ASITA: Bali Dibuka Hanya Sebatas Wacana

Wisatawan di Pantai Kuta, Bali
Sumber :
  • ANTARA Foto/Fikri Yusuf

VIVA – Sejak 14 Oktober 2021, pemerintah telah membuka pintu masuk bagi turis asing yang ingin berkunjung ke Bali. Namun hingga kini, belum ada satu pun wisatawan mancanegara yang singgah ke Pulau Dewata untuk berlibur. 

Siap Bersinar, 20 Finalis Comic 8 Revolution Mulai Jalani Karantina

Ketua Dewan Pengurus Daerah Association of the Indonesian Tours and Travel Agencies/DPD ASITA Bali, Putu Winastra menganggap regulasi yang ditetapkan oleh pemerintah terhadap pembukaan Bali, dinilai masih kurang pas. 

Menurut Putu, persyaratan-persyaratan yang ditetapkan Pemerintah Indonesia untuk wisatawan asing dinilai terlalu memberatkan sehingga dia menyimpulkan, pembukaan Bali untuk wisatawan mancanegara hanya sebatas wacana. 

Penampakan 8,4 Ton Bawang Bombai Ilegal dari Luar Negeri yang Diselundupkan Lewat Palangka Raya

"Ada 4 poin yang kami lihat yang membutuhkan kebijakan-kebijakan yang perlu diatur sedemikian rupa, sehingga pembukaan Bali yang disampaikan oleh pemerintah betul-betul terealisasi dan turis memang datang ke Bali," ujarnya saat webinar VIVA Talk yang digelar Kamis 25 November 2021. 

Turis memadati kawasan Pantai Canggu, Badung, Bali, Kamis (4/6/2020). Warga dan wisatawan dari berbagai negara terpantau mengunjungi objek wisata yang sebenarnya masih ditutup dari kunjungan wisatawan sebagai upaya untuk mencegah penyebaran COVID-19.

Photo :
  • ANTARA FOTO/Fikri Yusuf/
Daun Kelor Asal Blora Merambah Negeri Jiran

1. Karantina 

"Calon wisatawan yang datang ke Bali, mereka sudah memenuhi kriteria-kriteria yang sudah dipenuhi dari yang sudah diberikan oleh pemerintah. Contoh, sebelum mereka ke Bali kan sudah vaksin. Yang kedua, mereka harus mempunyai sertifikat 'No COVID-19.' Kemudian mereka harus PCR 3x24 jam negatif. Nah, sekarang parameternya apalagi yang harus dilalui?" kata dia. 

"Kalau misalnya harus dikarantina, kenapa harus diam di kamar dan gak boleh ke mana-mana seperti tahanan? Kita tahu bahwa ketika orang berwisata, mereka disekat seperti itu, kan memberikan psikologi yang tidak bagus. Kenapa Pemerintah tidak membuat studi banding dengan negara lain, misalnya Phuket. Mereka justru karantinanya karantina wilayah," lanjut dia. 

Menurut Putu, Bali dan Phuket, Thailand, memiliki kesamaan, yaitu sama-sama wilayah kepulauan. Untuk itu, dia menyarankan, mengapa tidak diberlakukan hal yang sama di Bali. 

"Kenapa tidak dilakukan karantina wilayah? Sehingga wisatawan bisa menikmati pemandangan alam sambil karantina, sebelum mereka move ke pulau lain dan sebagainya," tuturnya. 

2. Terkait visa

"Yang kedua belum ada visa keluar. Pertanyaannya adalah, ketika orang mau traveling dari awal persyaratannya sudah complicated, maka otomatis mereka akan mengurungkan niatnya untuk bepergian. Justru mereka akan mencari destinasi lain yang jauh lebih mudah walaupun harganya lebih tinggi," pungkas dia. 

Sejumlah turis di Bandara Ngurah Rai, Bali. (Ilustrasi/foto 2020).

Photo :
  • VIVAnews/Bobby Andalan

3. Syarat asuransi kesehatan

Putu turut mempertanyakan, mengapa. nilai pertanggungan asuransi kesehatan yang dimiliki wisman minimal harus USD100 ribu atau sekitar Rp1,5 miliar. Menurut Putu, nominal tersebut terlalu besar. 

"Kenapa tidak disampaikan bahwa asuransi ini harus meng-cover seluruh keperluan ketika si wisatawan ini mengalami positif COVID-19 di destinasi. Tidak perlu USD100 ribu, tetapi cukup menyampaikan segala biaya ditanggung oleh si wisatawan itu sendiri. Karena di Thailand saja cuma USD50 ribu," ucapnya. 

4. Direct flight

Poin terakhir yang disampaikan Putu adalah terkait syarat penerbangan langsung oleh turis asing. 

"Jangankan kita pandemi, sebelum kita pandemi tidak ada pesawat dari Eropa ke Bali direct. Harus transit paling tidak satu kali. Sekarang pertanyaannya, apakah ada pesawat atau airlines, yang mau mengangkut wisatawan dari Eropa untuk datang ke Bali, di mana airlines-nya ini bukan airlines Indonesia? Oleh karena itu, kami mengharapkan agar ini dijadikan catatan sehingga kebijakan-kebijakan ini bisa dirubah," pungkas Putu Winastra.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya