Wamen Denny dan Kontroversi Advokat Koruptor
- VIVAnews/ Muhamad Solihin
VIVAnews - Entah kepada siapa ditujukan, kicauan Wakil Menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana menghebohkan jagad jejaring sosial Twitter, Sabtu 18 Agustus lalu. Tweet yang berisi pernyataan "Advokat koruptor adalah koruptor," itu membuat sejumlah pengacara berang.
Sabtu pagi itu, Denny menulis empat kicauan di Twitter melalui akun @DennyIndrayana dalam kurun waktu pukul 09.00 sampai pukul 10.30 WIB. Kicauan awalnya bertuliskan: "Saya pernah advokat, menolak klien kasus korupsi. Sudah sewajibnya #Advokat Koruptor adalah Koruptor. Penerima bayaran dari hasil Korupsi#"
Setelah twit pertama itu, Denny lalu membuat komentar susulan: "Banyak kok advokat hebat yang menolak kasus korupsi. #Advokat Koruptor adalah Koruptor. Penerima bayaran dari hasil Korupsi#"
Pada twit yang ketiga, dia menyatakan: "TSK korupsi sudah dapat diduga salahnya dari pilihan figur advokatnya #Advokat Koruptor adalah Koruptor. Penerima bayaran dari hasil Korupsi#" Lalu, keempat: "Tidak sulit identifikasi advokat kotor yang hanya jagoan bayar hakim #Advokat Koruptor adalah Koruptor. Penerima bayaran dari hasil Korupsi#"
Empat kicauan sang wakil menteri itu rupanya menyulut komentar yang ramai dari kalangan pengacara. Presiden Kongres Advokat Indonesia (KAI) Indra Sahnun Lubis dengan ketus menegaskan pernyataan Denny di Twitter itu sebagai "pernyataan bodoh, tak mencerminkan dia seorang doktor ilmu hukum."
Soalnya, kata Indra, seorang advokat tak bisa menolak perkara. "Jangankan koruptor, seorang teroris pun harus dibela," ujarnya saat dihubungi VIVAnews.
Bahkan bagi tersangka yang didakwa dengan ancaman penjara di atas lima tahun, wajib didampingi pengacara. Dalam hal ini, "pemerintah yang justru berkewajiban menyediakannya", kata Indra Sahnun Lubis.
Seorang pengacara, kata Indra, juga tak bisa menanyakan dari mana uang klien untuk membayar mereka. "Masak kami tanya, ini uang hasil korupsi atau bukan," kata Indra. "Kami tidak ada urusan dari mana uang untuk membayar jasa pengacara."
Lain lagi tanggapan mantan Menteri Hukum dan HAM Yusril Ihza Mahendra yang kini kembali giat di dunia bela-membela tersangka dan terdakwa berbagai kasus pidana. Dihubungi VIVANews, Senin 20 Agustus 2012, Yusril menegaskan bahwa advokat pun penegak hukum, sama seperti polisi, jaksa, dan petugas pemasyarakatan.
“Dalam sistem hukum kita, kedudukan polisi, jaksa, hakim, advokat, dan lembaga pemasyarakatan adalah sebagai aparatur hukum. Semua unsur itu membentuk sistem peradilan pidana,” kata Yusril.
Yusril lalu menjelaskan peran setiap aparatur hukum, seperti polisi sebagai penyidik, jaksa penuntut, hakim yang mengadili, dan "Advokat mendampingi orang yang didakwa." Tanpa advokat, kata Yusril, proses peradilan akan timpang karena orang yang lemah dan tersangka akan bisa diperlakukan sewenang-wenang oleh aparat negara.
Yusril juga mengingatkan bahwa di undang-undang pun disebutkan bahwa advokat dan kliennya tidak identik. “Saya pernah membela politisi PKS, Demokrat, Golkar, dan PDI P di pengadilan. Tapi saya bukan orang PKS, Demokrat, Golkar, atau PDI P. Saya orang PBB, dan saya malah belum pernah membela orang PBB di pengadilan,” kata mantan Ketua Umum Partai Bulan Bintang itu.
Oleh karena itu Yusril meminta segala sesuatu dilihat secara proporsional sehingga pemahaman orang akan hukum tidak sesat. "Kalau orang tidak korupsi dituduh membela koruptor, lantas apa kalau Presiden memberi grasi ke koruptor disebut 'Presiden Koruptor' juga? Atau Presiden memberi grasi ke narapidana narkotik disebut 'Presiden Sindikat Narkotik'?” ujar pakar hukum tata negara itu mempertanyakan.
“Saya dua kali jadi menteri kehakiman, tiba-tiba sekarang pemahaman hukum disesatkan,” kata Yusril. Kepentingan advokat, ucapnya, adalah menegakkan keadilan. “Kalau kliennya terbukti bersalah, ya hukumlah. Semua tergantung alat bukti,” ujar dia.
Sementara pengacara kawakan, OC Kaligis menilai kicauan semacam itu tidak pantas dilontarkan seorang wakil menteri. "Dia bukan hakim. Denny itu oportunis,” kata Kaligis. Sebagai seorang profesor, kata Kaligis, Denny seharusnya bisa berbicara lebih santun.
“Denny tak perlu mengurusi advokat, apalagi menyerang advokat karena kami punya kode etik sendiri. Kalau advokat melanggar itu, akan dihadapkan ke Dewan Kehormatan,” ujar Kaligis yang juga pengacara mantan Bendahara Partai Demokrat, Muhammad Nazaruddin.
Penjelasan Denny
Menuai kontroversi, Denny belakangan menyatakan tidak bermaksud menyerang profesi advokat melalui twit-nya. Guru Besar Universitas Gadjah Mada itu menyatakan advokat juga bisa melakukan malpraktek seperti layaknya dokter.
“Saya tidak menyebut profesi advokat itu kotor. Yang saya sebut advokat pembela kasus korupsi ada dua kriterianya, yaitu yang membela koruptor membabi-buta, dan yang tanpa malu menerima bayaran dari hasil tindakan korupsi,” kata Denny kepada VIVAnews, Senin 20 Agustus 2012.
Membela koruptor membabi-buta yang ia maksud, Denny menambahkan, adalah ketika klien jelas-jelas korupsi tapi dibela tidak korupsi.
“Padahal seharusnya advokat membela klien dengan benar. Jika memang korupsi, katakan saja korupsi dengan jumlah uang sekian, tapi menyesal dan meminta keringanan hukuman,” ujar Denny.
Denny menambahkan, advokat bukannya membolak-balik definisi hukum untuk mengklaim kliennya tak bersalah. Denny sendiri yang berlatar belakang advokat mengaku pernah ditawari membela klien koruptor. Namun ia menolaknya.
“Namun sayangnya beberapa advokat kita justru merendahkan profesinya yang sangat terhormat itu,” kata Denny. Ia mengaku tidak masalah apabila diserang kalangan advokat karena sejumlah twit tentang “advokat koruptor adalah koruptor” itu. (np)