4 Fakta Kepercayaan Sunda Wiwitan yang Ada di Tatar Pasundan
- bochibochitani.blogspot.com
VIVA – Sunda Wiwitan adalah sebuah kepercayaan yang sudah ada sejak zaman dahulu dan menyebar di wilayah Pasundan. Para sesepuh Sunda mewariskan kepercayaan ini secara turun temurun sampai membuatnya masih dapat bertahan di beberapa wilayah Jawa Barat dan Banten. Sementara itu, Indonesia sendiri adalah sebuah negara yang kaya akan tradisi yang sudah diturunkan secara turun temurun kepada anak cucu mereka.Â
Kebiasaan mewariskan dari nenek moyang ini kemudian mengakar sampai menjadi kebiasaan yang selalu dilakukan dalam berbagai keadaan. Seperti makna yang terikat, kebiasaan ini kemudian berkembang menjadi sebuah kepercayaan yang bersinergi dengan ajaran agama. Kepercayaan ini kemudian membaur dengan elemen sakral di tengah kehidupan sosial masyarakat. Salah satunya adalah kepercayaan Sunda Wiwitan tersebut.Â
Ini adalah sebuah kepercayaan yang sudah dianut secara turun temurun oleh masyarakat Sunda. Pada praktiknya, para penganut kepercayaan ini menerapkan sistem monoteisme kuno melalui kekuasaan yang tertinggi. Kekuasaan tertinggi ini umumnya dikatakan sebagai sang hyang kersa atau gusti sikang sawiji-wiji (Tuan yang maha Tunggal. Nah, untuk mengenal lebih jauh, berikut ulasan tentang Sunda Wiwitan yang disadur dari berbagai sumber.Â
1. Menyebar di Wilayah Tatar Sunda
Menurut catatan sejarah dari beberapa sumber, kepercayaan dari nenek moyang Sunda tersebut sudah menyebar sejak ratusan tahun yang lalu di beberapa wilayah Jawa Barat dan Banten. Mulai dari Kanekes, Lebak, Banten; Ciptagelar Kasepuhan Banten Kidul, Cisolok, Sukabumi; Kampung Naga; Cirebon; sampai Cigugur, Kuningan.Â
Hal menarik dari penyebaran kepercayaan tradisional Sunda Wiwitan di sejumlah wilayah Jawa Barat dan Banten ini, masing-masing wilayah mempunyai karakteristik yang berbeda. Misalnya di Kanekes, Banten, di Cigugur Kuningan, atau di Madrais Garut.Â
2. Menghargai Alam
Pada sistem kepercayaannya sendiri, Sunda Wiwitan memang sangat dekat dengan konsep saling menghargai dan menghormati antara manusia dengan alam, seperti yang ada di Cigugur Kuningan dengan tradisi Seren Taun. Masyarakat di Cigugur kerap mengungkapkan rasa syukur dengan melimpahnya hasil pertanian.Â
Melalui tradisi ini juga masyarakat setempat berusaha untuk memberikan pesan supaya manusia dapat memakai sumber air secara bijak. Selain itu, ada pula Sunda Wiwitan Madrais yang juga memakai sistem menghargai alam melalui kegiatan puasa dan rayagung.Â
Kemudian ada pula Sunda Wiwitan di Kanekes, Badui yang sangat menghormati alam. Mereka melarang masyarakat merusak hutan dan lingkungan dengan cara melarang memasukinya untuk Badui Dalam.Â
3. Cara Beribadah
Menurut kepercayaan Sunda Wiwitan, para penganut umumnya akan melaksanakan ibadah yang dinamakan sebagai Rasa di dua waktu tertentu. Pertama adalah di waktu subuh sekira pukul 05.00 WIB pagi dan yang kedua adalah saat petang atau pukul 18.00 WIB. Dalam praktiknya, kegiatan olah rasa umumnya dilakukan untuk mendekatkan diri antara manusia dengan sang pencipta.
4. Sistem Kepercayaan
Pada sistem kepercayaannya, masyarakat yang menganut Sunda Wiwitan ini meyakini bahwa kekuasaan tertinggi ada pada Sang Hyang Kersa (Yang Mahakuasa) atau Nu Ngersakeun (Yang Menghendaki). Kemudian, penganut kepercayaan ini biasa menyebut Batara Tunggal (Tuhan yang Mahaesa), Batara Jagat (Penguasa Alam), dan Batara Seda Niskala (Yang Gaib).
Berdasarkan kepercayaan setempat, Sang Hyang Kersa bersemayam di Buana Nyungcung sebagai tempat tertinggi untuk penciptanya. Selain itu, masyarakat yang menganut Sunda Wiwitan ini juga meyakini 3 alam yang menaungi manusia sebagai makhluk ciptaan-nya.Â
Ketiga alam ini adalah Buana Nyungcung atau tempat bersematang Sang Hyang Kersa yang berada di paling atas, Buana Panca atau tempat manusia berdiam dan makhluk lainnya tempat di tengah, dan terakhir adalah Buana Larang atau tempat serupa neraka yang berada di paling bawah.Â