Bulan Madu ke Maladewa, Murah versus Mahal
- VIVA.co.id/Tasya Paramitha
VIVA.co.id – Tak pernah sekali pun terbesit di pikiran saya untuk berbulan madu ke Maladewa. Seperti kebanyakan orang, saya sudah terburu-buru melabeli Maladewa sebagai destinasi bulan madu dan liburan mewah, yang mengharuskan wisatawan merogoh kocek dalam-dalam.
Negara kepulauan ini memang menawarkan pantai-pantai eksotik, laut nan biru dan pasir putih yang menawan. Tak heran jika Maldives atau Maladewa menjadi salah satu destinasi bulan madu paling populer di dunia.
Namun, kecintaan pada pantai sekaligus rasa penasaran yang teramat besar akhirnya membawa saya dan suami menjejakkan kaki di negara yang terletak di Samudera Hindia itu.
Berbekal uang tabungan yang sudah sejak lama kami simpan sedikit demi sedikit, pada tanggal 13 Desember 2016 lalu, kami berangkat ke Maladewa menggunakan pesawat yang telah dipesan beberapa bulan sebelumnya.
Tentu, sebagai newlyweds, kami tergoda menghabiskan hari-hari santai yang romantis di bungalow atas air yang ditawarkan sebagian besar resor di sana. Namun, naluri sebagai traveler juga menggelitik untuk menginap di pulau lokal.
Bukan hanya karena alasan bujet, tapi kami begitu penasaran akan kultur serta kebiasaan masyarakat setempat. Apalagi Maladewa merupakan negara dengan mayoritas penduduk beragama Islam. Fakta yang sempat membuat terkejut, karena sebelumnya, lagi-lagi kami terburu-buru berasumsi Maladewa adalah destinasi wisata pantai yang bebas seperti Phuket.
Dari pengalaman menginap di salah satu pulau lokal itu pun kami menyadari, liburan ke Maladewa ternyata tak harus mahal. Memang benar, negara ini memiliki ratusan resor mewah dengan harga selangit, yang semalamnya dibanderol hingga puluhan dan bahkan ratusan juta Rupiah. Tapi bukan berarti Anda tak bisa menikmati bulan madu atau liburan murah ala backpacker.
Tersedia begitu banyak pilihan penginapan, seperti guesthouse, hostel dan hotel di sejumlah pulau lokal yang harganya jauh lebih ramah kantong.
Singkat kata, kami mencoba keduanya; menginap dua malam di resor dan dua malam di pulau lokal. Kami juga sempat bermalam di Hulhumale, kota transit yang dekat dengan bandara, dan di Male, ibu kota Maladewa yang padat dan ramai. Masing-masing satu malam. Total, kami menghabiskan tujuh hari enam malam di sana.
Â
Nah, lewat tulisan ini, saya mencoba menyuguhkan perbandingan bulan madu di Maladewa, murah versus mahal. Keduanya memang terbilang relatif, namun setidaknya bisa memberikan Anda bayangan mengenai bujet yang harus dipersiapkan dan pilihan apa saja yang tersedia.
Sekilas tentang Maladewa
Sebelum membandingkan antara bulan madu di resor yang berada di pulau privat dan ala backpacker di pulau lokal, pertama-tama Anda harus mengetahui beberapa hal tentang Republik Maladewa.
Negara yang berada di Asia Selatan ini terdiri dari kumpulan 1.200 pulau yang membentuk 26 gugusan yang disebut atoll. Di mana 200 di antaranya dihuni oleh penduduk lokal, dan hampir 100 pulau dikembangkan sebagai resor.
Untuk mencapainya, Anda harus terbang kurang lebih lima jam dari Singapura atau Kuala Lumpur. Hingga saat ini, belum ada maskapai yang melayani penerbangan langsung dari Indonesia ke Maladewa. Semua turis asing juga tak membutuhkan visa untuk pergi ke negara berpenduduk sekitar 393.253 jiwa (data tahun 2015) tersebut.
Sebenarnya tak ada waktu terbaik untuk berkunjung ke negara tropis ini. Namun, musim kering di Maladewa berlangsung antara bulan Desember-April. Biasanya musim hujan ada di bulan Mei-November. Jangan Khawatir, di musim penghujan pun, wilayah Maladewa relatif hanya diguyur hujan sebentar.
Mata uang lokal di sana adalah Rufiyaa. Tetapi hotel dan restoran juga menerima pembayaran menggunakan Dollar AS, terutama ketika Anda menginap di resor. Ada baiknya Anda menyiapkan Rufiyaa untuk restoran dan transportasi lokal. Meski begitu, jangan terlalu banyak menukar uang ke Rufiyaa, karena sulit menemukan money changer yang dapat mengonversinya kembali ke Dollar. Tukarkan uang Anda ke dalam Rufiyaa secukupnya saja.
Money Changer tak mudah ditemui di pulau-pulau lokal. Jadi, disarankan Anda menukar uang sesampainya di Bandar Udara Internasional Velana (dulu dinamakan Ibrahim Nasir). Pastikan Anda telah menukarkan Rupiah ke dalam mata uang Dollar AS terlebih dahulu, karena money changer di bandara lokal tidak menerima Rupiah untuk ditukarkan ke Rufiyaa.
Transportasi lokal di negara ini adalah kapal feri, bus dan taksi. Dengan catatan, taksi hanya tersedia di Hulhumale dan Male. Untuk menuju hotel dari bandara, Anda bisa menaiki feri lokal yang dikelola pemerintah, pesawat atau kapal cepat. Yang pasti, feri lokal hanya melayani rute ke pulau-pulau lokal yang dihuni penduduk lokal. Sedangkan untuk mencapai resor, Anda harus membayar biaya tambahan sewa kapal cepat atau pesawat.
Letaknya yang berada di sebelah selatan Sri Lanka dan tidak jauh dari pesisir selatan India, membuat kuliner Maladewa dipengaruhi oleh budaya kedua negara tersebut. Anda juga tak perlu takut kesulitan mencari hidangan halal. Turis dilarang membawa makanan non-halal dan alkohol masuk ke Maladewa. Keduanya hanya tersedia di resor.
Resor mewah di pulau privat
Bicara Maladewa, memang identik dengan resor-resor mewah dengan bungalow atas air yang memungkinkan Anda langsung menceburkan diri ke laut, dan villa dengan infinity pool menghadap ke laut lepas. Tak heran jika negara ini menjadi langganan tempat berlibur deretan selebriti papan atas dunia, seperti Beyonce, Christiano Ronaldo, Katy Perry, David Beckham, Penelope Cruz, Beyonce, Tom Cruise, Oprah Winfrey, Sandra Bullock, dan tak terkecuali Pangeran William-Kate Middleton.
Bahkan pasangan selebriti Tanah Air juga tak bisa menahan godaan menginap di resor-resor tersebut. Sebut saja Atiqah Hasiholan-Rio Dewanto, Bunga Citra Lestari-Ashraf Sinclair, Anang-Ashanty, Titi Kamal-Christian Sugiono, Yasmine Wildblood-Abi Yapto dan masih banyak lagi.
Perlu diketahui, setiap resor di Maladewa berada di satu pulau privat yang tidak bisa dicapai menggunakan feri lokal.
Ada dua cara untuk memesan resor. Pertama secara online, yang kedua langsung melalui counter resmi resor atau agen travel yang ada di terminal Kkdatangan bandara. Itu juga berlaku untuk hostel atau hotel di pulau lokal. Tentu saja masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan.
Awalnya, kami tergoda untuk memesan resor via online, tapi tak mau cepat tergiur dengan harga murah yang ditawarkan situ-situs perjalanan di internet. Harga tersebut bisa terkesan murahkarena belum termasuk biaya makan dan transportasi ke resor.
Kalau boleh mengingatkan kembali, Anda tak punya pilihan untuk membeli makanan di tempat lain selain di restoran resor, mengingat setiap resor berada di satu pulau privat. Biaya untuk sekali makan umumnya sekitar US$75-150 (Rp1-2 juta) per orang.
Sedangkan untuk transportasi, jenis dan harganya tergantung jarak resor dari bandara. Jika terlampau jauh, Anda tak bisa memilih naik kapal cepat. Mau tak mau, Anda harus naik seaplane (pesawat air) langsung ke resor yang dituju, atau pesawat kecil ke bandara lokal yang lebih dekat, dilanjutkan dengan naik kapal cepat. Harganya pun terbilang mahal.
Sebagai contoh, untuk mencapai Dhigufaru Island Resort yang letaknya jauh di utara Male, yakni di Baa Atoll, Anda harus membayar US$420 (Rp5,6 juta) per orang sekali jalan menggunakan pesawat air, atau US$308 (Rp4,1 juta) per orang sekali jalan menggunakan pesawat domestik, dilanjutkan dengan kapal cepat. Perlu diingat, harga bisa lebih mahal jika Anda datang ke Maladewa di musim liburan.
Jika Anda memesan resor melalui agen travel lokal, seperti yang kami lakukan, Anda bisa mendapat penawaran lebih baik, dan tentu saja terbuka kemungkinan untuk melakukan tawar menawar.
Waktu itu, agen travel menanyakan bujet yang kami miliki untuk menginap di resor. Kami pun diberi sejumlah pilihan resor yang masih masuk ke dalam bujet kami, mulai dari bintang tiga hingga lima.
Pilihan jatuh pada Vivanta by Taj Coral Reef Resort and Spa yang tak begitu jauh dari bandara (satu jam via kapal cepat). Untuk menginap selama tiga hari dua malam di bungalow atas air, kami dikenakan harga US$1.950 (Rp25,9 juta). Harga tersebut sudah termasuk sarapan, makan malam dan transportasi pulang pergi dari dan ke bandara.
Sesampainya di resor, saya begitu terpukau dengan pantainya yang begitu cantik. Ternyata pemandangan alamnya benar-benar seindah di foto-foto yang selama ini saya lihat di internet. Suasana pantainya juga lebih tenang. Banyak sekali burung bangau dan camar yang berterbangan dan sesekali bermain di atas pasir.
Selain foto-foto, leyeh-leyeh di bungalow sambil menikmati fasilitas bintang lima dan suasana pulau privat, sederet aktivitas menarik di resor menunggu kami, mulai dari snorkeling, kayaking, paddling hingga stingrays feeding
Yang terakhir merupakan aktivitas yang rutin diadakan resor tersebut, karena di jam-jam sore hari, puluhan ikan pari selalu singgah ke pantai. Seember besar potongan ikan segar disediakan pihak resor untuk diberikan pada ikan-ikan pari liar tadi.
Ada pula aktivitas yang membutuhkan biaya tambahan, seperti diving, sunset sailing, memancing, makan malam romantis di sandbank alias pulau pasir yang menyembul di tengah laut dan masih banyak lagi. Harganya mulai dari puluhan hingga ratusan Dollar AS per orang.
Pulau lokal
Saya merasa perjalanan ke Maladewa ini begitu komplit, karena bisa merasakan bermalam di tiga pulau lokal yang berbeda. Yang pertama adalah Hulhumale, pulau terdekat dari bandara yang dapat diakses menggunakan bus melewati jalan buatan. Sebagai informasi, Bandar Udara Internasional Velana sendiri terletak di satu pulau buatan yang isinya hanya bandara.
Sebenarnya kami terpaksa menginap di Hulhumale karena pesawat yang kami tumpangi tiba di bandara pada malam hari, di mana feri lokal menuju ibu kota Male tak lagi beroperasi. Tiket bus ke Hulhumale harganya 7 Rufiyaa (Rp6 ribu) per orang. Di sana kami menginap di Beach Sunrise Inn yang harganya US$85 (Rp1,1 juta) per malam, sudah termasuk sarapan.
Rata-rata harga hotel di pulau lokal memang mulai dari Rp1 juta ke atas. Kecuali Anda menginap di guesthouse atau hostel yang bisa di bawah Rp1 juta. Semakin jauh dari Male, semakin mahal pula penginapan di pulau lokal.
Hulhumale terbilang sangat sepi. Namun, penginapan yang umumnya digunakan wisatawan untuk transit menjamur, dan mayoritas warga tinggal di rumah susun yang memenuhi sebagian besar wilayah pulau.
Pulau lokal kedua yang kami singgahi adalah Male. Letaknya sangat dekat dari bandara dan jarak tempuhnya kurang lebih lima menit menggunakan feri lokal dari Pelabuhan Feri Hulhule di bandara, yang harga tiketnya 10 Rufiyaa (Rp8.600) per orang. Karena merupakan ibu kota Maladewa, pulau ini begitu sesak dan padat dengan bangunan-bangunan yang menjulang tinggi.
Jalan utamanya kebanyakan hanya dapat dilalui satu mobil, satu arah dan bukan terbuat dari aspal atau beton seperti di Indonesia, melainkan paving block. Jalanan semakin sempit karena kendaraan diparkir di pinggir jalan, hingga naik ke atas trotoar yang hanya muat untuk satu orang. Ini akibat tak tersedia lahan parkir yang memadai untuk menampung kendaraan-kendaraan tersebut.
Di Male kami menginap di The Beehive seharga US$120 (Rp1,6 juta) per malam, termasuk sarapan, yang letaknya dekat dengan Pelabuhan Feri Villingili. Pelabuhan ini berbeda dari pelabuhan feri ke bandara. Lokasinya berada di ujung barat daya Male dan melayani feri lokal ke beberapa rute, salah satunya ke Maafushi, pulau lokal ketiga yang kami tuju.
Menginap di Male sebenarnya juga di luar rencana, karena setiap hari Jumat, tidak ada feri yang beroperasi ke Maafushi.
Menuju Maafushi bisa dilakukan dengan dua cara, naik feri lokal yang tiketnya seharga 22 Rufiyaa (Rp19 ribu) per orang selama kurang lebih 1,5 jam perjalanan, atau menyewa kapal cepat yang harganya tergantung kesepakatan dan tawar menawar dengan pihak penyewa. Yang pasti harganya jauh lebih mahal dibandingkan feri lokal.
Sebagai gambaran, kami sempat ditawari naik kapal cepat ke Maafushi dengan tarif US$25 (Rp333 ribu) per orang. Memang cukup mahal, namun Anda bisa memangkas waktu perjalanan, menjadi 30 menit saja.
Karena letaknya jauh dari bandara, Maafushi memiliki pantai dan pemandangan alam yang begitu menakjubkan. Tak kalah dari pemandangan di resor yang kami datangi beberapa hari sebelumnya. Saat tiba di pelabuhannya saja, Anda dijamin akan menahan napas begitu melihat warna air laut yang begitu biru dan jernih.
Kami menghabiskan dua malam di Crystal Sands Beach Hotel yang semalamnya dibanderol US$140 (Rp1,8 juta), termasuk sarapan. Pilihan penginapan yang lebih murah juga cukup banyak. Untuk guesthouse atau hostel, harganya mulai dari US$40 (Rp532 ribu).
Selain penginapan, di pulau ini juga banyak dipenuhi dengan rumah warga dan fasilitas sosial seperti sekolah, masjid dan lapangan. Ada pula toko suvenir, restoran, mini market dan berbagai agen perjalanan yang menawarkan paket-paket aktivitas dan olahraga air yang menarik.
Pulaunya sangat kecil. Anda bisa berjalan kaki mengelilingi pulau hanya dalam waktu beberapa jam saja. Warga lokal biasanya menggunakan motor untuk moda transportasi, namun hanya sedikit yang memilikinya, mengingat pulau tersebut sangat kecil, panjangnya hanya 1,2 kilometer dan lebar 0,26 kilometer.
Yang patut diketahui, Maafushi memiliki pantai khusus turis yang tertutup bagi warga lokal. Di pantai ini, Anda bisa bebas berbikini. Namun, di luar pantai tersebut, Anda wajib mengenakan pakaian yang sopan dan tertutup. Aturan yang sama berlaku di pulau-pulau lokal lainnya, seperti Hulhumale dan Male. Itu karena Maladewa menganut hukum syariah yang ketat.
Di sini Anda juga tak akan menemukan bir atau minuman beralkohol lainnya, seperti yang tersedia di resor.
Berbeda dengan resor yang apa-apanya serba mahal, di pulau lokal seperti Maafushi, Anda punya banyak pilihan makanan dan aktivitas serta olahraga air yang bisa disesuaikan dengan bujet. Untuk makanan, harganya bervariasi, dari US$15-25 (Rp200-333 ribu). Yang pasti, di Maladewa, porsi makanannya cukup besar dan dijamin akan sangat mengenyangkan.
Untuk camilan, seperti roti isi di warung makan lokal harganya jauh lebih murah, sekitar 25 Rufiyaa (Rp21 ribu). Air mineral botol ukuran 600 mililiter dihargai 10 Rufiyaa (Rp8.600).
Kami sempat mengambil paket tur seharga US$30 (Rp400 ribu) per orang untuk snorkeling di tiga spot yang letaknya agak jauh dari Maafushi, yaitu Banana Reef, Turtle Reef dan Dolphin Bay. Harga tersebut sudah termasuk alat snorkeling, handuk, air minum dan makan siang di sandbank.
Harga yang layak untuk mengarungi laut Maladewa dan menikmati keindahan bawah lautnya. Kami bahkan sempat bertemu dengan puluhan lumba-lumba dan berenang di laut bersama penyu hijau langka.
Penting untuk diingat, jika Anda snorkeling atau diving di sini, jangan pernah menyentuh terumbu karang karena jika disentuh, mereka akan membutuhkan waktu puluhan tahun untuk tumbuh kembali.
Masih banyak paket perjalanan lain yang harganya juga variatif, dari ratusan ribu hingga jutaan Rupiah, seperti sunset fishing, diving dan olahraga air lain.
Bagi wisatawan yang hanya menginap di pulau lokal dan penasaran dengan suasana resor di Maladewa, para agen perjalanan juga menawarkan paket resort visit. Anda akan diajak mengunjungi resor dan berfoto, berenang serta bermain air di sana selama seharian penuh. Pilihan resor yang bisa dikunjungi juga bermacam-macam. Yang paling banyak dipilih adalah Anantara Resort, karena merupakan salah satu resor termahal di Maladewa.
Anda diharuskan membayar sebesar US$150 (Rp2 juta) per orang untuk berkunjung ke sana. Harga itu sudah termasuk menikmati fasilitas senilai US$100 (Rp1,3 juta) di resor tersebut, melalui makanan, minuman, spa atau aktivitas lain.
Kesimpulan
Sejujurnya saya tak bisa mengatakan mana yang lebih baik, karena baik menginap di resor maupun pulau lokal menawarkan daya tarik tersendiri. Keduanya juga memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing.
Di resor, Anda akan dimanjakan dengan fasilitas mewah, suasana tenang dan privasi. Namun, pilihan di sini terbatas karena mau tidak mau Anda harus menggunakan fasilitas resor dan harganya pun tak bisa ditawar.
Sedangkan pulau lokal menawarkan pengalaman traveling yang dekat dengan budaya masyarakat lokal. Anda juga punya pilihan yang lebih luas dalam memilih penginapan, aktivitas, agen perjalanan dan makanan, yang sebagian besar bisa ditawar. Kekurangannya, tentu saja Anda harus mencari sendiri aktivitas dan paket yang sesuai bujet. Anda juga tak bisa bebas minum bir atau mengenakan baju renang.
Apapun pilihan Anda, banyak hal yang bisa dilakukan untuk menekan biaya pengeluaran. Anda bisa berburu tiket pesawat promo berbulan-bulan sebelumnya, memesan hotel secara online tanpa sarapan, dengan alternatif membawa makanan siap saji atau tahan lama dari rumah, dan jangan berangkat di musim-musim liburan.
Jika memilih menginap di resor pun, Anda bisa menghemat banyak uang dengan memesan hotel tanpa makan dan memesannya sejak jauh-jauh hari. Pilih juga jenis kamar yang paling murah.