Menelusuri Sejarah Gedung Museum Nasional
- VIVA.co.id/Riska Herliafifah
VIVA.co.id - Mengisi liburan tidak melulu ke mal, melihat pemandangan pantai atau pegunungan. Anda bisa memilih wisata yang lebih mengedukasi ke museum.
Meski sering dianggap membosankan, kini tempat penyimpanan barang bersejarah ini sudah mulai ramai dikunjungi sebagai alternatif wisata. Masyarakat sudah tidak merasa bosan, malas, bahkan takut dengan suasana museum. Apalagi, banyak yang memanfaatkan museum sebagai objek fotografi.
Di Jakarta, Anda bisa menjelajahi banyak tempat wisata sejarah. Salah satunya, Museum Nasional yang terletak di Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat.
Museum ini mengajak Anda untuk belajar tentang sejarah Indonesia, dengan menampilkan arca-arca peninggalan kerajaan di masa lalu, mata uang, perhiasan, minatur rumah adat, kain tradisional, keramik dan barang kesenian lainnya.
Tampak luar, gedung yang juga dikenal sebagai Museum Gajah ini tampak megah. Pilar-pilar di bagian depan bergaya arsitektur kolonial Belanda menyambut pengunjung.
Untuk masuk museum, pengunjung dikenakan biaya Rp5.000 untuk dewasa dan Rp3.000 untuk anak-anak. Setelah membeli tiket, Anda diharuskan menitipkan tas. Selanjtnya, Anda bisa memulai petualangan di museum ini.
Anda bisa mengawali perjalanan dari pintu tengah. Di sini, Anda akan melihat berbagai arca peninggalan sejarah kerajaan Indonesia terdahulu. Ukurannya pun beragam, mulai dari yang paling kecil sampai yang besar, terpajang menghadap halaman bagian dalam museum.
Memasuki halaman tengah, Anda akan melihat arca yang ditaruh di atas rumput hijau, sehingga menyejukan pandangan. Pada bagian ini, kemegahan bangunan akan sangat terlihat, di mana desain gaya kolonial Belanda didomonasi cat warna putih, yang menambah gagah struktur bangunan.
Museum Nasional terdiri dari dua bangunan, bangunan A merupakan bangunan asli, sedangkan bangunan B baru diresmikan pada 2007.
Dedah Rufaedah, Kepala Bidang Penyajian dan Publikasi Museum Nasional menjelaskan bahwa gedung ini berdiri ratusan tahun lalu, atau tepatnya 377 tahun lalu.
Pembangunan museum ini diawali dengan munculnya lembaga penelitian seni bernama Bataviaasch Genootschap, tepatnya 24 April 1778.
"Pada masa itu, masyarakat Belanda sedang populer membuat lembaga pengetahuan seperti ini. Masyarakat di sana sangat penasaran dan banyak ketertarikan dengan masa lalu manusia, termasuk dari luar daerah mereka," jelas Dedah saat ditemui VIVA.co.id, beberapa waktu lalu.
Batavia, nama Jakarta di masa lalu, juga berkeinginan untuk membuat salah satu cabang dari lembaga pengetahuan di Eropa. Namun mereka ingin lebih independen. Akhirnya keinginan itu teralisasi, berkat kemurahan hati salah seorang pendiri dari lembaga penelitian, bernama JCM Radermacher, yang menyumbangkan rumahnya guna dijadikan kantor untuk memamerkan hasil penelitian.
Namun, karena jumlah hasil penelitian semakin banyak dari tahun ke tahun, pada pemerintahan Inggris yang dipimpin Raffles, memindahkan barang tersebut ke Jalan Majapahit, yang kini menjadi Gedung Sekretariat Negara.
Setelah pemerintahan kembali ke pangkuan Belanda, banyak koleksi diangkut ke Negeri Kincir Angin tersebut dan sebagian masih dipamerkan di Museum Nasional.
"Karena koleksi semakin banyak, para pendiri memikirkan gedung baru yang sekarang jadi Museum Nasional, gedung lama pada 1862. Kemudian dibuka untuk umum 1868," ujar Dedah.
Sejak saat itu, Museum Nasional sudah menjadi tempat yang dikunjungi banyak orang terutama warga Jakarta. Pada tahun 1871, Museum ini dikunjungi oleh kaisar China, yang membawa patung gajah sebagai hadiah. Kemudian patung itu disimpan di teras depan, sehingga masyarakat mengenal museum ini sebagai Museum Gajah. Lalu, pada 1979, berubah menjadi Museum Nasional di bawah unit Dirjen Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI.
Koleksi yang saat ini dipamerkan ada di dua tempat, gedung A yang lama, dan gedung B yang diresmikan pada 2007 oleh mantan Presiden, Susilo Bambang Yudhoyono. Untuk gedung A, dipamerkan barang-barang sejarah, prasejarah, arkeologi Hindu dan Budha, sehingga masyarakat bisa melihat sesuai dengan pembabakan sejarah.
Sementara di gedung B, yang baru dibangun pada 1996 dan diresmikan tahun 20 Juni 2007, isinya lebih lengkap. Di gedung ini, ada ruang pameran tetap, auditorium, pameran khusus temporer, ruang pameran tetap empat lantai. Selain itu, ruang manusia lingkungan, ilmu pengetahuan teknologi dan sistem ekonomi, organisasi sosial dan pola lingkungan, serta ruang khasanah untuk keramik dan emas.
"Sementara lantai 5-7 untuk internal museum, seperti ruang studi koleksi, lab kecil-kecilan," imbuh Dedah.