Istana Bung Hatta Saksi Sejarah Pemerintahan Darurat RI
- VIVA.co.id/Andri Mardiansyah
VIVA – Semua warga Sumatera Barat, pasti mengetahui keberadaan gedung Istana Bung Hatta, yang terletak di jantung Kota Bukittinggi, Sumatera Barat. Istana ini tepatnya berada di jalan Istana, Kelurahan Bukit Cangang, Kecamatan Guguk Panjang itu.
Istana Bung Hatta yang pada masa Pemerintahan Kolonial Belanda tersebut diketahui dulunya bernama Gedung Tri Arga. Sebelum masa Kemerdekaan RI, gedung ini merupakan bangunan yang diperuntukkan bagi Residen Padangse Bovenlanden dan Asisten Residen Agam.
Sekitar Juni 1947 hingga Februari 1948, bangunan tersebut kemudian beralih fungsi menjadi tempat kedudukan Wakil Presiden Mohammad Hatta. Bangunan Istana Bung Hatta yang sejak 2007 sudah menjadi inventaris cagar budaya, dan memiliki nilai historis sejarah yang cukup penting bagi bangsa Indonesia.
Pada saat Belanda berhasil menduduki kota Yogyakarta, Bukittinggi dijadikan sebagai kota pemerintah darurat Republik Indonesia dan menjadikan Istana Bung Hatta sebagai salah satu basis Pemerintah Indonesia. Berdasarkan riwayat catatan Balai Pelestarian Cagar Budaya Sumatera Barat, awal mula pembangunan gedung ini belum diketahui dengan pasti.
Namun, dari segi arsitektur mempunyai ciri-ciri khas arsitektur kolonial, sebelum diubah menjadi Istana Kepresidenan (Bung Hatta). Sekarang gedung ini berfungsi sebagai objek wisata sejarah dan rumah tamu negara bila berkunjung ke Bukittinggi.
Sudah banyak perubahan
Tata ruang bangunan dari gedung ini pun sudah banyak perubahan. Bangunan ini mempunyai ciri arsitektur kolonial dengan kamar-kamar yang luas berjumlah delapan buah, dan saat ini sudah ditambah sehingga menjadi 12 buah. Atap bangunan dibuat dari atap sirap. Sedangkan, pada halaman depan, terdapat sebuah koridor yang disangga oleh pilar-pilar bulat.
Bangunan Istana Bung Hatta pertama kali dilakukan rehabilitasi pada 1961. Sekitar 1980-an terjadi penggantian plafon. Ruang dalam, yang semula ada bagian yang terbuka berfungsi sebagai taman, kemudian ditutup dengan membuatkan atap berbentuk joglo. Sedangkan taman yang terdapat di bawahnya tidak ada lagi karena sudah menyatu dengan lantai ruangan-ruangan lain.
Nah, bagi anda para wisatawan yang suka dengan wisata sejarah dan ingin berkunjung, serta melihat secara langsung bentuk bangunan luar dan isi di dalamnya, sangat mudah sekali. Karena lokasi Istana Bung Hatta ini berada tepat di depan kawasan Jam Gadang.
Hanya dengan minta izin kepada penjaga gedung, Anda sudah dapat memasuki wilayah lingkungan Istana Bung Hatta dan masuk ke dalam. Di bagian dalam ruangan, Anda juga dapat melihat sejumlah foto-foto lama yang dipajang di dinding. Foto yang ada juga dilengkapi dengan keterangan detail tentang sejarahnya.
Ahli Sejarah Universitas Andalas, Anatona Gulo menyebutkan, setelah kota Yogyakarta diserang dan berhasil diduduki oleh Pemerintah Kolonial Belanda, serta para pemimpin bangsa ditangkap oleh Belanda, maka terbentuklah Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) yang merupakan penyelenggara pemerintahan Republik Indonesia periode 22 Desember 1948 hingga 13 Juli 1949.
PDRI pada masa itu dipimpin oleh Syafruddin Prawiranegara, yang disebut juga dengan Kabinet Darurat. Nah, selain beberapa wilayah, Kota Bukittinggi pada masa itu juga merupakan salah satu basis dari PDRI. Istana Bung Hatta sebelumnya memiliki nama rumah “Tamu Agung”, Gedung Tri Arga, dan Wisma Hatta.
Gedung Tri Arga lanjut Anatona, pada masa itu hanya merupakan bangunan istana Wakil Presiden, sementara Bung Hatta lebih banyak tinggal di Jakarta dan tahun 1948 di Yogyakarta. Walau demikian, jika Bung Hatta melakukan kunjungan ke Sumatera Barat, maka Istana Bung Hatta juga dijadikan tempat untuk melakukan pergerakan perjuangan dan menyelesaikan sejumlah persoalan negara pada waktu itu. Bung Hatta sendiri menempati Istana Bung Hatta di Bukittinggi sampai menjelang Agresi Militer Belanda ke II meletus.
Anatona menegaskan, pemerintah saat ini lebih gencar memberikan pemahaman tentang sejarah bagi generasi penerus, karena mereka lah nantinya yang akan meneruskan nilai sejarah yang terkandung di dalamnya. Apalagi sejarah merupakan bagian dari identitas bangsa Indonesia.
"Maka dari itu, mari bersama-sama melestarikan nilai sejarah yang ada," tuturnya.