Candi Mendut, Sejarah dan Penamaan Reliefnya
- Kemdikbud
VIVA – Candi Mendut terletak di Jalan Mayor Kusen, Desa mendut, Kecamatan Mungkid, Kabupaten Magelang, Provinsi Jawa Tengah. Secara astronomis terletak di 7° 36′ 17.17″ LS, 110° 13′ 48.01″ BT. Candi Mendut berada sekitar 3 km dari Candi Borobudur. Seperti halnya Candi Borobudur, lingkungan geografis Candi Mendut dikelilingi oleh Gunung Merapi dan Merbabu di sebelah Timur, Gunung Sindoro dan Sumbing di sebelah Utara, dan Pegunungan Menoreh di sebelah Selatan, serta terletak di antara Sungai Progo dan Elo. Candi Mendut didirikan di lahan datar yang terletak di sebelah barat Jalan Negara dan di antara pemukiman penduduk.
Sejarah penemuan
Candi ini pertama kali ditemukan kembali pada tahun 1836. Saat itu dalam keadaan runtuh dan tertimbun tanah dan ditumbuhi semak belukar, kemudian pada tahun tersebut candi mulai dibersihkan. Seluruh bangunan Candi Mendut diketemukan, kecuali bagian atapnya. Survey yang lengkap terhadap Candi Mendut beserta lingkungannya dilakukan untuk pertama kalinya pada akhir abad ke-19 oleh B. Kersjes and C. den Hamer. Survey tersebut dimaksudkan untuk menentukan tindakan yang harus diambil untuk melestarikan candi untuk generasi mendatang.
Pada tahun 1897-1904 dilakukan usaha penggalian dan pemugaran dan perbaikan perdana oleh Belanda. Pemugaran tersebut berhasil membangun bagian kaki dan tubuh candi. Pada tahun 1908 T. van Erp melanjutkan perbaikan Candi Mendut bersamaan dengan perbaikan Candi Borobudur, akan tetapi perbaikan tersebut belum selesai karena tapnya belum dapat dipasang. Perbaikan selanjutnya juga dilakukan pada tahun 1925 yang menghasilkan beberapa stupa kecil dapat dipasangkan kembali pada atap candi.
Sejarah Candi
Diperkirakan usia Candi Mendut lebih tua dari Candi Borobudur atau paling tidak, sejaman dengan Candi Borobudur. Ini berdasarkan temuan tulisan pendek (inskripsi) yang diduga berasal dari bagian atas pintu masuk. Dari segi paleografis, tulisan tersebut ada persamaan dengan tulisan-tulisan pendek yang tertera pada bagian atas panel relief Karmawibhangga Candi Borobudur. Setelah kurang lebih satu abad, bangunan ini menjadi tempat jiarah bagi para penganut Buddha. Candi ini kemudian terabaikan bersamaan dengan keruntuhan Kerajaaan Mataran Kuno, tertimbun tanah dan pasir akibat letusan Gunung Merapi, gempa bumi, dan hilangnya batu-batu candi karena digunakan oleh masyarakat sekitar untuk keperluan pribadinya.
Penamaan Candi Mendut
Candi ini dinamakan mendut karena terletak di Desa Mendut. Candi Mendut merupakan Candi bercorak keagamaan Buddha Mahayana yang didirikan pada masa pemerintahan Raja Indra dari Dinasti Syailendra. Prasasti dari Desa Karang Tengah yang berangka tahun 824 Masehi menyebutkan bahwa Raja Indra membangun bangunan suci bernama çrimad venuvana yang berarti bangunan suci di hutan bambu. Menurut J.G. de Casparis, ahli arkeologi dari Belanda kata ini dihubungkan dengan pendirian Candi Mendut.
Bentuk Bangunan
Candi Mendut terbuat dari batu andesit pada bagian luar dan bata pada bagian dalam bangunan (tidak terlihat). Candi Mendut menghadap ke barat laut, berlawanan dengan Candi Borobudur yang menghadap ke Timur. Denah candi berbentuk persegi panjang dengan ukuran panjang 10 m x lebar 10 m dan tinggi bangunan 13,3 m. Tinggi batur (bagian kaki candi) setinggi 3,7 m dan terdapat tangga masuk yang terdiri dari 14 anak tangga. Bangunan candi berbilik satu, dengan tangga di sisi Barat Laut. Di atas kaki candi terdapat langkan setinggi 1 m dan selasar selebar 2,48 m. Bangunan candi secara arsitektural dibagi menjadi 3 bagian yaitu kaki, tubuh, dan atap.
Pangkal pipi tangga dihiasi makara, yaitu bentuk kepala naga berbelalai gajah yang mulutnya sedang terbuka lebar. Makara ini berjumlah 2 buah (sepasang). Di dalam mulut naga terdapat seekor singa. Di bawah kepala naga terdapat panil berbentuk makhluk kerdil (Gana).
Relief
Dinding pipi tangga dihiasi dengan beberapa panil berpahat yang menggambarkan berbagai cerita yang mengandung ajaran Buddha (relief-relief cerita Pañcatantra dan Jataka). Pañcatantra adalah sebuah karya sastra dunia yang berasal dari Kashmir, India dan ditulis pada abad-abad pertama Masehi.
Pañcatantra ini mengisahkan seorang brahmana bernama Wisnusarma yang mengajari tiga pangeran putra Prabu Amarasakti mengenai kebijaksanaan duniawi dan kehidupan, atau secara lebih spesifik disebut ilmu politik atau ilmu ketatanegaraan. Ilmu pelajarannya terdiri atas lima buku, itulah sebabnya disebut Pañcatantra yang secara harfiah berarti “lima ajaran”. Lima bagian ini merupakan lima aspek yang berbeda dari ajaran sang brahmana ini. Bagian-bagian tersebut di dalam buku bahasa Sanskerta yang berjudulkan Tantrakhy?yika dan dianggap sebagai Pañcatantra yang tertua, adalah sebagai berikut:
- Mitrabheda(Perbedaan Teman-Teman)
- Mitrapr?pti(Datangnya Teman-Teman)
- K?kol?k?ya(Peperangan dan Perdamaian)
- Labdhan??a(Kehilangan Keberuntungan)
- Apar?k?itak?ritwa(Tindakan yang Tergesa-Gesa )
Ciri khas Pañcatantra ini terutama ialah bahwa ceritanya dikisahkan dalam bentuk cerita bingkai dan banyak mengandung fabel–fabel. Cerita bingkai ini juga disebut dengan istilah kath?mukha dan cerita-ceritanya semua dirangkai menjadi satu dengan yang lain. Setelah setiap cerita yang biasanya dalam bentuk prosa, moral cerita diringkas dalam bentuk seloka. Cerita-cerita fabel Pañcatantra banyak yang berdasarkan cerita-cerita jataka.
Hiasan relief-relief pada Candi Mendut merupakan cerita berupa ajaran moral dengan menggunakan tokoh-tokoh binatang sebagai pemerannya. Terdapat 31 buah panel yang memuat relief cerita pada bagian dasar tubuh candi, di antaranya relief cerita “Brahmana dan Kepiting”, “Angsa dan Kura-Kura”, “Dua Burung Betet yang berbeda” dan “Dharmabuddhi dan Dustabuddhi”.
Relief Brahmana dan Kepiting menceritakan seorang brahmana yang menyelamatkan seekor kepiting. Kepiting ini kemudian membalas budi dengan menyelamatkan brahmana dari gangguan gagak dan ular.
Relief Angsa dan Kura-kura tentang seekor kura-kura yang diterbangkan dua ekor angsa ke danau. Namun kura-kura ini merasa tersinggung dengan ucapan angsa. Kura-kura melepas gigitannya sehingga jatuh ke tanah dan mati.
Dharmabuddhi dan Dustabuddhi bercerita tentang dua orang sahabat yang berbeda kelakuannya. Dustabuddhi memiliki sifat tercela suka menuduh Dharmabuddhi melakukan perbuatan tercela, namun akhirnya kejahatannya terbongkar dan Dustabuddhi pun dijatuhi hukuman. Relief terakhir bercerita tentang kelakuan dua burung betet yang sangat berbeda karena satunya dibesarkan oleh brahmana dan satunya lagi oleh seorang penyamun.
Relief pada tubuh Candi Mendut dapat dilihat secara pradaksina (berjalan searah jarum jam), terdiri dari relief jajaran dewa yang dikenal dengan Garbhadatu Mandala dari agama Buddha aliranTantrayana, yaitu:
- Boddhisattva Avalokiteswara
- Boddhisattva Maitreya
- Boddhisattva devi Cunda di antara tokoh-tokoh Buddha
- Boddhisattva Ksitigarbha
- Boddhisattva Samantabhadra
- Boddhisattva Mahakarunika Avalokitesvara di antaratokoh-tokoh Buddha
Pada bagian di depan pintu masuk dijumpai penampil candi. Bagian penampil candi memiliki pahatan relief cerita yang posisinya berada persis di kanan dan kiri pintu masuk menuju ruang utama candi. Dinding dalam bilik penampil dihiasi dengan relief Kuwera atau Avataka dan relief Hariti. Relief Kuwera terpahat di dinding utara, relief Hariti terpahat di dinding selatan.
Elemen-Elemen Candi
Arca
Di dalam bilik candi terdapat tiga arca Buddha yaitu arca Cakyamuni dengan posisi duduk bersila bersikap sedang melakukan khotbah, arca Avalokitesvara sebagai bodhisattva penolong manusia, dan arca Maitreya sebagai Bodhisatva pembebas manusia kelak di kemudian hari.
Stupa
Berdasarkan draft rekonstruksi, atap candi mendut terdapat stupa-stupa berjumlah 48 buah, yang terdiri dari 24 buah pada tingkat pertama, 16 buah pada tingkat kedua, dan 8 buah pada bagian teratas. Hingga kini bagian atap candi ini tidak sempurna seluruhnya. Terdapat pula bentuk-bentuk stupa memanjang ke atas seperti silinder. Namun stupa-stupa ini masih direkonstruksi di sebelah utara Candi Mendut dan belum dapat dipasang pada candi.
Jaladwara
Di beberapa tempat di sepanjang dinding luar langkan terdapat jaladwara atau saluran untuk membuang air dari selasar. Jaladwara terdapat di kebanyakan candi di Jawa Tengah dan Yogyakarta. Jaladwara di Candi Mendut lebih ramping dan lebih kecil dibandingkan dengan jaladwara pada Candi Borobudur.