Kisah di Balik Alat Kecantikan Permaisuri Keraton Sumenep
- VIVA.co.id/Nur Faishal
VIVA.co.id – Keraton Sumenep satu-satunya bangunan cagar budaya peninggalan adipati/raja di Pulau Madura, Jawa Timur, yang masih terbilang bagus. Ragam benda peninggalan raja dan permaisurinya tersimpan di dalamnya. Setiap benda kuno itu mengandung kisah.
Keraton Sumenep berdiri di jantung Kota Sumenep, tepatnya sekira 300 meter sebelah timur masjid sezaman dengan keraton, yakni Masjid Jamik. Berdasarkan catatan di papan informasi, keraton tersebut dibangun pada 1780 oleh Panembahan Somala Asiruddin Pakunataningrat, dengan arsitek keturunan Tionghoa bernama Law Piango.
Panembahan Somala adalah keturunan dari Gusti Raden Ayu Tirtonegoro R Rasmana dan Kanjeng Tumenggung Aro Tirtonegoro atau Bindara Saod. Sebab itu di kompleks keraton juga terdapat rumah tempat istirahat Bindara Saod atau keraton lama, tepatnya di sisi barat bangunan pendopo.
Gaya bangunan Keraton Sumenep dipengaruhi corak China, Eropa dan Arab. Itu terlihat pada gapura atau pintu masuk keraton yang bernama Labang Mesem. Corak sama bisa dilihat pada gapura di pintu masuk Masjid Jamik. Ihwal asing tidak hanya ada pada arsitektur bangunannya, tetapi juga pada benda-benda kuno yang tersimpan dalam keraton.
Di antaranya peralatan kecantikan yang tersimpan di lemari kaca di ruang tengah rumah resmi Bindara Saod, yang berada di sisi barat pendopo. Di situ, terdapat lima peralatan kecantikan yang biasa dipakai oleh permaisuri. Yakni kaca berbingkai kayu, tempat bedak, sabun, dan bejana atau jambangan untuk wadah air dari porselin, dan gayung dari tempurung kelapa.
Dari lima peralatan itu, tiga benda yang disebut berasal dari China, yakni tempat bedak, sabun dan bejana. Berdasarkan pengamatan VIVA.co.id saat berkunjung ke Keraton Sumenep Kamis, 12 Oktober 2017, ciri khas China terlihat pada bejana. Motif daun terlukis pada permukaan porselin putih di bejana tersebut.
"Betul, peralatan kecantikan itu memang berasal dari China. Informasi yang saya peroleh, itu persembahan dari saudagar China yang lari ke Dungkek setelah Batavia dikuasai Belanda pada tahun 1700-an," kata sejarawan Madura, Tajul Arifin kepada VIVA.co.id, Sabtu, 14 Oktober 2017.
Dia menjelaskan, lazimnya sebuah kerajaan lain, adipati atau seorang raja di Sumenep juga memiliki istri dan selir banyak. Satu di antara perempuan sang raja berstatus sebagai permaisuri. "Raja-raja dahulu punya istri banyak. Ada 18, termasuk di kerajaan Sumenep," ujar Tajul.
Status perempuan Raja Sumenep sama dengan konsep beristri raja-raja Jawa: Garwo Padmi (istri utama atau permaisuri) dan Garwo Ampil atau Ampeyan (selir). "Karena itu di antara para istri-istri Raja Sumenep ini ada semacam persaingan," ujar Tajul.
Nah, mempercantik diri adalah satu di antara cara istri-istri merebut hati dan ketertarikan raja. "Jadi, peralatan kecantikan yang terdapat di Keraton Sumenep itu adalah kebiasaan istri Raja Sumenep agar sang raja atau suami selalu tertarik. Peralatan kecantikan di Keraton Sumenep itu hanya dipakai oleh permaisuri saja. Itu dipakai masa Panembahan Sumolo ke bawah," tuturnya.
Tidak hanya dari luar, Tajul menjelaskan permaisuri dan selir biasa mempercantik sisi dalam kewanitaan mereka dengan cara mengonsumsi jamu ramuan. Peralatan meracik jamu khusus wanita itu juga tersimpan di Keraton Sumenep. "Karena itu jamu Madura terkenal sampai sekarang," kata dia.