Mengenal Suku Bajo
- VIVA / Tasya
VIVA.co.id - Kementerian Pariwisata bersama Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah dan Kabupaten Morowali menyelenggarakan Festival Bajo Pasakayyang untuk kali kedua. Acara ini dihelat Sabtu, 21 November 2015.
Bajo Pasakayyang, adalah kebiasaan Suku Bajo yang pergi ke suatu tempat untuk tujuan tertentu, seperti mencari sumber pangan dan sebagainya untuk dibawa pulang.
Festival budaya yang diselenggarakan sehari penuh di Pulau Kaleroang, Morowali ini, terdiri dari berbagai rangkaian acara menarik, yang dimulai dengan upacara 'Sedekah Laut' (Ngangaidah) dan Pengibatan bendera Ula-ula, yang dimulai pagi hari, oleh para pemangku adat, dan masyarakat Suku Bajo. Acara itu juga dihadiri Gubernur Sulawesi Tengah, Longki Djanggola dan Pemda setempat.
Acara lalu dilanjutkan dengan parade perahu terpanjang se-Indonesia yang berhasil memecahkan rekor Museum Rekor Indonesia (MURI), karena ada lebih dari 1700 perahu hias turut memeriahkan acara ini. Ada pula festival kuliner khas Suku Bajo. Momen di mana masyarakat dan wisatawan menikmati sederet hidangan tradisional lokal, antara lain hasil olahan laut, tumpeng, dodol, kue cucur, range, dayah dan lapsu manuk.
Hj. Muhaemina Nanga, salah satu kepala adat Suku Bajo mengatakan, terdapat 44 hidangan yang ada di festival tersebut. Menurut tradisi, seluruhnya merupakan hidangan wajib yang selalu tersaji di setiap perayaan, baik itu acara kelahiran, pernikahan, hingga ulang tahun.
"Jadi menurut legenda Suku Bajo, 44 hidangan ini adalah permintaan sang Putri Pako yang tengah mengidam. Makna disajikan hidangan-hidangan ini adalah sesajian untuk Tuhan atas sumber hasil laut yang menjadi mata pencaharian Suku Bajo sejak ribuan tahun lalu," ujar Muhaemina, di sela-sela Festival Bajo Pasakayyang.
Pertunjukan seni budaya
Menjelang matahari terbenam, karnaval baju adat suku Bajo dan suku-suku lain di Morowali seperti Bungku, Bone dan Bugis turut ditampilkan di jembatan atas laut yang menghubungkan Pulau Kaleroang dan pulau mungil di sebelahnya.
Malam hari, masyarakat lokal dan wisatawan yang hadir juga disuguhkan pertunjukkan drama musik kolosal tentang asal usul Suku Bajo yang diperankan oleh anak-anak SMP Kaleroang, lengkap dengan tata gerak, musik dan lampu-lampu yang megah. Panggung musik yang menampilkan selebriti lokal menjadi acara penutup Festival Bajo Pasakayyang tahun ini.
Menurut Eddy Susilo, Kepala Bidang Festival, Asisten Deputi Bidang Pemasaran Pasar Asia Tenggara dari Kemenpar, festival ini diharapkan mampu menjadi sarana untuk mempromosikan Pulau Kaleroang dan kepulauan lain di Morowali, sebagai daya tarik wisata yang unik.
"Kami juga berharap Festival Bajo Pasakayyang bisa sejajar dengan berbagai festival budaya yang berhasil digelar di seluruh Nusantara. Semoga ini menjadi agenda rutin sehingga dapat mendatangkan wisatawan mancanegara," ujar Eddy, ditemui di kesempatan yang sama.
Suku Bajo merupakan suku pengembara yang dikenal sebagai nelayan tangguh. Seluruh aspek kehidupan masyarakat suku ini bergantung dengan laut. Hal itu yang membuat suku Bajo sering disebut sebagai pengembara samudera.
Meski berasal dari Johor, Malaysia, saat ini masyarakat suku Bajo telah menyebar dan tinggal di berbagai daerah perairan di sejumlah negara. Morowali menjadi salah satu tempat tinggal suku Bajo terbanyak di dunia.
(mus)