Anyaman Purun, Kerajinan Turun-temurun Kota Jambi
- Ramond EPU/VIVA.co.id
VIVA.co.id – Jemari Mariulis tanpa henti merajut lembaran anyaman tikar purun di hadapan beberapa pengunjung yang hadir di pondok belajar Jambore Masyarakat Gambut 2016 di GOR Kotabaru, Kota Jambi, Minggu, 6 November 2016.
"Kerajinan ini sudah turun-temurun dilakukan di desa kami," katanya, sambil memperlihatkan kelihaiannya menganyam tikar purun.
Bukan hanya tikar, di hadapan Mariulis berjejer berbagai kerajinan yang terbuat dari purun atau tanaman khas lahan gambut, seperti tas, dompet, sandal, dan sepatu. Semua kerajinan ini sengaja ditunjukkan kepada sesama masyarakat gambut tujuh provinsi yang hadir dalam Jambore Masyarakat Gambut 2016 di Kota Jambi.
Mariulis menuturkan, di Desa Menang Raya, Kecamatan Pedamaran, Kabupaten OKI, Sumatera Selatan, hampir 80 persen ibu-ibu di sana menjadi pengrajinan anyaman purun. Selain bahan baku bisa didapat di sekitar rumah, keahlian menganyam sudah mereka dapat dari keluarga secara turun-temurun.
"Memang saat ini untuk mencari purun sudah mulai susah," katanya.
Salah satu penyebabnya, semakin luasnya perusahaan menggunakan lahan gambut untuk perkebunan sawit. Selain itu, kebakaran yang terjadi di lahan gambut juga menghabiskan purun sebagai bahan baku membuat kerajinan anyaman.
Akibatnya, pengrajin terpaksa membeli purun ke desa tetangga. Untuk membuat satu tikar, mulai dari proses pengeringan hingga pewarnaan purun, bisa menghabiskan waktu sampai satu minggu. Dan kebutuhan tikar di desa tempat tinggalnya cukup tinggi.
"Untuk pemasaran kami masih mengandalkan masyarakat sekitar untuk membeli tikar yang sudah kami buat," ujarnya.
Hasil kerajinan seperti tas, dompet, sandal, dan sepatu, selain dipasarkan di wilayah mereka juga ke wilayah lain. Misalnya, ke Palembang.
Meski demikian, pengrajin purun masih menggantungkan harapan kepada pemerintah setempat dan pihak terkait agar usahanya terus berkembang dan dipasarkan dengan harga yang lebih menguntungkan.
Sementara itu, Suparedy, Kepala Desa Menang Raya mengakui bahwa pengrajin purun jangan dipandang sebelah mata, sebab dapat mendorong ekonomi masyarakat setempat.
"Kalau lahan gambut dirusak, bagaimana masyarakat di sini bisa melanjutkan hidup. Padahal, kerajinan purun ini dibuat sudah sangat lama di desa kami," ujarnya.
Untuk itu, dia berharap persoalan pembakaran lahan gambut bisa segera diselesaikan pemerintah. Selain itu, pemerintah bisa membantu masyarakat dalam memasarkan hasil kerajinan purun.
"Supaya kualitas kerajinan purun di desa kami semakin baik, pemerintah bisa membantu dengan alat jahit dan peralatan lainnya," katanya.