Mantan Menteri Ikut Mendaki 7 Gunung dalam 100 Hari
- VIVA.co.id/Bayu Nugraha
VIVA.co.id – Tim ekspedisi 7 Summits in 100 Days, sebuah ekspedisi pendakian tujuh gunung tertinggi di seluruh Indonesia, hari ini mengumumkan keberangkatan ekspedisi tersebut dimulai pada hari ini, Senin 9 Oktober 2017.
Dengan membawa misi untuk mempromosikan pariwisata dan pelestarian alam Indonesia, ekspedisi ini akan menjadi ekspedisi yang tercepat yang pernah dilakukan selama ini.
Anggota tim adalah Anton Apriyantono, Tri Hardiyanto dan Mila Ayu Hariyanti. Mereka tiga pecinta alam Indonesia yang bertekad untuk menjalankan ekspedisi ini, dan menorehkan sejarah baru di dunia pecinta alam.
Ketua ekspedisi 7 Summit in 100 Days, Anton Apriyanto mengatakan, ide awal dari ekspedisi ini adalah kesamaan visi dan misi untuk melakukan promosi pariwisata Indonesia, khususnya pariwisata gunung ke mancanegara.
"Mereka datang ke saya dan curhat ingin berbuat sesuatu untuk mempromosikan pariwisata gunung, saya dukung. Berhubung sama-sama punya hobi naik gunung, akhirnya kami sepakat untuk membuat ekspedisi pendakian tujuh gunung tertinggi di Indonesia ini," kata Anton di Jakarta, Senin.
Mantan Menteri Pertanian periode 2004-2009 ini juga menuturkan, dirinya bangga kepada Tri dan Milla, dua anak muda yang mempunyai jiwa nasionalisme untuk memperkenalkan promosi pariwisata Indonesia.
"Saya bangga kepada Mila dan Tri, masih muda tetapi sudah bersikap nasionalis dengan ide untuk mengharumkan nama Indonesia melalui ekspedisi ini," ucapnya.
Ekspedisi ini ditargetkan akan menghabiskan waktu selama 100 hari yang akan menjadi rekor tercepat dalam ekspedisi pendakian tujuh gunung tertinggi di Indonesia.
Rekor sebelumnya dipecahkan pada 2015, yang menghabiskan waktu selama tujuh bulan untuk menaklukkan ketujuh puncak tertinggi di seluruh Indonesia.
Ketujuh gunung tersebut antara lain Gunung Kerinci di Sumatera, Gunung Semeru di Jawa, Gunung Bukit Raya di Kalimantan, Pegunungan Latimojong dengan puncak Rantemario di Sulawesi, Carstensz Pyramid di Papua, Gunung Binaiya di Kepulauan Maluku, dan Gunung Rinjani di Kepulauan Nusa Tenggara.
Sementara itu, Tri Hardiyanto mengatakan, ekspedisi ini akan berakhir pada 31 Desember 2017. "Tim ini telah melakukan persiapan sejak bulan Februari 2017 dan telah merampungkan setiap rencana perjalanan untuk masing-masing gunung tersebut," ujarnya.
Tim ekspedisi ini mendapat dukungan finansial dari TPS Foods yang menjadi sponsor utama. Selain itu, tim ini juga menjalin kerja sama dan sponsor dari Sinar Mas, Bank Mandiri, Bank Mega, Bakrie and Brothers dan beberapa produk pendakian lokal, seperti AVTECH dan Consina.
"Tahap persiapan lainnya, kami rutin mempersiapkan diri dengan berlatih fisik dan teknik, serta melakukan try out ke beberapa gunung di Indonesia," kata Tri.
Ekspedisi ini, katanya, diharapkan dapat mempromosikan pariwisata dan pelestarian alam Indonesia yang akan ditandai dengan semakin meningkatnya jumlah wisatawan, dalam dan luar negeri, yang berkunjung ke tujuh gunung tertinggi di Indonesia ini. Serta, semakin meningkatnya kesadaran pelestarian lingkungan gunung dan rasa memiliki alam gunung di Indonesia.
"Selain itu, kami juga ingin memecahkan rekor pendakian tercepat tujuh gunung tertinggi Indonesia untuk kategori tim, pria termuda, wanita termuda dan pria tertua," kata Tri yang berusia 27 tahun.
Mila Ayu Hariyanti, salah satu pendaki wanita dalam ekspedisi ini menyatakan, dirinya ingin menjadi perempuan pertama yang mendaki tujuh gunung tertinggi di Indonesia dalam waktu tercepat.
"Kami juga melihat banyak pendaki gunung Indonesia beromba-lomba untuk mendaki gunung tinggi di luar negeri sebagai tolak ukur keberhasilan. Namun, kenapa bukannya berlomba untuk mempromosikan gunung di Indonesia," katanya.
Menurut Mila, gunung-gunung di Indonesia lebih menarik dan memiliki semua karakteristik gunung dunia, dari gunung berapi aktif, pasif bahkan yang bersalju.
"Dunia pun juga mengakui keindahan alam Indonesia yang ditunjukkan oleh UNESCO, yang menetapkan untuk melindungi taman-taman nasional Indonesia, misalnya taman nasional Lorentz di Papua," ujarnya. (asp)