Tumpas Teror OPM
- Dokumentasi TPNPB
VIVA – Seorang prajurit TNI kembali gugur dalam tugas. Adalah Pratu Vicky Rumpaisum, anggota Batalyon Infanteri 751/Raider. Dia tewas saat terjadi kontak senjata di wilayah Kampung Utikini, Distrik Tembagapura, Timika, Papua.
Vicky ditembak kelompok separatis bersenjata dari Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat, Organisasi Papua Merdeka atau TPNB OPM, Minggu, 1 April 2018, Dia gugur akibat pelipis bagian kirinya tertembus peluru dari senjata berat yang ditembakkan anggota OPM.
Kemarin, Rabu 4 April 2018, jenazah Pratu Vicky telah diterbangkan ke kampung halamannya di Sorong, untuk dikebumikan secara militer.
Apa yang terjadi pada Pratu Vicky, seolah-olah menjadi bukti bahwa OPM, benar-benar ingin berperang melawan TNI dan Polri.
Sebab, sejak OPM mengeluarkan ultimatum untuk berperang, mereka semakin mengganas, sudah banyak nyawa melayang. Baik dari TNI atau juga dari warga sipil.
Baca: Sadis, OPM Culik dan Bantai Relawan Kesehatan Advent
Dua kasus terbaru, sebelum Pratu Vicky meninggal dunia, OPM menghabisi nyawa seorang relawan sosial kesehatan dan prajurit Kopassus.
Relawan muda bernama Berny Fellery Kunu, diculik dan dihabisi secara sadis dengan senjata tajam saat ditugaskan Lembaga Pelayanan Advent, untuk membantu masyarakat di Kampung Yabasorom, Distrik pamek, Kabupaten Pegunungan Bintang, Papua.
Padahal pria berusia 24 tahun itu tidak bermasalah dengan OPM dan tidak mengganggu kelompok itu. Ketika diculik pada Kamis, 29 Maret 2018, Berny sedang membersihkan landasan pesawat di dekat camp kesehatannya.
Landasan itu dibersihkan agar bisa didarati pesawat, sebab Berny akan segera pulang ke kampung halamannya di Pineleng, Minahasa.
Saat itu, Berny dan dua temannya itu didatangi sekelompok pria bersenjata. Mereka lalu dibawa menjauhi lokasi dan diinterogasi.
Namun, pada keesokan harinya, Jumat, 30 Maret 2018, Berny sudah ditemukan tak bernyawa dengan kondisi tubuh penuh luka bacokan benda tajam.
Sementara dua teman Berny, yakni Mervel Liogu dan Helena Habel berhasil menyelamatkan diri.
Baca: Pratu Vicky Tewas Ditembak OPM
Lalu berikutnya, ini peristiwa penembakan yang paling tak manusiawi, anggota OPM pimpinan Mayor Jenderal Militer Murib, menyerang dan menembak mati prajurit Kopassus, bernama Pratu Sandi Novian.
Korban dibunuh di tengah keramaian warga sipil di dalam Pasar Sinak. Dan yang paling kejamnya, OPM menembak kepala Pratu Sandi dari arah belakang dalam jarak dekat, hingga korban langsung tewas di lokasi.
Ketika peristiwa ini terjadi, korban sedang berbelanja kebutuhan pokok. Setelah tewas, OPM merampas senjata korban.
"Komando Tentara Nasional Pembebasan Organisasi Papua Barat bertanggung jawab atas penembakan hari ini terhadap anggota TNI di Sinak," ujar Juru Bicara OPM Sebby Sembon dari Vanimo Papua Nugini melalui pesan elektroniknya, Senin, 12 Februari 2018.
"Saat itu, korban berpisah dari rekannya, karena belanja kebutuhan pribadi. Saat sendirian, sekitar lima orang menyerang dan menembaknya," kata Juru Bicara Kodam XVII Cenderawasih, Kolonel M. Aidi.
Baca: Mayjen Lek Paksa TNI Tunduk Aturan Perang Ala OPM
Apa yang dilakukan OPM sudah bukan kasus kriminal biasa, nyawa siapapun bisa melayang dengan mudahnya di tanah Papua. Jangankan sipil, prajurit terlatih dan bersenjata saja terancam.
Dengan kasus-kasus pembunuhan ini, jika memang OPM memang menyatakan sedang berperang, maka yang berlaku sesuai hukum perang internasional, maka warga sipil tidaklah menjadi korban. Menurut konvensi Jenewa, tindakan OPM itu merupakan sebuah kejahatan perang. Sebab, OPM sudah melakukan pembunuhan terhadap sipil.
Ultimatum perang yang dilontarkan Kepala Staf Operasi TPNPB OPM, Mayor Jenderal G.Lekkagak Telenggen, di Markas Kimagi, Distrik Yambi, Puncakjaya, Papua, kepada Indonesia, TNI dan Polri, sudah harus disikapi dan ditindak secara serius.
Apalagi, Menteri Pertahanan dan Keamanan, Riyamizard Ryacudu, sudah juga menjawab ultimatum OPM itu, dengan menyebut bahwa siap meladeni tantangan perang OPM.
"Dia jual kita beli. Itu saja," kata Ryamizard di Lembaga Pemasyarakatan Cipinang, Jakarta Timur, Kamis 29 Maret 2018.
"Saya kira seruan Pak Menhan untuk memberantas separatisme yang selama ini mengganggu kedaulatan kita itu memang harus disikapi secara serius," kata Wakil Ketua Komisi I DPR RI, Hanafi Rais di gedung DPR RI, Jakarta, di hari yang sama.
Keberadaan OPM sudah sangat nyata dan membahayakan jiwa warga sipil. Cukup banyak senjata api berada di tangan mereka, dari mulai yang standar sampai yang canggih. Seperti senjata jenis AK 47, M1, M14, SS1 hingga senjata modern jenis senapan serbu mesin Steyr AUG buatan Australia.
Baca: Menhan Terima Tantangan Perang OPM
OPM tak cukup lagi dijuluki Kelompok Kriminal Bersenjata atau KKB, sebab jumlah mereka diklaim telah mencapai ribuan orang. Jumlah yang tidak sedikit berpotensi menebar teror kepada warga sipil. Apalagi mereka sudah memiliki niat dan rencana untuk memberontak dan mendirikan negara sendiri.
"Kami siap layani mereka (TNI dan Polri), mereka siapkan ribuan personel, saya juga siap ribuan. Mereka bawa berapa ratusan senjata saya juga siap, kami siap lawan, demi kemerdekaan Papua," kata Mayjen Lekkagak Telenggan di situs resmi TPNPB.
Negara harus segera melucuti senjata OPM. Karena, dalam Undang-undang darurat nomor 12 tahun 1951 tentang senjata api, sudah jelas diatur, bahwa sipil tidak diperbolehkan memiliki, menggunakan senjata api, apalagi untuk melanggar hukum seperti yang dilakukan kelompok separatis OPM ini.
Apalagi dengan sangat jelas, OPM terbukti berniat menyerang sipil. Bukti itu tertuang dalam butir aturan perang yang mereka buat tentang sasaran perang.
Dalam aturan itu, OPM menuliskan dengan jelas akan menyerang sejumlah objek sipil, seperti perusahaan milik asing dan Pemerintah Indonesia; pertambangan emas; tambang gas bumi dan minyak; perusahaan pemotongan kayu; perkebunan kelapa sawit, gedung bangunan pasar umum; dan gedung bank.
Selain itu, TPNPB OPM juga akan menyerang prajurit TNI dari satuan Denzipur yang merupakan pekerja jalan Trans Papua; pesta demokrasi Indonesia, dan surat kotak suara (Pemilihan Umum); pejabat birokrat Papua yang dinilai pro Indonesia; serta pejabat pemerintah yang bukan penduduk pribumi Papua.
"Perang jangan berhenti, perang harus tanpa intervensi internasional di Papua. Ultimatum perang, saya sudah umumkan, jadi perang harus dilakukan di mana saya, di Papua, ketentuan, aturan perang kita sudah keluarkan itu, Panglima TNI, Polda harus tunduk pada aturan itu TPN di seluruh Papua, perang harus berdasarkan aturan ini. Tujuan, kami ingin perang lawan TNI, Polri sudah tercantum dalam aturan TPN," kata Lekkagak.
Baca: Ini Ultimatum Perang OPM untuk Panglima TNI