Depok Pernah Punya Pemerintahan dan Presiden Sendiri

Gedung bekas Het Gemeente Bestuur van Het Particuliere Land Depok yang kini difungsikan sebagai Rumah Sakit Harapan.
Sumber :
  • VIVA.co.id/Zahrul Darmawan

VIVA.co.id - Sebagian besar masyarakat barangkali cuma mengenal Depok sebagai kota yang dahulu adalah bagian dari Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Tak banyak yang mengetahui bahwa kota di sebelah selatan Jakarta itu di masa lampau mempunyai pemerintahan dan bahkan presiden sendiri.

Pemerintahan maupun presiden itu bukan sekadar simbol, bukan pula lelucon, tetapi dalam arti sesungguhnya dengan segala perangkat maupun aparaturnya, seperti para menteri dengan urusan spesifik.

Pemerintahan itu Het Gemeente Bestuur van Het Particuliere Land Depok. Para presidennya dipilih secara demokratis. Pusat pemerintahannya terletak di titik Kilometer 0 yang ditandai dengan Tugu Depok. Sejengkal dari situ berdiri sebuah gedung yang dahulu difungsikan sebagai kantor pemerintahan, kini digunakan sebagai Rumah Sakit Harapan.

Presiden pertamanya adalah Gerrit Jonathans, menjabat pada tahun 1913. Presiden berikutnya tercatat ada tiga tetapi tiada catatan terperinci masing-masing presiden keberapa, antara lain Martinus Laurens, menjabat tahun 1921; Leonardus Leander, menjabat tahun 1930; dan terakhir Johannes Matijs Jonathans, menjabat tahun1952.

“Setiap tiga tahun ada pemilihan, di situ ada menteri-menterinya juga; ada menteri pasar, dan sebagainya,” kata Ratu Farah Diba ahli sejarah Kota Depok sekaligus Ketua Heritage Community, ketika ditemui VIVA.co.id.

Cornelis Chastelein

Asal-usul Depok tak terlepas dari peran pejabat VOC bernama Cornelis Chastelein, kelahiran Amsterdam, Belanda, 10 Agustus 1657. Dia keturunan Perancis berdarah biru alias bangsawan. Ibunya, Maria Cruydenier, warga Belanda, anak wali kota Dordrecht.

Di usia 17 tahun, bungsu dari delapan bersaudara itu mengawali kariernya di VOC, kemudian ikut ekspansi ke Batavia dengan kapal Huis te Cleeff, pada 24 Januari 1675.

Cornelis dan rombongan tiba di Batavia pada 16 Agustus di tahun yang sama. Ia kemudian bertugas di bagian administrasi atau pembukuan pada Kamer van Zeventien. Cornelis tumbuh menjadi pria dewasa dengan karier yang terus merangkak naik.

Sekira tahun 1682, ia sukses menjadi pengusaha besar dan menikah dengan Catharina van Quaelborg dan memiliki seorang putra bernama Anthony. Dia diketahui juga memiliki putri angkat berdarah campuran (Indo) bernama Maria.

Presiden Prabowo Subianto Bakal Nyoblos Pilkada di Bojongkoneng

Cornelis lalu mengundurkan diri dari pekerjaannya di VOC. Kemudian ia mendapatkan hak tanah di antaranya di Sringsing, sekarang Serengseng Sawah, Jakarta Selatan, lalu Weltevreden (Gambir, Jakarta Pusat). Pada 18 Mei 1696, ia juga membeli lahan seluas 1.244 hektare. Berdasarkan persil atau surat tanah yang ia dapat, lahan seluas 1.244 hektare itu bernama Depok.

Dengan tanah yang cukup luas itu, Cornelis kemudian berinisiatif menjadikan Depok sebagai kawasan pertanian. Bahkan, ia juga membuat hutan kota tertua yang terletak di kawasan Pitara, Kecamatan Pancoran Mas, yang disebut Cagar Alam.

48 Tahun Taiwan Technical Mission di Indonesia, TETO Dorong Peningkatan Kerja Sama Sektor Pertanian

Karena ingin memproduksi hasil bumi seperti kopi, padi, dan sebagainya, Cornelis membawa sekira 150 budak yang dianggap mengerti tentang pertanian. Mereka didatangkan dari Bali, Makassar, dan Ambon.

“Budak-budak ini siang hari bekerja, malam harinya diajarkan cara-cara Kristen. Mereka ini hidup dari lahan pertanian yang sekarang ini di pinggiran Ciliwung, sekitar Jalan Kartini, Jalan Pemuda, sampai area kantor Wali Kota Depok, itu dulunya persawahan,” kata Farah Diba.

Momen Unik: Prabowo Disambut Wanita Berjejer Sambil Kibaskan Rambut Saat Kunjungan ke UEA

Selain aktif menyebarkan agama Kristen, Cornelis gencar memberikan pendidikan bagi para budaknya. Ia bahkan sempat mengajarkan sistem ekonomi. Bukti dari pengaruh Cornelis salah satunya ialah Gereja Immanuel yang terletak di samping gedung YLCC, Jalan Pemuda Depok, Kecamatan Pancoran Mas.

FOTO: Bekas gedung Europese Lagere School yang kini menjadi Sekolah Dasar Negeri 2 Pancoran Mas, Depok. (VIVA.co.id/Zahrul Darmawan)

Sedikit maju ke arah barat atau sekira 300 meter menuju Jalan Kartini, dapat dilihat bangunan sekolah yang dulunya disebut Europese Lagere School. Di abad ke-18, itu adalah sekolah khusus kaum elite yang dianggap sejajar dengan Belanda atau hanya warga pribumi yang berdarah biru.

Sekarang sekolah itu telah menjadi Sekolah Dasar Negeri 2 Pancoran Mas Depok. Tak jauh dari SD itu terdapat Rumah Sakit Harapan yang dahulu adalah gedung pemerintahan Het Gemeente Bestuur van Het Particuliere Land Depok.

Bermula perkara warisan

Sebelum meninggal dunia pada 28 Juni 1714, Cornelis berwasiat atau testamen kepada seluruh budak yang berada di bawah kekuasaannya dengan hadiah kemerdekaan. Dia juga memberikan mereka lahan, rumah, hewan, dan alat-alat pertanian.

FOTO: Dolf Jonathans, keturunan Gerrit Jonathans, presiden pertama Het Gemeente Bestuur van Het Particuliere Land Depok. (VIVA.co.id/Zahrul Darmawan)

Vrijgegeven lijfeigenen benevens haar nakomelingen het land voor altijd zouden bezeeten ende gebruyke (Tanah ini dihibahkan kepada setiap dari mereka berikut keturunannya dengan kepemilikan sepanjang diperlukan) demikian tertulis dalam surat wasiatnya.

“Ketika dia wafat, seluruh harta diwariskan kepada para budak, termasuk gereja. Ketika dia mewariskan seluruh harta pada para budak yang ditakutkannya adanya keributan atau perebutan, makanya dia buat testamen yang menunjuk Jarong van Bali untuk memimpin dan mengatur mereka,” kata Farah Diba.

Karena khawatir terjadi perebutan setelah Jarong van Bali meninggal, para budak yang telah merdeka itu menerapkan sistem demokrasi untuk memilih pemimpin yang mereka sebut presiden, sekali setiap tiga tahun.

Di seberang Rumah Sakit Harapan, masih terlihat bekas rumah milik sang presiden terakhir. Rumah tua dengan gaya khas Belanda itu konon dibangun dengan uang seribu gulden.

“Kebetulan presiden terakhir itu paman saya. Nah, opa (kakek) saya adalah presiden pertamanya, bernama Gerrit Jonathans. Mereka yang mengatur tentang perekonomian, termasuk pertanian dan pendidikan,” kata Dolf Jonathans, keturunan Gerrit Jonathans, saat ditemui VIVA.co.id.

Berdasarkan data Yayasan Cornelis Castelein (YLCC), konsep tatanan organisasi pemerintahan desa yang bercorak republik (Gemeente Bestuur) itu, disusun pada tahun 1871 oleh seorang pengacara Batavia, RH Kleijn. Konsep itu baru aktif dijalankan pada 14 Januari 1913.

Menurut akta penyerahan tanah partikulir tahun 1952, Johannes Matijs Jonathans tercatat sebagai presiden terakhir. Tidak ada jabatan wakil presiden, melainkan sekretaris. “Jadi, sebenarnya kemerdekaan kami itu sudah lebih dulu, dan demokrasi juga sudah lebih dulu,” kata Opa Dolf.

Dia mengingatkan juga bahwa usia Kota Depok bukan 18 tahun, merujuk ketetapan yang menjadikan Depok sebagai kotamadya dan terpisah dari Kabupaten Bogor pada 20 April 1999. “Sebenarnya usianya sudah ratusan tahun,” kata Dolf didampingi rekannya, Ferdy Jonathans.

Meski dikenal cukup tersohor, sayangnya hingga kini tidak ada yang tahu makam Cornelis maupun keluarganya yang dahulu sempat tinggal di Mesteer, sekarang Jatinegara. (ren)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya