Melirik Tradisi Nagari Sintuak Jelang Hari Raya Idul Fitri
- VIVA.co.id/Andri Mardiansyah
VIVA.co.id – Menyambut Hari Raya Idul Fitri, tentu saja beragam cara dilakukan oleh masyarakat Indonesia, seperti mempersiapkan kue lebaran, memperindah rumah dan membeli baju baru. Namun berbeda dengan masyarakat di Nagari Sintuak, Kecamatan Sintuak Toboh Gadang, Kabupaten Padang Pariaman, Sumatera Barat.
Setiap 10 hari terakhir Ramadan di setiap tahunnya, masyarakat di Nagari Sintuak ini rutin menggelar
tradisi Talaok Kabau Gadang. Talaok Kabau Gadang diartikan tempat berkumpulnya para pedagang ternak kerbau di suatu tempat yang ada di Nagari Sintuk ini. Para pedagang dapat memamerkan kerbau ternaknya kepada masyarakat dan kepada calon pembeli.
Di tradisi Talaok Kabau Gadang ini, pembeli bukanlah berasal dari individu masyarakat setempat, namun merupakan utusan dari masing-masing pengurus masjid yang ada dari berbagai Nagari dan kecamatan yang ada di Kabupaten Padang Pariaman.
Di sini, terjadi transaksi jual beli antara pedagang dengan utusan pengurus masjid tersebut. Uniknya, mereka tidak melakukan tawar menawar harga secara langsung atau yang lazim terjadi di pasar ternak dengan menyebutkan harga.
Mereka melakukan kesepakatan harga dengan Marosok, yakni dengan cara diam tanpa suara sama sekali. Caranya, antara penjual dan pembeli melakukan kesepakatan harga dengan menggunakan bahasa isyarat jari tangan yang ditutup dengan sehelai handuk kecil atau kain sarung. Pedagang dan pembeli saling berjabat tangan, dan memainkan masing-masing jari tangan untuk bertransaksi.
Setiap jari yang mereka mainkan melambangkan angka puluhan ribu, ratusan ribu, bahkan jutaan rupiah, dan jika sudah sepakat mereka akan melepaskan genggaman tangan. Tujuan dari cara ini tak lain, agar harga ternak yang dijual hanya diketahui oleh si penjual dan pembeli.
Dikatakan Walinagari Sintuak Anasdi Nazar, Talaok Kabau Gadang diselenggarakan pada Jumat 15 Juni lalu dengan menghadirkan sekitar 200 kerbau hasil ternak warga.
Tradisi Talaok Kabau Gadang ini sebelumnya dimulai dengan prosesi Patangnyo Limo Baleh, yakni pertengahan bulan Ramadan pada malam harinya dilakukan musyawarah besar di masing-masing masjid yang ada untuk menentukan jumlah onggok daging kerbau, dan menentukan harga yang akan dijual kepada masyarakat.
Setelah kebutuhan jumlah daging dan harga diketahui, keesokan harinya barulah diselenggarakan tradisi Talaok Kabau Gadang dengan mengumpulkan seluruh peternak kerbau yang ada. Tradisi ini rutin diselenggarakan selama Ramadan sampai hari Lebaran.
Setelah itu, kata Anasdi Nazar, dilanjutkan dengan prosesi malam Duo Tujuah, yaitu di malam 27 di bulan suci Ramadan dilakukan lagi musyawarah di masing-masing masjid untuk memberikan laporan tentang kerbau yang sudah ada. Di sini, pengurus Masjid memungut uang pembelian onggok daging pada jamaah yang telah terdaftar.
Dan prosesi terakhir yakni penyembelihan kerbau, yang mana prosesi ini dilakukan di suatu tempat yang sudah disepakati. Daging kerbau yang sudah disembelih tersebut kemudian dibagi dalam per paket satu kilogram, dan diberikan kepada seluruh jemaah masjid yang sudah terdaftar sebelumnya.
Anasdi Nazar menambahkan, harga daging kepada pembeli yang berasal dari jemaah masjid ini lebih rendah ketimbang harga daging yang ada di pasaran pada umumnya. Dan memberikan keringanan kepada jemaah dalam memperoleh daging untuk disajikan pada Lebaran. (ase)