Kontribusi Wisata Bahari RI Kalah dari Malaysia
- VIVA.co.id/Al Amin
VIVA.co.id – Indonesia memiliki banyak lokasi wisata pantai yang potensial untuk dikembangkan. Namun, di lain sisi, kesejahteraan penduduk pesisir pantai umumnya berada di bawah rata-rata.
Karena itu, Kementerian Pariwisata bekerja sama dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan terkait industri pariwisata di bidang bahari.
Kerja sama tersebut diharapkan mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat penduduk tepi pantai, sekaligus menjadikan objek pariwisata sebagai tempat yang nyaman dikunjungi oleh wisatawan.
Menteri Pariwisata, Arief Yahya, mengatakan, kerja sama ini dinilai sangat penting karena melihat pariwisata bahari di Indonesia belum dikembangkan secara maksimal.
“Ini penting untuk meningkatkan pemasukan bagi negara. Saat ini wisata bahari masih belum maksimal,” ujar Arief di kantor KKP, Gambir, Jakarta Pusat, Senin, 7 Februari 2017.
Arief menambahkan, kontribusi pendapatan negara dari wisata bahari saat ini baru sekitar 10 persen (US$1,26 miliar atau setara Rp16,7 triliun) dari total devisa yang mencapai US$12,6 miliar selama 2016.
Persentase itu, menurut dia, jauh tertinggal dengan Malaysia yang mampu memperoleh pemasukan dari wisata bahari sebesar US$8 miliar per tahun atau setara dengan Rp106,6 triliun.
“Malaysia delapan kali lipat Indonesia. Padahal Indonesia memiliki garis pantai terpanjang kedua di dunia,” ujar Arief.
Arief menyatakan, pemerintah menargetkan wisata bahari minimal harus mampu memberi pemasukan bagi devisa negara sebesar US$4 miliar (Rp53,3 triliun) atau 10 persen dari target US$20 miliar (Rp266,6 triliun) pada 2019.
“Ini angka yang tidak kecil dan tidak mungkin bisa direalisasikan dengan cara yang biasa,” kata Arief.
Dalam kesempatan yang sama, Menteri KKP Susi Pudjiastuti mengaku senang dengan adanya kerja sama tersebut. Namun, ia menegaskan, kerja sama itu harus dilakukan dengan serius dan tidak terputus di tengah jalan.
“Saya harap kerja sama ini jangan hanya tandatangan MoU. Biasanya banyak MoU hanya masuk laci kerja,” ujar Susi.
Susi menuturkan, masih ada sejumlah permasalahan yang terjadi di sektor perikanan, misalnya tidak terawatnya tempat pengolahan ikan.Kondisi itu mengurangi nilai tambah pariwisata kelautan.
“Attittude juga perlu diubah menjadi lebih baik agar bisa mendapatkan uang lebih banyak daripada wisata darat,” ujarnya. (art)