SOROT 502

Bergerak dalam Aktivitas Religi

Sorot ghirah - Umat muslim muda menghafal ayat Alquran
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Ampelsa

VIVA –  "Berikan aku 10 pemuda, maka akan aku guncang dunia," pernyataan terkenal itu pernah disampaikan oleh Sukarno, Presiden pertama RI.

Sukarno sepertinya sangat menyadari, betapa bergairah dan perkasanya seorang pemuda. Jika mereka bergabung, dampaknya akan dahsyat. Kalimat itu juga masih relevan hingga sekarang.

Bermula pada era tahun 2000-an, banyak kegiatan yang dipenuhi kaum muda. Ditandai dengan maraknya aktivitas di masjid, pengajian, kegiatan keagamaan, hingga aktivitas sosial. Bahkan, ibadah umrah dan haji juga sudah diwarnai kelompok usia itu. 

Gairah beragama kaum muda terefleksikan melalui aktivitas yang unik dan sarat dengan nilai-nilai agama. Beberapa kegiatan yang mereka gagas bahkan berhasil bertahan melewati tahun demi tahun dan tetap konsisten. 

Kegiatannya semakin membesar, relawannya mencapai ribuan dan tersebar di banyak provinsi. Aktivitas itu dijalankan dengan konsisten, selain sebagai dakwah, juga dirasakan sebagai cara untuk merefleksikan nilai-nilai Islami yang menjadi pegangan hidup. 

Sorot ghirah - Umat muslim membaca (tadarus) Al Quran

Ricky Rinaldi, penggagas One Day One Juz dan Gita Saraswati, pencetus Gerakan Mukena Bersih, tak pernah menduga. Kegiatan yang awalnya hanya untuk menjalankan ajaran agama ternyata mampu menggerakkan publik untuk melakukan hal yang sama. 

Diawali beberapa orang, kegiatan mereka kini sudah memiliki pengikut hingga ribuan bahkan puluhan ribu. Begitu pula dengan artis-artis yang hijrah dan mengadakan pengajian.  Aktivitas mereka makin padat, dan kalangan selebritas yang bergabung juga bertambah banyak. 

Dari banyak kegiatan keagamaan yang digagas oleh kaum muda, beberapa di antaranya menarik dan populer.

One Day One Juz
Ramadan tahun 2013, Ricky Adrinaldi dan teman-temannya yang sedang bersemangat belajar agama bertekad untuk melakukan tilawah Alquran rutin. Mereka menghabiskan 30 juz Alquran selama Ramadan.

Hadiri Pengajian di Rumah Mendiang Ibunda Jokowi, Ahmad Luthfi: Eyang Noto adalah Eyang Kami

Artinya, satu hari mereka akan menyelesaikan membaca satu juz Alquran. "Awalnya, kami hanya menginginkan bagaimana manusia itu bisa mencintai Alquran, bisa membaca Alquran setiap hari, bisa memahami Alquran dengan baik. Jadi kami hanya ingin bisa konsisten membaca Alquran setiap hari," ujar Ricky kepada VIVA. Itu sebabnya, kelompok ini menamakan diri One Day One Juz (ODOJ).

Mereka lalu membuat kelompok beranggotakan 30 orang dengan tujuan saling memberi dukungan agar rekan dalam grupnya berhasil menamatkan satu juz setiap hari. Awalnya tak mudah mencari orang dan meyakinkan mereka bahwa menamatkan bacaan Alquran sebanyak satu juz dalam sehari bisa dilakukan. 

Jordi Onsu Resmi Mualaf?

Setelah dua pekan, akhirnya grup terbentuk. Mereka mulai menjalankan niat baik itu. Pada 3 November 2013, kelompok ini berhasil menyelesaikan 30 juz bersama-sama.  

Komunitas One Day One Jus (ODOJ)

Polisi Tangkap Pengajar di Lampung Karena Cabuli 4 Murid Sejak 2023, Begini Modus Operandinya

Keberhasilan itu ternyata menarik minat lingkungan terdekat mereka. Berawal dari satu kelompok, akhirnya terbentuk kelompok-kelompok lain. 

Semangat ingin menularkan kebaikan membuat anak-anak muda yang berusia 20 hingga 30an tahun dan sebagian besar berstatus mahasiswa itu terpikir untuk menularkan perbuatan baik ini kepada sebanyak-banyaknya orang. 

Maka pada 11 November 2013, mereka melakukan soft launching di Jakarta dengan 20 grup. Soft launching ini berdampak cepat, Januari 2014, sekitar 20.000 ribu orang menyatakan bergabung dalam kegiatan ini. 

Pada 4 Mei 2014, grand launching dilakukan di Masjid Istiqlal, Jakarta Pusat. "Itu menjadi rekor dunia karena pertama kalinya ada tilawah yang dihadiri oleh 70 ribu orang di dunia. Itu 'puncak' yang membuat teman-teman tambah semangat sampai membuat kepengurusan dari tingkat pusat hingga di daerah, bahkan perwakilan luar negeri. Kami buat koordinator admin pusat, tingkat area/daerah, begitu seterusnya, dan Alhamdulillah sekarang itu berjalan," kisah Ricky. 

Gerakan One Day One Juz terus bergulir. Kini, sudah ada 200 Dewan Perwakilan Area (DPA) di Indonesia dan luar negeri. DPA ini terus bergerak secara offline di daerahnya masing-masing dengan kegiatan membagikan Alquran dan kajian tafsir. 

Kemudian ada program NgaOS (Ngaji on the Street) seperti ngaji di tempat-tempat umum, di rest area, tepi pantai, kereta, dan sebagainya. Selain itu, anggota kelompok ini kerap aktif dalam aksi-aksi sosial seperti Aksi Bela Palestina atau aksi kemanusiaan lainnya.

Menurut catatan Ricky, tahun ini atau lima tahun setelah launching pertama, ODOJ kini sudah memiliki sekitar 113.000 anggota yang terbagi dalam 40.000 kelompok tilawah. Anggota mereka juga tak hanya berada di Indonesia, tapi juga di Malaysia, Taiwan, Hong Kong, Amerika, dan negara lain.

Gerakan Mukena Bersih
Saat akan menunaikan salat di sebuah kantor, Gita Saraswati kaget bukan kepalang. Mukena yang tersedia di musala tampak kumal, lusuh, dan berbau tak sedap. Sejenak ia menghela napas, lalu meletakkan kembali mukena tersebut. 

Sebagai muslimah, hatinya terusik. "Bukankah kebersihan sebagian dari iman? Ini kan cerminan perilaku dan akhlak umat Muslim," batinnya. 

Apalagi, musala tempat Gita akan menunaikan salat berada di sebuah perusahaan besar. "Saya mikirnya, musala di tempat orang-orang pintar saja seperti ini, bagaimana di tempat lain. Ini kan terkait sama pemahaman beragama kita," ujarnya.

Tapi, Gita enggan menyalahkan orang lain atas kondisi tersebut. Ia memilih bersikap dan mengambil peran agar mukena di tempat umum bisa layak digunakan. 

Esoknya ia kembali datang ke musala dengan membawa beberapa mukena yang baru, bersih, dan wangi. Mukena yang kotor ia ambil untuk dibawa pulang dan dicuci. 

Sejak itu, ia mulai rajin menyambangi musala di area publik sambil membawa sepaket mukena bersih. Ia lalu mengambil dan membawa pulang mukena yang kotor untuk dicuci, kemudian dikembalikan dalam keadaan bersih dan layak dikenakan untuk salat.

Gita tahu, musala di Jakarta berjumlah ribuan, dan kondisi mukena yang tak layak digunakan untuk salat jumlahnya bisa puluhan ribu. Menyadari tak mungkin melakukan aksi tersebut sendirian, Gita mengajak sahabatnya bergabung. 

Ajakan yang baik, disambut dengan gembira. Maka bergabunglah Diana Herutami, Dewi H. Gondokoesoemo, Indrawati DP, Niken Pongky, dan Siska Utami sebagai relawan. Agar kegiatan lebih terarah dan meluas, maka enam sahabat ini mendeklarasikan berdirinya Gerakan Mukena Bersih pada 27 Desember 2007, bertepatan dengan Tahun Baru Islam 1429 Hijriah. 

Ilustrasi wanita mengenakan mukena

Gerakan Mukena Bersih siap memastikan ketersediaan mukena bersih di tempat ibadah umum, agar para muslimah dapat khusyuk beribadah. "Ke mal saja bisa rapi, masak beribadah dengan mukena kotor. Malu dong sama Allah," kata Gita. 

Aksi Gita dan enam sahabatnya terus meluas dan mendapat dukungan. Tak hanya di mal, kegiatan membersihkan mukena juga dikenalkan ke sekolah dan perkantoran. Relawan aksi ini sudah mencapai ribuan, dan kegiatan terus berjalan. 

Mei 2010, Gerakan Mukena Bersih mendirikan sekretariat di Kemang, Jakarta Selatan. Jumlah relawannya sudah mencapai seribuan dan tersebar di 83 kota di Indonesia. Relawan ini datang dari beragam usia dan profesi. 

Tak hanya perempuan, laki-laki juga banyak yang terlibat dalam gerakan ini. Setiap relawan yang mendaftar, akan diberikan satu paket berisi empat mukena. 

Dua untuk ditaruh, dan dua akan menjadi cadangan ketika mukena yang ditaruh akan dicuci. Meski ini adalah kegiatan yang sukarela, mukena yang diberikan tetap berkualitas baik. 

Bagi Gita dan Gerakan Mukena Bersih, hal yang ingin mereka capai adalah pembelajaran pada masyarakat untuk selalu menyediakan mukena bersih untuk beribadah. Program ini juga melatih relawan untuk belajar mengemban amanah dan melayani sesama umat. 

"Kami tidak punya target tempat, tapi kami punya target, yaitu manusianya. Sehingga manusianya itu bisa menjadi contoh untuk orang lain, di mana dia meletakkan mukena itu bisa menginspirasi orang lain agar bisa lebih peduli pada sarana atau fasilitas untuk ibadah lainnya. Dan Alhamdulillah sudah banyak juga yang mengikuti kami sekarang," tutur Gita. 

Kini, Gerakan Mukena Bersih sudah memasuki tahun ke-11. Gita dan kawan-kawannya tak surut. 

Mereka, dan ribuan relawannya konsisten mendatangi masjid serta musala umum di sekitar kota mereka untuk mengambil mukena yang kotor, lalu menggantinya dengan yang baru, wangi, dan bersih.

Pengajian Artis
Tak hanya kaum muda dari non figur publik yang sedang meningkat gairah keagamaannya. Di lingkungan selebritas juga terasa gairah yang sama. Satu per satu artis muda memutuskan mengenakan hijab. Bahkan, yang sudah berhijab memutuskan mengenakan niqab atau cadar. 

Selebritas pria juga begitu, satu per satu menunjukkan perilaku mereka yang semakin menjauhi gemerlap dunia keartisan, memanjangkan jenggot sebagai bentuk ketaatan menjalankan sunnah Rasul, juga memakai celana cingkrang. Di antara mereka juga ada yang menjadi guru ngaji bagi sesama koleganya. 

Pasangan paling beken dan terkenal karena pilihannya untuk hijrah adalah Shireen Sungkar dan Teuku Wisnu. Pasangan yang dipertemukan dalam sinetron "Cinta Fitri" ini mantap berhijrah dan perlahan meninggalkan dunia gemerlap keartisan. 

Selain Shireen dan Wisnu, pasangan lain yang tak kalah populer serta  memutuskan hijrah adalah Zaskia Sungkar dan Irwansyah, Dude Herlino dan Alyssa Soebandono, Dimas Seto dan Dhini Aminarti, Ari Untung dan Fenita Arie, juga Primus dan Jihan Fahira. 

Mereka bergabung dalam kelompok pengajian Musawarah, akronim dari Muda, Sakinah, Mawaddah Warohmah. Pengajian ini dibentuk tiga tahun lalu, atau pada 2015, dan anggotanya terus bertambah.

Shireen Sungkar dan Teuku Wisnu

Tak hanya yang sudah menikah, keinginan hijrah juga menular ke artis-artis yang masih single. Salah satunya adalah Chaca Frederica. 

Bersama Shireen, Dita Mario, Miranda, dan Zaskia, Chaca membentuk majelis taklim "Shahabiyah" dan "Vision99." Kedua majelis taklim itu baru berjalan tahun ini, namun Chaca mengaku tak sekadar ikut-ikut dengan pengajian yang ada. 

"Saya sudah tertarik mengkaji ajaran agama sejak sembilan tahun yang lalu," ujarnya kepada VIVA

Shireen yang bersama Chaca juga ikut membentuk Shahabiyah dan Vision99 mengaku senang bisa membentuk pengajian. "Untuk menambah ilmu, kalau menambah ilmu, Insya Allah juga menambah iman. Sesama Muslim kita saling support," tuturnya. 

Shireen dan Chaca mengaku, majelis taklim Shahabiyah lebih ke kajian untuk perempuan dengan anggota terbatas. "Supaya kajiannya lebih spesifik soal perempuan, dan agar lebih intimate," begitu jawaban keduanya. 

Lalu, Vision99 mereka bentuk pada Maret 2018 dan ditujukan untuk anak-anak yang lebih muda lagi. "Untuk kids zaman now yang masih free thinking dan free minded," ujar Chaca. 

Majelis taklim Vision99 terbuka untuk anak-anak muda yang ingin belajar agama. Chaca dan Shireen yakin, Vision99 bisa menjadi pilihan bagi remaja yang sangat ingin berdiskusi soal agama. (art)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya