Bikin Betah! Intip Pesona Desa Penglipuran, Desa Terbersih di Dunia
- Indonesia Travel
VIVA – Desa Penglipuran adalah salah satu desa adat dari Kabupaten Bangli, Provinsi Bali, Indonesia. Desa ini terkenal sebagai salah satu destinasi wisata di Bali karena masyarakatnya yang masih menjalankan dan melestarikan budaya tradisional Bali di kehidupan mereka sehari-hari. Arsitektur bangunan dan pengolahan lahan masih mengikuti konsep Tri Hita Karana, filosofi masyarakat Bali mengenai keseimbangan hubungan antara Tuhan, manusia ,dan lingkungannya. Mereka berhasil membangun pariwisata yang menguntungkan seluruh masyarakatnya tanpa menghilangkan budaya dan tradisi mereka.
Pada tahun 1995, Desa Penglipuran juga mendapatkan penghargaan Kalpataru dari Pemerintah Indonesia atas usahanya melindungi Hutan Bambu di ekosistem lokal mereka. Secara administratif, desa adat ini termasuk dalam wilayah Kelurahan Kubu, Kecamatan Bangli, Bangli.
Desa Penglipuran berasal dari akronim kata pengeling dan pura yang berarti mengingat tempat suci (para leluhur). Awalnya, masyarakat desa ini berasal dari Desa Bayung Gede, Kintamani, yang bermigrasi permanen karena suatu hal ke desa Kubu Bayung, yang kini menjadi desa Penglipuran. Nah, di desa inilah mereka akhirnya menetap dan menjaga kearifan kebudayaan mereka.
Untuk tata ruang desa, setiap rumah memiliki sebuah pintu gerbang yang disebut Angkul-angkul. Semua rumah di desa ini seragam tapi tak sama. Nyaris mirip. Sementara untuk ukuran, memang sama persis.
Nah, desa yang berada di ketinggian 700 mdpl ini tercatat memiliki 985 jiwa dalam 234 keluarga pada catatan sensus awal tahun ini. Mereka tersebar di 76 pekarangan yang terbagi rata di setiap sisinya dari total 112 hektar.
Harga Tiket Masuk Di Desa Penglipuran
Untuk menikmati dan berkunjung ke desa Penglipuran dikenakan biaya tiket masuk, harga tiket Rp 25.000/orang dewasa dan Rp 15.000/anak. Harga tiket tersebut sudah termasuk biaya retribusi parkir. Parkir kendaraan di sini cukup luas bisa menampung puluhan mobil dan juga bus pariwisata. Harga tiket masuk ke desa Penglipuran tersebut, diupdate terakhir bulan April 2021.
Desa ini menyuguhkan kehidupan keseharian penduduk setempat dengan setting fisik lokasi desa dan integrasi wisatawan sebagai partisipasi aktif seperti kursus tari, mempelajari kebudayaan Bali tempo dulu, kepercayaan, kehidupan sosial, dan masih banyak lagi kegiatan yang bisa kamu lakukan di desa ini.
Dinobatkan Sebagai Desa Terbersih Ketiga di Dunia
Desa Penglipuran Bali adalah salah satu desa terbersih di dunia yang dinobatkan pada nomor ketiga. Berkat kebersihan dan kerapiannya, desa wisata yang terletak di Bangli ini juga berhasil menyabet beberapa penghargaan diantaranya Kalpataru, ISTA (Indonesia Sustainable Tourism Award) pada tahun 2017, dan yang terbaru, destinasi ini masuk dalam Sustainable Destinations Top 100 versi Green Destinations Foundation. Wah, berprestasi sekali ya.
Saat memasuki desa ini, wisataqan sudah akan disambut dengan deretan tanaman hijau. Semakin masuk ke area desa, udara dan pemandangan akan semakin terasa sejuk dan asri dengan pemandangan pagar tanaman yang menghiasi seluruh area desa. Ketika kamu mengelilingi desa ini, dilarang menggunakan kendaraan bermotor, ya! Hal ini dilakukan untuk menjaga lingkungan Desa Penglipuran agar bebas dari polusi.
Nah, wisatawan bisa mengeksplorasi keunikan Desa Penglipuran dengan berjalan kaki, ya. Selain itu, wisatawan juga dilarang membuang sampah sembarangan. Di Desa Penglipuran, sudah disediakan tempat sampah setiap 30 meter. Jadi, tidak ada lagi alasan untuk tidak tertib membuang sampah.
Sejarah Desa Penglipuran
Desa Penglipuran dipercaya mulai berpenghuni pada zaman pemerintahan I Dewa Gede Putu Tangkeban III. Hampir seluruh warga desa ini percaya bahwa mereka berasal dari Desa Bayung Gede. Dahulu orang Bayung Gede adalah orang-orang yang ahli dalam kegiatan agama, adat dan pertahanan. Karena kemampuannya, orang-orang Bayung Gede sering dipanggil ke Kerajaan Bangli. Tetapi karena jaraknya yang cukup jauh, Kerajaan Bangli akhirnya memberikan daerah sementara kepada orang Bayung Gede untuk beristirahat. Tempat beristirahat ini sering disebut sebagai Kubu Bayung. Tempat inilah kemudian yang dipercaya sebagai desa yang mereka tempati sekarang. Mereka juga percaya bahwa inilah alasan yang menjelaskan kesamaan peraturan tradisional serta struktur bangunan antara desa Penglipuran dan desa Bayung Gede.
Mengenai asal mulai kata Desa Penglipuran, ada 2 persepsi berbeda yang diyakini oleh masyarakatnya. Yang pertama adalah Penglipuran berarti “pengeling pura” dengan “pengeling” berarti ingat dan “pura” berarti tempat leluhur. Presepsi yang kedua mengatakan bahwa penglipuran berasal dari kata “pelipur” yang berarti hibur dan “lipur” yang berarti ketidakbahagiaan. Jika digabungkan maka penglipuran berarti tempat untuk penghiburan. Persepsi ini muncul karena Raja Bangli pada saat itu dikatakan sering mengunjungi desa ini untuk bermeditasi dan bersantai.
Penglipuran Village Festival
Pesona lain yang ditawarkan oleh Desa Penglipuran adalah sebuah festival budaya yang disebut Penglipuran Village Festival. Acara ini biasanya diselenggarakan di akhir tahun dengan rangkaian kegiatan yang beragam, mulai dari parade pakaian adat Bali, Barong Ngelawang, parade seni budaya, dan berbagai lomba lainnya. Setiap agenda ini diadakan, biasanya jumlah wisatawan akan membludak untuk menyaksikan berbagai kegiatan yang memamerkan seni dan budaya khas Bali.
Dengan segala keindahan alam, keunikan budaya, dan tradisi adat yang masih kental, tentu para wisatawan akan puas saat berkeliling di Desa Penglipuran. Para pengunjung benar-benar akan merasakan atmosfer desa Bali yang otentik dan masih asri. Akan tetapi, jangan lupa untuk tetap sopan dan menghormati adat setempat.
Santap Sajian Kuliner Khusus
Desa Penglipuran juga ada kuliner unik yang wajib untuk dicoba namanya adalah loloh cemcem dan tipat cantok. Loloh cemcem merupakan minuman khas yang terbuat dari daun cemcem atau daun kloncing yang berkhasiat untuk melancarkan pencernaan. Minuman ini juga dibuat secara tradisional dan dijamin tidak menggunakan pengawet atau pemanis buatan.
Untuk makanan, Desa Penglipuran memiliki satu menu andalan yakni tipat cantok. Kudapan yang satu ini merupakan makanan berat yang terdiri dari ketupat dan sayuran rebus yang kemudian disajikan bersama dengan bumbu kacang
Bumbu Desa Penglipuran
Bambu dari Desa Adat Penglipuran merupakan salah satu bambu terbaik yang terdapat di Bali. Masyarakat Penglipuran memercayai bahwa hutan tersebut tidak tumbuh sendiri melainkan di tanam oleh pendahulu mereka. Oleh sebab itu bambu dianggap sebagai simbol akar sejarah mereka.
Hutan bambu yang tumbuh di Desa Adat Penglipura mempunyai luas sebesar 37.7 ha (sebelumnya 50 ha) dan terdiri dari 15 spesies bambu yang seluruhnya berstatus milik desa. Sebagian dari hutan tersebut dikelola langsung dibawah Adat Desa sebagai Laba Pura (diperuntukan untuk pemeliharaan bangunan pura) sedangkan sebagian dikelola oleh beberapa penduduk dengan status hak pakai.
Bambu juga dimanfaatkan oleh masyarakat Desa Adat Penglipuran sebagai bahan untuk membuat bangunan maupun rumah. Berikut adalah beberapa bangunan yang dibangun menggunakan bambu:
Pawon – Bangunan yang berfungsi sebagai dapur yang didalamnya terdapat lumbung padi serta tempat kecil untuk beristirahat. Pawon diangun keseluruhannya menggunakan bambu termasuk atap, dinding, tempat tidur, bahkan peralatan makan yang terdapat di dalamnya.
- Bale Sakenem – Bangunan tempat dilaksanakannya upacara agama yang hanya dikhususkan untuk keluarga. Upacara uang sering dilakukan pada Bale Sakenem ini adalah upacara Pitra Yadnya (Ngaben) dan upacara Manusa Yadnya. Bangunan ini memakai bambu sebagai atapnya.
- Bale Banjar – Bangunan yang dapat digunakan bersama oleh seluruh masyarakat adat di Penglipuran. Bangunan ini tidak memiliki dinding, hanya memiliki tiang penyangga dan digunakan untuk prosesi upacara Ngaben masal dan pertemuan warga
Total area dari desa ini mencapai 112 hektar dengan ketinggian 500-600 meter diatas laut dan berlokasi sekitar 5 kilometer dari kota Bangli atau 45 kilometer dari Kota Denpasar. Desa ini dikelilingi oleh desa adat lainnya, seperti Desa Kayang di utara, Desa Kubu di timur, Desa Gunaksa di selatan dan Desa Cekeng. Temperatur bervariasi dari sejuk sampai dingin (16-29 °C) dan curah hujan rata-rata 2000 mm pertahun. Permukaan tanah termasuk rendah dengan ketinggian 1-15 meter.