Lawan Hoax Bencana!
- VIVA/Muhamad Solihin
VIVA – Kecelakaan pesawat Lion Air JT 610 yang jatuh di Tanjung Pakis, Karawang, Jawa Barat, Senin pagi, 29 Oktober 2018, sontak jadi perhatian dunia. Pesawat meninggalkan Bandara Internasional Soekarno Hatta pukul 06.20 WIB, namun 13 menit kemudian angkutan udara yang membawa 189 penumpang itu hilang kontak. Tepatnya pukul 06.33 WIB.
Pascakejadian, media sosial baik Instagram, Twitter hingga WhatsApp, dipenuhi dengan foto-foto kecelakaan yang dikait-kaitkan dengan kejadian Lion Air JT 610.
Pelaksana Tugas Kepala Biro Hubungan Masyarakat Kementerian Komunikasi dan Informatika, Ferdinandus Setu, meminta masyarakat berhati-hati dalam menyikapi beredarnya foto maupun video yang belum tentu benar.
Artinya, media sosial turut menjadi ladang informasi palsu atau hoax. Menurutnya ada tiga hoax yang dikaitkan dengan jatuhnya pesawat jenis Boeing 737 MAX 8 tersebut.
Ia juga mengimbau pengguna internet untuk tidak menyebarkan informasi hoax ataupun informasi yang bukan berasal dari sumber yang berwenang, terkait dengan musibah jatuhnya pesawat Lion Air JT 610 rute Jakarta-Pangkal Pinang. Berikut sejumlah foto dan video hoax yang menjadi viral:
Foto badan pesawat terbelah
Foto tersebut bukanlah pesawat Lion Air JT 610 yang mengalami kecelakaan. Faktanya gambar tersebut adalah pesawat Lion Air JT 904 yang terbelah di Laut Bali pada 13 April 2013. Pesawat tersebut memiliki rute penerbangan Banjarmasin-Bandung-Denpasar.
Video di dalam pesawat
video ini bukan penumpang pesawat Lion Air JT 610. Tetapi ini penumpang pesawat Lion Air JT 353 rute Padang-Jakarta yang mengalami turbulensi pada 24 Oktober 2018. Semua penumpang dan pesawat selamat. Turbulensi adalah fenomena alamiah di atmosfer. Tidak ada video/foto kondisi penumpang sebelum JT 610 jatuh.
Foto bayi selamat
Adapun persebaran foto seorang bayi yang kencang tersebar di media sosial. Dalam gambar tersebut si pembuat hoax membuat deskripsi 'selamat terombang-ambing di laut'. Faktanya bayi tersebut adalah salah satu penumpang selamat pada peristiwa tenggelamnya kapal KM Lestari Maju pada 3 Juli 2018 di Perairan Selayar.
Foto dua penumpang menggunakan alat napas bantuan
Dua foto ini bukan penumpang pesawat JT 610. Foto-foto ini adalah kondisi penumpang pesawat Sriwijaya saat turbulensi beberapa waktu lalu. Semua penumpang dan pesawat selamat.
"Pembuat maupun penyebar hoax diatur dalam UU RI Nomor 19 tahun 2016 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE)," kata Ferdinandus di Jakarta, Selasa, 30 Oktober 2018.
Penyebaran hoax atau informasi palsu terkait bencana alam ternyata tidak selamanya mempunyai niat negatif. Di mata Ketua Masyarakat Anti Fitnah Indonesia atau Mafindo, Septiaji Eko Nugroho, penyebar hoax sebenarnya memiliki niat baik.
"Dalam konteks memperingatkan orang lain ketika mereka menemukan informasi. Tapi kadang-kadang tidak disertai dengan kehati-hatian, sampai akhirnya malah membuat panik sampai kegaduhan," kata Septiaji kepada VIVA, Selasa, 30 Oktober 2018.
Salah satu imbas terbesarnya, menurut dia, adalah penyebaran hoax yang tidak pernah terjadi justru menghambat penanganan yang harusnya segera diselesaikan.
Minim budaya membaca
Ia mengatakan masyarakat Indonesia belum bisa bertanggung jawab dalam menggunakan media sosial. "Ketika menyebarkan informasi mereka mengesampingkan norma di dunia nyata. Sehingga, menjadi berkurang rasa empatinya, dan tidak memikirkan bagaimana perasaan keluarga korban. Pola pikir kritis masih langka," tegasnya.
Salah satu faktor banyaknya penyebaran hoax adalah karena minimnya budaya membaca masyarakat. Mereka hanya melihat sekilas, kemudian langsung meneruskan pesan berantai ke orang lain karena merasa terpancing emosinya.
"Faktor lainnya juga terkait masalah syaraf psikologi dan kemampuan literasi digital yang rendah. Bahkan, beberapa informasi palsu dipolitisasi. Jadinya masyarakat semakin terpisah karena digital," katanya, menyayangkan.
Akan tetapi, mengenai penyebaran hoax bencana, Septiaji menuturkan ada beberapa yang ingin menjadi pertama yang merasa tahu dengan informasi tersebut. Lantas menyebarkannya di media sosial. Faktanya adalah pemikiran tersebut tidak bagus secara psikologis.
Dewasa ini ada beberapa cara mudah untuk mengidentifikasi kevalidan berita. Pertama, masyarakat pengguna Instagram bisa mengikuti akun @sutopopurwo milik Kepala Pusat Data, Informasi, dan Hubungan Masyarakat di Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Sutopo Purwo Nugroho.
Sutopo secara aktif mengunggah informasi terkait hoax bencana alam di akun Instagram dan Twitter miliknya. Lalu untuk pengguna Facebook bisa bergabung dalam grup Forum Anti Fitnah, Hasut dan Hoax.
Adapun situs cekfakta.com yang bekerja sama dengan 22 media online, turnbackhoax.id yang diolah oleh Mafindo, dan salah satu aplikasi yang bisa diunduh di Google Play Store, Hoax Buster Tools (HBT). Melalui aplikasi itu masyarakat dapat memaksimalkan fungsi pencarian.
"Upaya pencegahan tersebarnya berita hoax bisa dilakukan asalkan masyarakat mau belajar. Kalaupun belum bisa mengidentifikasi, mereka bisa melihat hasil orang yang sudah melakukan klarifikasi. Fokusnya adalah untuk meluruskan informasi yang salah," ungkap Septiaji.
Pada kesempatan terpisah, inisiator pengembangan aplikasi Turn Back Hoax, Khairul Anshar mengatakan, faktanya penyebar hoax terbagi dalam beberapa kategori, di mana sebagian besar dari mereka adalah orang awam yang tidak memiliki motivasi negatif.
Sementara itu, aplikasi perpesanan instan seperti WhatsApp menjadi salah satu media penyebaran informasi yang masih abu-abu, sehingga masyarakat tidak tahu informasi tersebut valid atau hoax.
"Mereka tidak memiliki maksud apa-apa. Hanya mengajak orang lain untuk bertawakal dan lebih berhati-hati," ujar Khairul, yang juga menjabat sebagai senior Software Engineer Saltmine Pte Ltd, kepada VIVA.
Menjatuhkan pemerintah
Penyebaran foto dan video hoax terkait musibah pesawat Lion Air JT 610 salah satu faktornya adalah terkait ekonomi. Misalnya, penyebar mempunyai motivasi agar masyarakat bisa lebih berhati-hati dalam memilih maskapai penerbangan.
"Ada juga yang mempunyai motivasi untuk menjelek-jelekkan nama perusahaan. Misalnya lagi, dalam menyebarkan foto atau video yang diiringi dengan deskripsi yang begitu panjang. Biasanya lebih dari dua paragraf," katanya.
Ia kembali menegaskan bahwa ada pula kelompok yang menyerang pemerintah, contohnya melalui regulasi. Mereka mempertanyakan izin terbang pesawat. Menurut Khairul kelompok tersebut menggunakan berbagai macam momen untuk menjatuhkan pemerintah, sekalipun hal tersebut adalah bencana alam.
Karena persebaran hoax di WhatsApp semakin meningkat, maka Khairul menyarankan pihak terkait untuk meminta WhatsApp membuat fitur mute foto dan video untuk grup WhatsApp. Nantinya, admin grup bisa mengaktifkan fitur tersebut apabila sedang ada momen atau peristiwa. Salah satunya kecelakaan Lion Air JT 610.
"Yang mau melakukan identifikasi hoax atau fakta jumlahnya sedikit. Terkadang yang sudah tahu malah tidak mau bicara kebenaran. Mau tidak mau, kita harus memperkecil, meminimalisir, sampai menghentikan penyebaran hoax dengan meminta WhatsApp membuat fitur tersebut," papar Khairul.
Menurutnya fitur tersebut sangat memungkinkan, mengingat WhatsApp sudah memiliki fitur mute untuk grup secara keseluruhan. Perusahaan hanya harus mengembangkan mute untuk gambar dan video yang disertai deskripsi panjang.
Jadi bijaklah bersosmed. Saring sebelum sharing!
(umi)