gowes turun gunung pagi harinya. Tenda-tenda dan makanan pun telah disiapkan, yang merupakan satu paket dari wisata petualangan tersebut.

Trek menuju Gunung Slamet.

Jalur menuju Gunung Slamet. (U-Report)

Sebelum matahari terbit, para peserta sudah harus berangkat menuju titik start untuk turun dengan sepeda di daerah Lawangan. Daerah tersebut merupakan perbatasan vegetasi dengan jalur puncak Slamet.

Peralatan sepeda downhill pun disiapkan dengan baik, begitu pula mental sang rider yang haus akan petualangan. Dan akhirnya mereka pun meluncur dari ketinggian 3.O30 MDPL menuju titik finish yang disiapkan di Jurangmangu, yang berada di ketinggian 1.200 MDPL.

Acara tersebut merupakan promosi wisata petualangan bersepeda di Gunung Slamet. Ada 12 rider profesional yang melatih puluhan masyarakat desa setempat, yang nantinya akan menjadi porter dalam paket wisata petualangan yang disajikan di kawasan tersebut. Paket wisata itu pun dibanderol sekitar Rp1,5 juta per orang. 

"Idenya muncul setelah rencana awal saya yang ingin mengkaryakan desa Jurangmangu ini menjadi desa wisata. Saya merencanakan membuat desa Bike Park," kata Malvin Elzamany, salah satu penggagas wisata petualangan sepeda Jurangmangu, kepada VIVA, Kamis 7 Juni 2018.

Dia menuturkan, selain paket petualangan bersepeda di Gunung Slamet, biaya paket wisata tersebut sudah termasuk penginapan, makan dan didampingi dua porter untuk membawa barang peserta. Satu porter membawa sepeda peserta, satu lagi membawa barang-barang peserta.

Wisata ini tergolong aman, meski ekstrem. Beberapa jalur yang melewati daerah berbahaya sudah diantisipasi dengan baik. Sehingga bisa meminimalisir risiko kecelakaan.

Dongkrak Ekonomi

Di Indonesia, prospek wisata petualangan sangat menjanjikan. Perubahan tren menunjukkan bahwa sektor ini terus meningkat. Dengan kekayaan alam Indonesia bisa dikembangkan untuk dua kategori.

Pertama adalah wisata petualangan dengan penuh tantangan, dan yang kedua wisata yang sifatnya hanya fun saja. Untuk wisata petualangan, tidak terlalu membutuhkan infrastruktur yang begitu serius, sebab lebih alami maka akan menjadi lebih seru.

Untuk kategori kedua, membutuhkan infrastruktur dan peralatan atau perlengkapan yang standar. Seperti petualangan bersepeda di gunung yang disajikan di Jurangmangu.

Berbicara mengenani pengembangan wisata petualangan, butuh kontribusi berbagai elemen di daerah terkait. Pemerintah Daerah hingga warga setempat memiliki peran penting. Karena sejatinya, tidaklah berarti bila wisata di suatu tempat maju tapi tidak bisa mensejahterakan warga setempat. Hal tersebut pun diakui oleh Malvin. Meningkatkan kesejahteraan warga setempat menjadi salah satu misinya mengembangkan potensi tersebut di Jurangmangu.

"Ini bisa menjadi peluang bisnis untuk masyarakat sekitar," ujarnya.

Kegiatan masyarakat di kaki Gunung Slamet

Kegiatan masyarakat di kaki Gunung Slamet. (VIVA/Dwi Royanto)

Dia mencontohkan, untuk sekali paket bersepeda di gunung yang diikuti 15 peserta, bisa merekrut sedikitnya 30 warga setempat sebagai porter. Honor uang yang didapat warga pun menggiurkan, Rp600 ribu per orang untuk satu kali paket wisata.

"Pendapatan atau faktor ekonomi yang berbeda jika dibandingkan dengan faktor ekonomi yang sebelumnya mereka rasakan di desa. Karena, mereka kan hanya bertani dan berternak kambing," ungkapnya.

Ke depan, menurut dia, manfaat di sisi ekonominya akan lebih luas lagi dirasakan warga. Sebab, kawasan wisata petualangan di daerah itu akan dikembangkan oleh Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) setempat.

Di tangan BUMDes nantinya kawasan wisata petualangan Jurangmangu akan ada berbagai jenis pilihan wisata. Antara lain beberapa titik tempat swafoto, area kemping, kampung wisata dan wisata mendaki Gunung Slamet.

"Itu semuanya akan menjadi satu rancangan besar di Jurangmangu Adventure Village, tapi tahap awal kita yaitu Bike Park ini," katanya menjelaskan.

Belum maksimal

Dengan segala potensi alam yang dimiliki Indonesia, Pemerintah memasang target optimistis wisata petualangan bisa mendongrak ekonomi Indonesia di masa depan. Bahkan, pada 2019 ditargetkan jumlah wisatawan yang menikmati wisata jenis ini mencapai dua juta orang.

Kepala Bidang Wisata Petualangan Deputi Bidang Pengembangan Industri dan Kelembagaan, Kementerian Pariwisata Kusnoto mengungkapkan, tanda-tanda target tersebut akan tercapai sudah terlihat sejak beberapa tahun lalu. 

Data Kemenpar pada 2015 menunjukkan, total wisatawan, baik domestik maupun mancanegara yang berkunjung ke tempat wisata petualangan mencapai 687.538 orang. Terdiri dari, wisata arung jeram dan wisata air sudah 565.337 wisatawan, pendakian gunung 77.046 orang, telusur gua ada 17.604 orang, dan paralayang itu ada 27.551 orang.

Wisatawan menyelam di gua bawah air Pulau Senoa, Natuna, Kepulauan Riau, Minggu (30/7/2017).

Wisatawan menyelam di gua bawah air Pulau Senoa, Natuna, Kepulauan Riau. (ANTARA FOTO/M Agung Rajasa)

Dua tahun terakhir pada 2016-2017 pemerintah pun meyakini, jumlahnya terus mengalami peningkatan. Seiring dengan semakin banyaknya jenis wisata petualangan yang ditawarkan di Indonesia. "Untuk tahun 2016-2017 mungkin jumlahnya melebihi itu," katanya menambahkan.

Hal senada disampaikan Koordinator Eiger Adventure Service Team (EAST) Galih Donikara. Menurut dia, saking bersarnya poternsi wisata petualangan di Indonesia, bisa diandalkan menjadi salah satu pendorong ekonomi nasional. 

Terlebih lagi, saat ini banyak destinasi-destinasi wisata petualangan baru yang dibuka. Hal tersebut jelas menjadi daya tarik wisata petualangan di Indonesia. "National Geographic menilai, Indonesia tidak usah jual minyak dan gas alam, cukup wisata," katanya.

Namun dia menyayangkan, saat ini masih banyak pengelola wisata petualangan di Indonesia justru warga asing. Poin ini yang harus menjadi perhatian pemerintah di masa depan. "Mereka (warga asing) lebih sadar duluan nilai wisata di Indonesia dibandingkan dengan kita.

Kusnoto mengakui, kontribusi wisata petualangan masih kecil terhadap total pariwisata Indonesia. Meskipun saat ini peminatnya membludak seiring dengan munculnya objek-objek wisata baru.  "Hasil survei nasional selama ini yang diminati 60 persen budaya, 35 persen alam, dan 5 persen wisata buatan," katanya.

Menurut dia, tim percepatan pengembangan wisata pun saat ini terus mengidentifikasi permasalahan dan mencari inovasi yang terbaik untuk mengembangkan potensi wisata petualangan ini. Semua pihak terkait pun dilibatkan. 

Hasil sementara ada beberapa hal yang jadi perhatian. Antara lain, terkait standar usaha yang mencakup standar operasional prosedur yang diterapkan dan keselamatan para wisatawan. Hal tersebut lah yang saat ini masih digodok Kementerian Pariwisata.

"Kalau semua sudah ada standar, kami lebih mudah mengaturnya," katanya. (hd)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya