Dhani: Orang Kita Itu Rupanya Doyan 'Beol' di Tebing
- VIVA/Syahrino Putama
VIVA – Rinai hujan belum reda. Dari kejauhan, bongkahan batu hitam raksasa hilang timbul dipeluk kabut putih.
"Selamat datang di Badega Parang Kampung Cirangkong," demikian tertulis di sebuah spanduk sepanjang hampir dua meter yang terentang di bawah lindap pohon Jati muda.
Dari sudut itu, dengan membelakangi bukit batu hitam, hamparan sawah baru ditanam sampai barisan keramba di Waduk Jatiluhur Purwakarta bisa terlihat mata.
Senja itu, tanpa mengecilkan pesona Gunung Parang yang sudah di depan mata, Desa Pasanggarahan tempat di mana pemberhentian akhir bagi para pemanjat tebing, sudah cukup memesona.
FOTO: Hamparan sawah dan pinggiran Waduk Jatiluhur Purwakarta dilihat dari udara/VIVA
"Memanjatnya tak lama sebenarnya. 1 jam itu sudah bisa bolak balik. Yang buat lama itu selfie selfie-nya," ujar Dhani seraya tertawa.
Dhani, pria berusia 50 tahun asal Surabaya ini merupakan pengelola Badega Skylodge Hotel-Padjajaran Anyar. Sebuah tempat menginap satu-satunya di Indonesia yang kini sedang kesohor, lantaran keunikannya.
Ia enggan menyebutkan latar belakangnya, namun ia bersedia panjang lebar menjelaskan mimpinya membangun hotel yang nyaris serupa dengan Skylodge Adventure Suite di lembah suci Cusco Pegunungan Andes, Peru. "Saya inisiator saja," ujarnya merendah.
Tragedi Toilet
FOTO: Fasilitas toilet dan wastafel yang tersedia di dalam Badega Skylodge Hotel-Gunung Parang/VIVA
Hotel tebing yang kini tergantung di punggung Gunung Parang, diakui Dhani murni dirakit oleh para pemuda di Desa Pasanggarahan. Selama tiga bulan, dengan telaten rangka demi rangka baja sampai plastik polycarbonat tahan peluru bisa disusun dan terpasang di tebing setinggi 500 meter.
Para pekerjanya cuma 10 orang, dan tak jarang mesti tidur di atas tebing untuk tidak membuang waktu hanya untuk turun naik. "Gantian, ada yang ngantar makanan. Logistik kami siapkan banyak di atas. Jadi bisa fokus kerja," ujar Syaefullah, guide sekaligus orang yang terlibat pembuatan skylodge.
Baca Juga:
Untuk biaya pembuatan satu skylodge, Dhani mengaku harus merogoh kocek sampai Rp250 juta. Sebanyak Rp200 juta habis untuk biaya modal konstruksi dan sisanya untuk kebutuhan interior skylodge seperti kasur, televisi, air conditioner, penghangat makanan dan air, toilet dan lain sebagainya.
Meski begitu, Dhani mengaku masih belum puas dengan karyanya. Skylodge rakitan tangan itu, masih perlu diujicoba sampai siap. Karena itu rencananya pada Januari 2018, hotel tebing setinggi 1.640 kaki dan satu-satunya di Indonesia itu baru akan diluncurkan.
Namun demikian, media sosial mengubah segalanya. Kabar jadinya hotel itu meluas dan menjadi buruan penikmat tebing dan pencari sensasi.
Mereka berniat menjajal hotel yang dibanderol seharga Rp4 juta per malam itu. "Ya akhirnya kami izinkan, sekaligus juga kelinci percobaan," kata Dhani sambil terbahak.
Ia pun beruntung dengan 'ketidaksabaran' pengunjung mencicipi skylodge. Dari situ ia bisa menambal kekurangan demi kekurangan. Salah satunya adalah soal pembuangan kotoran. Awalnya, Dhani dan tim menyediakan toilet portable dengan kapasitas tampung kecil. Dengan asumsi, karena hotel itu ekstrem, maka keinginan untuk buang hajat juga sedikit.
FOTO: Kondisi interior dalam di Badega Skylodge Hotel, Gunung Parang-Purwakarta
Selain itu, terbatasnya ruang di skylodge, membuat toilet portable menjadi pilihan tepat. Namun demikian, asumsi itu rupanya tak berlaku setelah diujicoba. "Orang kita (Indonesia) ini rupanya sering beol. Jadi tangkinya terlalu cepat penuh," ujar Dhani.
"Mungkin ya mungkin, orang kita ini pengen nyobain apa rasanya boker di atas tebing. Cita-citanya pup (buang air) di tempat yang berbeda," ujarnya seraya terbahak-bahak.
FOTO: Penampakan tabung penampung kotoran di bawah skylodge/VIVA
Alhasil, dari tragedi toilet itulah, Dhani pun terpaksa mengubah kembali konsep toilet di skylodge. Portable yang telah dipasang sebelumnya akhirnya dibongkar lagi, dan diganti dengan toilet biasa.
Namun, disiasati dengan tabung penampung yang lebih besar, yakni menggunakan drum yang biasa digunakan sebagai penampung air untuk di rumahan.
FOTO: Dhani Dhaelami (50), pendiri kelompok Padjajaran Anyar untuk pengelola Badega Skylodge Hotel di Gunung Parang
Dan sebagai tambahannya, Dhani harus membeli mikroba khusus untuk mempercepat pembusukan kotoran. Sehingga setiap kotoran yang keluar akan menjadi gel, dan bisa dimanfaatkan untuk pupuk. Dengan itu, masa pakai penampungan kotoran dapat lebih lama. Dan tim tak perlu repot-repot lagi menurunkan tabung berisi tahi manusia ke bawah lagi.
"Jadi toiletnya tidak mahal, yang mahal itu cuma mikrobanya. Saya nggak ngerti bagaimana, tapi itu (tahi) sudah jadi gel aja, dan bisa dibuang di tebing tanpa bau," ujarnya.
Mimpi Jembatan China
FOTO: Jembatan kaca terpanjang di dunia yang ada di Provinsi Zhangjiajie Hunan China.
Sejauh ini, Dhani mengaku berharap besar ada keterlibatan investor lain untuk membangun cita-cita mereka di Gunung Parang. Satu skylodge yang kini sudah terbangun sudah menunjukkan begitu potensialnya layanan padupadan olahraga ekstrem bercampur penginapan mewah.
Timnya telah membuat proyeksi ke depan bagaimana skylodge pertama di Indonesia ini bisa memberikan layanan lebih banyak. "Kami ingin ada 10 skylodge di atas tebing Parang. Jadi biar ramai, dan bisa kami buat pilihan-pilihan destinasi," ujar Dhani.
Ia juga mengaku telah memetakan setidaknya ada 20 titik potensial yang bisa dibangun skylodge. Itu dimulai dari ketinggian 200 meter sampai dengan puncak Gunung Parang di ketinggian 980 meter.
Dan yang lebih mengejutkan lagi, Dhani bersama timnya bahkan sudah memiliki mimpi untuk membangun jembatan kaca seperti yang ada di pegunungan Avatar atau di Provinsi Zhangjiajie Hunan China. "Iya, itu mimpi kami satu lagi. Membangun jembatan kaca. Sementara ini masih belum pede (percaya diri). Kita bertahap di skylodge dulu."
Semoga.