5 Fakta Ngaben Upacara di Bali, Nomor 3 Penuh Makna
- ANTARA FOTO/Nyoman Budhiana
VIVA – Fakta Ngaben, merupakan sebuah ritual upacara yang sangat sakral di Bali dan juga menjadi budaya yang penting. Upacara ini juga menjadi salah satu bentuk terakhir bagi pihak keluarga yang masih hidup. Untuk mengetahui lebih lanjut fakta-fakta Upacara Ngaben, Viva telah merangkum 5 Fakta Ngaben yang berasal dari berbagai sumber, salah satunya karya Maguel yang berjudul Island Of Bali, berikut fakta-faktanya;
1. Kremasi Umat Hindu
Ngaben sebutan lain dari sebuah upacara kremasi orang yang meninggal, dengan maksud keluarga mengirim orang yang meninggal untuk memasuki kehidupan "berikutnya". Dalam bahasa Hindu, Ngaben berarti memisahkan jiwa dari jasad, yang dilakukan dalam ritual ini melalui kremasi.
Sebelum upacara dimulai, anggota keluarga mendiang menyiapkan lembu kayu yang digunakan untuk menahan dan menempatkan jenazah yang selanjutnya akan dibakar.
Dalam ajaran Hindu, selain dipercaya sebagai dewa pencipta, Dewa Brahma memiliki wujud sebagai Dewa Api. Jadi upacara Ngaben adalah proses penyucian roh dengan cara dibakar agar api bisa kembali ke Sang Pencipta. Api yang dipercaya sebagai penjelmaan Dewa Brahma.
Api akan membakar semua ke kotoran yang melekat pada jasad dan roh yang telah meninggal dunia.
2. Lembu Bade
Saat lembu kayu dan Bade seperti struktur bangunan Pura dibawa ke tempat kremasi, orang Bali biasanya akan mencoba membingungkan arwah mendiang, mereka memastikan mendiang tidak menemukan jalan pulang.
Orang Bali mengguncang lembu, memutar nya, melempar barang ke sana dengan lemparan tidak dalam dalam garis lurus, hal ini bermaksud hanya untuk membingungkan roh.
Upacara Ngaben sangat erat erat kaitannya dengan dengan kepercayaan nenek moyang yang menganggap beberapa binatang dianggap suci, keramat, memiliki kekuatan serta simbol-simbol tertentu. Seperti kerbau yang terdapat di seluruh tanah air dipandang sebagai lambang kesuburan, penolak roh-roh jahat dan sebagai tunggangan roh leluhur di akhirat.
Menurut lontar Babad Dalem Katiagan, milik I Ketut Rinda dikatakan bahwa pada suatu waktu Raja Watu Renggong bertanya pada Hyang Nirartha, tentang mana yang lebih mulia, antara swadharma seorang kesatria.
Sebagai raja dengan swadharma seorang brahmana pendeta sebagai. Dari pertanyaan tersebut jawaban yang diperoleh bahwa keduanya adalah sama utamanya, hanya jalan yang berbeda.
Kalau kebrahmanaan menjalankan ajaran kepanditaan, kerohanian (dharma), sedangkan kesatria menjalankan pemerintahan dan kesejahteraan rakyat serta kekuasaan dalam pemerintahan.
Dengan penjelasan itu, maka raja Dalem Watu Renggong memilih swadarma kesatria sebagai seorang raja yang memiliki rakyat banyak untuk mengusung jenazah nya kelak setelah meninggal. Untuk itu beliau meminta dibuatkan petulangan berbentuk lembu dan bade sebagai tempat usungan jenazah.
3. Sebar Abu di Laut
Keluarga kemudian menjalani serangkaian ritual yang dilakukan oleh seorang pendeta. Setelah menyelesaikan ritual, lembu kayu dibakar, mengirim mendiang ke kehidupan "berikutnya". Keluarga mengambil abu dan menyebarkannya di laut.
Secara agama dan kepercayaan khususnya umat Hindu di Bali, mereka yang telah meninggal, abunya dilarung ke air laut karena kehidupan akan kembali ke asal, yaitu menjadi air.
Namun, secara keilmuan, abu jenazah yang dibuang ke mata air tidak akan bertemu dengan perairan karena merupakan sisa-sisa pemurnian dengan api.
4. Prosesi Kematian yang Panjang dan Meriah
Tidak seperti upacara kematian lainnya, Ngaben dirayakan dengan meriah oleh masyarakat Bali karena upacara ini menunjukkan bahwa anggota keluarga telah menyelesaikan tugasnya. Tidak boleh ada air mata kesedihan karena orang Bali percaya bahwa itu akan menghambat semangat mencapai kehidupan mereka selanjutnya.
Upacara ini biasanya tidak dilakukan segera setelah seseorang meninggal. Itu harus terjadi pada hari tertentu yang dihitung oleh kalender Bali atau direkomendasi kan oleh pendeta.
Membutuhkan banyak waktu juga untuk persiapan, bisa membutuhkan waktu mulai dari berminggu-minggu hingga berbulan-bulan untuk upacara Ngaben yang lebih besar.
Beberapa keluarga juga menunggu beberapa tahun setelah keluarga mereka meninggal, karena banyak uang yang dibutuhkan untuk membayar semua biaya yang dikeluarkan.
5. Ngaben Masal
Setiap beberapa tahun, upacara Ngaben bisa di kolektif, ini di dikenal sebagai Ngaben Masal. Bedanya dengan yang biasa, di Ngaben Masal, sejumlah orang dikremasi sekaligus. Salah satu tujuannya adalah untuk membantu menekan biaya. Namun, pendeta atau pemuka agama Hindu biasanya akan langsung dikremasi.
Di sisi lain, keluarga kerajaan akan membutuhkan beberapa bulan untuk mempersiapkan upacara kremasi khusus. Hal ini dikarenakan prosesi yang memakan waktu hingga 3 hari bagi individu dengan kasta yang lebih tinggi.
Nah, Viva sudah menjelaskan fakta tentang Ngaben yang menjadi ritual keagamaan dan identitas Budaya di Bali, kalau kamu ke Bali dan beruntung datang di waktu yang tepat, kamu akan berkesempatan melihat ritual Ngaben yang mengagumkan.