Menyusuri Jejak Batu Tempat Sujud Sang Proklamator
- VIVA.co.id/Muhammad AR
VIVA – Tak Banyak yang tahu Sang Proklamator Indonesia mempunyai lokasi menyendiri di kawasan puncak. Berlokasi di Kampung Ciburial RT05/05, Desa Tugu utara, Ciasarua. Sebuah batu diyakini warga sekitar pernah jadi tempat persembunyian Presiden Soekarno. Usai kemerdekaan, lokasi ini menjadi tempat persinggahan untuk merenungnya.
Ditemui VIVA di lokasi, Pian Sofian, juru pemelihara situs generasi ke empat, menceritakan kisah di balik batu sujud itu. Dari kisah yang diwariskan padanya, mengungkapkan Soekarno pernah mendatangi lokasi itu sekitar tahun 1944-1960-an.
Tak ada tanda penunjuk arah untuk ke lokasi ini. Berbekal keterangan warga, menuju lokasi ini harus melewati jalan sempit di tengah perkampungan padat penduduk.
Situs di bawah naungan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Bogor ini diakui Pian ramai didatangi peziarah. Di mana para peziarah tersebut datang dari berbagai daerah dari Indonesia bahkan dari luar negeri.
"Malam jumat yang ziarah banyak, ada dari Jakarta, Bogor, bahkan dari Brunei juga ada, tapi sekarang gak seramai dahulu," katanya ditemui VIVA di rumah yang menjadi tempat pengelolaan situs, Selasa, 14 November 2017.
Biasanya pelancong yang membawa roda empat, memarkir kendaraan 300 meter dari lokasi situs. Dari tepi jalan, pengunjung harus menyusuri jalan setapak kemudian menaiki anak tangga hingga sampai di pintu gerbang. Warga di sana terbiasa kedatangan wisatawan, rumah-rumah mereka menjajakan makanan dan jasa parkir kendaraan.
Batu tersebut memiliki panjang sekitar 150 meter dengan tinggi rata-rata tiga meter. Di atasnya ada sebuah lempengan yang menyerupai sajadah. Nah, konon di lokasi ini Soekarno pernah menggunakannya sebagai alat salat.
"Cerita dari masyarakat, dan yang saya dengar dari orang tua kalau Bung Karno pernah ke sini. Dan warga kompak untuk menyembunyikannya," ujarnya.
Pian memandu sambil mengisahkan cerita yang ada di masyarakat. Dahulunya di samping Batu Kraton ada sebuah pohon karet yang terbilang amat besar. Pohon menjadi naungan dari sinar matahari.
Namun, tahun 2010 lalu pohon tersebut tiba-tiba roboh. Kini jika matahari menyengat, batu tersebut ikut panas. Menurut Pian, tak sedikit peziarah datang dari luar kota.
Batu Kraton juga mempunyai juru kunci. Saat ini Juru kuncinya adalah Pian, yang merupakan anak dari juru kunci pertama, H. Abu Bakar, yang sudah meninggal tahun 2003 lalu.
Tidak begitu banyak catatan sejarah keberadaan situs ini. Di atas Batu Kraton ada sebuah lempengan batu yang menghadap kiblat, yang menurut cerita dahulu kerap digunakan salat oleh Pangeran Dita Ciptarasa, penguasa Puncak Bogor.
Dipercaya oleh masyarakat sekitar, di sana ada tiga petilasan (pernah disinggahi - red) oleh Pangeran Dita Ciptarasa, Eyang Haji Gunawidjaya, dan Ratu Dewi Fatimah. Masing–masing petilasan dibuatkan sebuah bangunan. Yakni, Petilasan Pangeran Dita Cipta Rasa berada tepat di pintu masuk, Petilasan Ratu Dewi Fatimah berada di sebelah kiri, dan petilasan Eyang Haji Guna Widjaya di sebelah kiri Belakang Batu Kraton.
Pian menunjuk sebuah bangunan di samping Batu Kraton, yang merupakan petilasan Pangeran Dita Ciptarasa. "Bangunan itu isinya petilasan Pangeran Dita Ciptarasa dari kerajaan Banten, beliau dulu menguasai Gunung Mas hingga Megamendung," tutur Pian menceritakan.
Bagi wisatawan yang berminat mengunjungi situs ini bisa melewati jalan Ciburial Puncak. Anda bisa juga melewati jalan Simpang Pasar Cisarua.
Batu Kraton sebagai benda cagar budaya syarat akan nilai sejarah tersebut kondisinya kini kurang terawat. Pagar tembok di sekeliling lokasi sudah lapuk, dan sebagian roboh.
Pian mengaku, sudah mengajukan pemeliharaan ke Dinas Pariwisata Kabupaten Bogor sejak 2011. Kendati demikian, hingga hari ini belum ada kepedulian dari pemerintah.
"Saya sudah mentok ke Dinas Pariwisata. Sekarang saya hanya berharap kalau ada dari yang mengunjungi saja," ujarnya.