Tuturangia Andala, Sesajen untuk Penguasa Laut di Sultra

Tuturangia Andala, Prosesi Sesajen di Laut Baubau Sulawesi
Sumber :
  • VIVA.co.id/Kamarudin Egi

VIVA.co.id – Ada hal menarik di Kota Baubau, Provinsi Sulawesi Tenggara. Di kota ini ada tradisi ritual adat berupa pemberian sesajen di lautan. Hal ini sebagai bentuk permohonan doa dan ucapan terima kasih kepada penguasa laut, yang telah memberi rezeki berupa ikan hasil tangkapan nelayan.

Hari Keempat Lapor Mas Wapres Catat 296 Aduan, Paling Banyak soal Ini

Proses adat itu bernama Tuturangia Andala. Kata Tuturangia Andala sendiri terdiri dari dua kata, pertama Tuturangia yang berarti pemberian dan Andala berarti laut. Dalam Bahasa Indonesia, Tuturangia Andala berarti pemberian sesajen di lautan. Prosesi adat ini dilaksanakan pada perayaan festifal budaya tua Kota Baubau tahun 2017, tepatnya di Pulau Makasar.

Tuturangia Andala adalah sebuah ritual kebudayaan yang sudah lama dipertahankan. Masyarakat Kota Baubau yang bermukim di Pulau Makasar percaya, ritual ini dapat menghapus kesialan atau yang dalam istilah mereka adalah tolak bala. Proses adat ini dilakukan masyarakat Pulau Makasar karena mereka memiliki aktivitas keseharian sebagai nelayan.

Istana Tegaskan Program Lapor Mas Wapres Punya Pemerintah, Bukan Gibran

"Jadi kami juga meminta agar diberikan hasil tangkapan yang banyak juga kepada penguasa laut," kata Armudin selaku Ketua Adat Pulau Makasar kepada VIVA.co.id.

Menurut masyarakat setempat, ritual Tuturangia Andala seperti ini harus dilakukan, sebab, pulau mereka memiliki letak geografis di pesisir pantai. Masyarakatnya yang bekerja sebagai nelayan dianggap perlu memberikan sesajen kepada penguasa laut sebagai bentuk terima kasih dan doa agar hasil tangkapan lebih baik.

Dengar Keluhan Nelayan di Muara Angke, Ridwan Kamil: Ini Jadi Perhatian Khusus Kami

"Ini juga untuk mendapatkan keberkahan dari Tuhan Yang Maha Esa," katanya.

Ada aturan dalam proses pemberian sesajen ini. Pemberian sesajen dilakukan di empat penjuru mata angin. Masyarakat Pulau Makasar menamainya sebagai penjuru Kajumalanga, Labu, Kolema, dan penjuru Latondakau.

Dari empat penjuru ini, masyarakat yang diwakili belasan anggota adat, turun ke laut menggunakan sebuah sampan kecil dan memberikan sesajen. Namun sebelum itu, sesajen yang telah dihidangkan harus sudah lewat proses ritual adat, yakni dibacakan mantra-mantra oleh ketua dan anggota adat.

"Pemberian sesaji pada penguasa laut ini merupakan salah satu tradisi warisan para leluhur. Proses adat ini sudah terjadi sejak abad ke-18 Masehi," jelas Armudin.

Masyarakat di pulau ini sangat menghargai laut karena dari hasil lautlah mereka dapat bertahan hidup dan menjalani aktivitas sehari-hari. Melihat kecintaan mereka terhadap laut, tidak heran jika masyarakat Pulau Makasar mempunyai sebuah ritual kelautan sebagai wujud rasa terima kasih mereka pada Sang Pencipta.

Usai melaksanakan ritual Tuturangia Andala, masyarakat setempat juga melakukan pakande-kandea, sebuah acara adat dengan makan bersama. Ratusan jenis makanan yang disimpan dalam talang yang terbuat dari rotan, akan dihidangkan untuk semua masyarakat pulau Makasar dan masyarakat yang datang menyaksikan kegiatan ritual Tuturangia Andala tersebut.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya