Banyuwangi akan Gelar Festival Angklung 2017
- VIVA.co.id/Dody Handoko
VIVA.co.id – Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur termasuk salah satu kota yang memiliki acara pariwisata terbanyak di Indonesia, yakni 72 acara selama tahun 2017. Dalam waktu dekat ini Banyuwangi akan menggelar Festival Angklung Caruk Pelajar 2017 yang berlangsung pada 24-25 Februari 2017.
Angklung sendiri merupakan alat musik tradisional yang terbuat dari bambu dengan ukuran bervariasi yang jika dipukul akan menghasilkan bunyi sesuai tangga nada. Alat musik ini bukan hanya milik Jawa Barat, tetapi rupanya juga ada di ujung timur Pulau Jawa itu.
“Nah, saksikan nada-nada angklung caruk di Festival Angklung Caruk Pelajar 2017,” ujar Menteri Pariwisata Republik Indonesia, Arief Yahya dalam siaran pers yang di terima VIVA.co.id, Rabu, 15 Febuari 2017.
Bupati Banyuwangi, Azwar Anas mengatakan,festival angklung kali ini merupakan acara untuk memperkenalkan alat musik tradisional itu kepada generasi muda.
“Salah satunya Festival Angklung Caruk Pelajar 2017. Di festival ini, kami mengenalkan angklung pada generasi muda. Kami ingin anak muda mencintai kesenian tradisionalnya,” kata Azwar.
Lantas apa yang istimewa dari Festival Angklung Caruk Pelajar 2017? Warna apa yang menjadi pembeda dengan kesenian angklung pada umumnya? .
“Angklung Banyuwangi itu khas, dan tidak bisa ditiru daerah lain. Nanti akan ada dua grup musik angklung dalam satu panggung. Dua-duanya adu piawai dan adu kompak dalam memainkan alat musik tradisional Banyuwangi. Biasanya kalau sudah perform, penonton membludak,” ucap Kepala Bidang Potensi Dinas Pariwisata Banyuwangi, MY Bramuda.
Kesenian khas Banyuwangi ini memang punya warna beda. Angklung caruk menggunakan rancakan di mana tempat dudukan dan rancakan menjadi satu. Motifnya sangat tak biasa. Ada motif ular naga di atas angklungnya yang manampakan keindahan dan kegagahannya.
“Angklung juga ditambahkan dengan kethuk, gong, slenthem, saron dan kluncing. Jadi ramai,” kata Bramuda.
Yang membuat heboh, satu kelompok angklung caruk yang beranggotakan 12-25 orang beradu kreativitas dengan kelompok lainnya. Keduanya saling beradu tebak gendhing dan kepandaian memainkan alat musik berlaras pelog dengan iringan sejumlah tembang Banyuwangi.
Setiap kelompok akan membawakan ‘larasan’ yang menjadi andalan dengan seorang penari pria yang disebut Badut. Setelah selesai dan sesuai kesepakatan, maka kesempatan kelompok lain untuk melakukan hal yang sama.