Hunjaman di Sunda Megathrust

Sunda Megathrust, pertemuan dua lempeng raksasa
Sumber :
  • www.siaga.org

VIVAnews - Gempa berkekuatan sedang di kedalaman dangkal beberapa kali terjadi di Sulawesi, Sumatera, dan Jawa pasca Aceh diguncang gempa 8,3 skala richter (SR) di kedalaman 10 kilometer pada Rabu petang 11 April 2012.

Bejat! Oknum Pimpinan Ponpes, Anaknya, hingga Guru Cabuli Santriwati di Lombok

Gempa-gempa sedang susulan itu antara lain terjadi di Luwu Timur (Sulawesi Selatan), Cianjur (Jawa Barat) dan Pandeglang (Banten). Rabu 12 April lalu, Cianjur diguncang gempa 5 SR pada kedalaman dangkal 10 kilometer. Gempa Pandeglang yang sempat terasa di Jakarta terjadi pada Minggu dini hari 15 April 2012, terjadi dengan kekuatan 6 SR di kedalaman 10 kilometer.

Terakhir, gempa sedang di kedalaman dangkal terjadi di Sulawesi Selatan. Gempa berkekuatan 5,7 skala richter di Luwu Timur, Sulawesi Selatan, di kedalaman 10 kilometer, sekitar pukul 09.17 WIB, Senin pagi 16 April 2012.

Apakah gempa Aceh yang disebabkan sesar geser itu memicu potensi gempa di titik-titik tadi? Menurut pakar Paleotsunami Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Eko Yulianto, tiga gempa itu tidak memiliki sebab-akibat dengan gempa di Aceh kemarin. Tiga titik gempa itu berdiri di atas segmen lempeng sendiri-sendiri. "Itu fenomena biasa dan terjadi di jalur-jalur gempanya. Ada atau tidak ada gempa di Aceh, bisa jadi gempa-gempa itu masih bisa terjadi," kata Eko dalam perbincangan dengan VIVAnews, Senin 16 April 2012.

Tapi satu hal yang perlu diingatkan bahwa Cianjur dan Pandeglang, merupakan wilayah yang dilintasi jalur Sunda Megathrust. Sunda Megathrust adalah sebutan untuk pertemuan dua lempeng raksasa yakni lempeng samudera Indo-Australia yang menusuk ke bawah lempeng benua Eurasia atau lempeng Sunda.

Profil dan Sepak Terjang Connie Bakrie yang Klaim Amankan Dokumen Penting Hasto di Rusia

Lempeng raksasa pertama adalah Indo-Australia. Lempeng ini merupakan kelompok sendiri yang membentang dari arah utara melewati Mentawai, Sumatera Barat, sampai ke Selat Sunda. Lempeng raksasa kedua adalah, Eurasia atau Lempeng Sunda yang berasal dari sekitar Mentawai sampai ke arah Nusa Tenggara.

Titik temu atau batas antara dua lempeng inilah yang bisa menciptakan gempa mahadahsyat. Bila terjadi hujaman dahsyat ke bawah lempeng Eurasia maka akan terjadi sesar naik dengan kekuatan yang luar biasa. Potensi guncangan ibarat bom waktu itu bisa menimbulkan guncangan sekitar 8,8 SR atau bahkan 9 SR. Secara keseluruhan, jalur Megathrust ini menjulur dari Myanmar, mengarah ke pantai barat Sumatera, lalu di Selatan Jawa, hingga Nusa Tenggara.

Menurut pakar gempa Universitas Gadjah Mada, Subagyo, dua lempeng raksasa itu memiliki karakteristik dan usia yang berbeda pula. Lempeng Indo-Australia berusia lebih muda dari Lempeng Sunda. Secara geologi Lempeng Indo-Australia yang menghujam di bawah Sumatera berusia sekitar 70 juta tahun. Sedangkan Lempeng Sunda yang berada adi bawah pulau Jawa dari Nusa Kambangan hingga ke arah timur itu usianya lebih tua dua kali lipat, yakni sekitar 140 juta tahun.

Daop Surabaya Tawarkan Promo Tiket Kereta Api Akhir Tahun, Catat Rutenya

Perbedaan usia ini jelas menciptakan konsekuensi yang berbeda pula. Konsekuensinya, kerak samudera di bawah Pulau jawa itu menghujam lebih dalam atau memiliki sudut penghujaman yang lebih besar dibanding di bawah Sumatera. Dari rekaman seismologinya, hujaman di bawah Sumatera itu "hanya" mencapai 250 kilometer. Sedangkan yang berada di bawah Pulau Jawa mencapai 600 kilometer.

Jadi, bila terjadi sesar naik di Lempeng Indo-Australia yang berada di bawah Sumatera, maka getarannya lebih terasa ke daratan dibanding yang berada di bawah Pulau Jawa. Jarak hujaman yang mencapai 250 kilometer itu dinilai nyaris horisontal. "Jadi tekanan horisontalnya lebih kuat. Sedangkan yang di bawah Jawa menukik tajam. Jadi tekanan horisontal tidak begitu kuat," kata Subagyo yang juga doktor gempa lulusan University of Paris XI, Prancis ini.

Hamparan lempeng raksasa berkilo-kilometer baik di Lempeng Indo-Australia ataupun di Lempeng Eurasia itu memiliki segmen-segmen sendiri di masing-masing lokasi. Setiap segmen itu juga memiliki karakteristik dan perilaku khas masing-masing. Pergerakan di segmen-segmen itulah yang kemudian menciptakan gempa-gempa sedang di beberapa titik yang belakangan biasa disebut sesar geser atau pergerakan di internal lempeng.

Gempa di Cianjur dan Pandeglang termasuk bagian dari perilaku sendiri di masing-masing segmen tadi. Kebetulan, Cianjur dan Pandeglang juga dilintasi jalur Megathrust yang berada di internal Lempeng Eurasia. Gempa kemarin di Cianjur dan Pandeglang, bukan merupakan pergerakan keseluruhan dari Sunda Megathrust. Gempa-gempa itu terjadi di jalur subduksinya atau di internal lempengnya. Lalu, apakah bagian selatan Jawa berpotensi gempa besar? "Kami tidak punya data sejarah itu. Tetapi, jalur itu berpotensi akan atau pernah menghasilkan gempa besar, tapi tidak terdeteksi," kata Eko.


Ujung Kulon

Bagi Subagyo, gempa di Pandeglang diduga berasal dari Sesar Semangko atau Sesar Sumatera. Memang diakui bahwa agak sedikiti membingungkan bila gempa terjadi di lokasi ini. Mengapa? Karena ada dua dugaan lokasi sumber gempa. Apakah gempa Pandeglang berasal dari jalur Megathrust di Lempeng Eurasia atau berasal dari Sesar Semangko. Sesar Semangko sendiri merupakan segmen sendiri dari Lempeng Eurasia atau Lempeng Sunda yang membentang dari Mentawai hingga Nusa Tenggara. Subagyo menduga, bahwa gempa itu bersumber dari sesar geser di Semangko.

Karena guncangannya tidak mengakibatkan tsunami yang hebat. Tapi gempa Pandeglang ini mengingatkan Subagyo akan adanya titik Megathrust yang masih melintas terhampar di lokasi ini. Tepatnya di bawah bumi Ujung Kulon. Bila pusat gempa bersumber di Ujung Kulon, maka guncangan itu diduga berasal dari sesar naik Megathrust. Karena Ujung Kulon juga dilintasi hamparan titik batas pertemuan antara Lempeng Indo-Australia dan Lempeng Eurasia.

Jangan pernah sekalipun memimpikan seberapa dahsyat guncangan tercipta bila Sunda Megathrust bergerak naik. Megathrust terakhir terjadi pada 2004 di Bumi Nangroe Aceh Darussalam. Tsunami meter menyapu bibir pantai hingga ke Banda Aceh. Gempa dan tsunami menyapu bersih bibir pantai 7 negara lainnya. Sumatera Utara, Pantai Barat Semenanjung Malaysia, Thailand, Pantai Timur India, Sri Lanka, bahkan sampai Pantai Timur Afrika. Gempa yang mengakibatkan tsunami menyebabkan sekitar 230.000 orang tewas di 8 negara. Ombak tsunami setinggi 9 meter. Mundur lagi ke belakang, gempa dahsyat yang diakibatkan sesar naik di Sunda Megathrust juga pernah terjadi tahun 1960 yang mengakibatkan gelombang tsunami.

Saat itu, gempa yang mengguncang Chili mencapai 9,5 skala richter. Itu merupakan terkuat yang pernah tercatat. Sedikitnya akibat gempa itu 140 orang dilaporkan tewas di Jepang, 61 di Hawaii dan 32 di Filipina. Bagi warga asli Mentawai, gempa dan tsunami sudah menjadi seperti hal biasa. Maka itu, warga asli Mentawai tinggal di gunung-gunung. Sebagian besar mereka yang tinggal di bibir pantai merupakan warga pendatang karena adanya misionaris di lokasi itu. "Bahkan warga Mentawai sendiri memiliki bahasa asli untuk tsunami yakni "smong." Jadi, ketika ada gempa mereka langsung berteriak "smong," dan spontan lari ke tempat tinggi," kata Subagyo. Sekitar tahun 1800an diperkirakan pernah terjadi gempa dahsyat di Mentawai akibat sesar naik Sunda Megathrust.

Lalu mengapa gempa besar diprediksi terjadi di sekitar Sumatera Barat? Dari rekam seismisitas, di Sumatera ini terdapat seismik gap. Lokasi ini justru jarang terjadi gempa. Tetapi sekalinya terjadi guncangan, maka akan memicu gempa luar biasa. Guncangannya bisa mencapai 8 SR dengan kedalaman dangkal. Semoga berharap, tidak terjadi sesar naik Sunda Megathrust yang berpusat di Ujung Kulon. Karena lokasi itu terdekat dengan Ibukota, Jakarta. Berharap gempa-gempa berkekuatan sedang dilepas lebih dini sehingga tidak mengakumulasi menjadi gempa dahsyat di satu masa nanti.

Selatan Jawa

Bagaimana dengan gempa Cianjur? Apakah bisa memicu gempa dahsyat? Hingga kini, tidak ada satupun ilmuwan yang bisa memprediksi dengan akurat, kapan, dimana dan berapa besar kekuatan gempa yang akan terjadi. Gempa Cianjur yang kemarin terjadi diduga kuat bukan dari sesar naik Sunda Megathrust. Dilihat dari posisi, kedalaman, dan tidak adanya gelombang tsunami maka diduga kuat gempa itu bersumber dari sesar geser di internal Lempeng Sunda. Sedikit memetakan lokasi Cianjur dan sekitarnya.

Dari Cianjur ke arah selatan itu masih bagian titik temu Sunda Megathrust. Tapi bila ke arah Utara, maka dia merupakan bagian sendiri dari Lempeng Sunda. Efek sesar naik Sunda Megathrust di Selatan Jawa ini diprediksi tidak sedahsyat di bawah Sumatera. Salah satu penyebabnya, punggung-punggung Megathrust di lokasi ini tidak memunculkan pulau-pulau, seperti di Mentawai. Karena umurnya lebih tua, Lempeng Sunda di Jalur Megathrust ini tidak muncul ke permukaan.

Lalu di mana lokasi terusan pertemuan dua lempeng raksasa di bawah Selatan Jawa ini? "Sebagai gambaran, itu berada di antara Pulau Christmas dan Pantai Selatan Jawa," jelas Subagyo. Gempa yang diakibatkan sesar naik di Sunda Megathrust di selatan Jawa ini pernah terjadi saat terjadi gempa di Pangandaran pada 17 Juli 2006. Pusat gempa berada di antara Pulau Christmas dan selatan Jawa.

Kekuatan gempa 6,8 SR di kedalaman 48 kilometer. Gelombang tsunami yang tercipta setinggi 2-5 meter. Sekitar 659 warga tewas. Titik di selatan Jawa lainnya yang berpotensi terjadi gempa besar berada di sebelah timur Cilacap, selatan Kebumen, sampai Yogyakarta. Lokasi-lokasi itu juga merupakan jalur Sunda Megathrust. Bila terjadi sesar naik potensi gempa yang tercipta bisa mencapai 7-8 skala richter. Potensi guncangan besar juga akan terasa kuat hingga ke daratan. Penyebabnya, di lokasi-lokasi tadi memiliki pantai-pantai yang datar, tidak berbukit-bukit, dan tidak curam.

Bagi Subagyo, selama gempa tidak bisa diprediksi, antisipasi merupakan tindakan terbaik. Sosialiasi dari sisi antropologi, penyuluhan, dan tindakan nyata seperti pelatihan evakuasi rutin sangat-sangat diperlukan. Hal itu sebaiknya dilakukan untuk meminimalisir jumlah korban tewas di lokasi-lokasi padat penduduk. "Yang paling penting, pada prinsipnya gempa itu tidak membunuh manusia. Yang "membunuh" itu adalah bangunan-bangunan yang dibuat manusia," jelas Subagyo.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya