Perjuangan Suku Baduy Dalam demi Dapatkan Es Batu
- VIVA/ Sumiyati
VIVA – Tidak seperti Baduy Luar, suku Baduy Dalam masih belum mau menerima modernisasi. Warganya masih mandi di sungai dan saat mandi tidak diperbolehkan menggunakan sabun, sampo, pasta gigi, dan produk sejenis lainnya. Ini mereka lakukan, karena dikhawatirkan akan mencemari sungai.
Selain itu, mereka juga tidak boleh memakai alas kaki dan kendaraan, tidak menggunakan listrik, tidur dengan alas tikar, makan pun masih menggunakan daun pisang, gelas yang terbuat dari bambu, serta tidak boleh menggunakan sendok.
Setiap minggu diadakan razia dari kepala suku setempat. Jika ada warga yang ketahuan menggunakan sendok, piring, dan lain-lain, akan diambil.
Belakangan, banyak wisatawan tertarik berkunjung ke kampung pedalaman Suku Baduy. Nah, untuk Anda yang baru pertama kali, jangan khawatir dilarang ini dan itu. Untuk tamu, masih diperbolehkan menggunakan sendok ataupun piring. Tetapi, jika berencana melakukan perjalanan ke Baduy Dalam, harus membawa peralatan makan sendiri, kecuali jika ingin merasakan cara hidup tradisional seperti mereka.
Tak hanya itu, jika berencana menginap di Baduy Dalam, jangan lupa membawa logistik sendiri, yang nantinya bisa diberikan kepada warga yang rumahnya akan Anda singgahi.
Untuk menuju Baduy Dalam, harus menempuh perjalanan kurang lebih tiga jam dengan berjalan kaki. Sepanjang perjalanan, akan terlihat rumah-rumah warga suku Baduy Luar, kemudian melewati sungai-sungai, hingga naik dan turun perbukitan.
Nah, belum lama ini VIVA berkesempatan melakukan perjalanan ke Baduy Dalam. Saat sedang berjalan kaki menuju Baduy Dalam, dengan ditemani seorang guide yang berasal dari Baduy Luar, kami berpapasan dengan seorang bapak yang usianya kira-kira di atas 50 tahun.
Bapak itu bernama Sarkim. Sarkim sempat menawarkan untuk menginap di rumahnya. Kami pun bersedia. Selama berada di kampungnya, Sarkim turut mendampingi kami berjalan kaki.
Sambil berjalan kaki, dia terlihat memikul dua kardus berukuran sedang. Saat ditanya, ternyata isinya adalah es batu. Ya, Sarkim diketahui menjual aneka minuman botol, untuk para wisatawan yang berkunjung ke Baduy Dalam. Dan, es batu ini nantinya disimpan dalam ember besar bersama minuman-minuman botol agar tetap dingin.
Karena penduduk Baduy Dalam dilarang memproduksi sendiri, sehingga Sarkim terpaksa setiap hari berjalan kaki ke Baduy Luar hanya untuk membeli es batu. Kemudian, ia berjalan kaki kembali selama berjam-jam untuk kembali ke rumah dengan membawa es batu tersebut.
Sebenarnya, langkah kaki Sarkim sangat cepat, karena sudah terbiasa berjalan kaki. Bahkan, ia bercerita sering berjalan kaki ke Jakarta, Depok, Bekasi, dan Tangerang, untuk membawa kerajinan tangan yang nantinya akan dia jual.
Namun, saat menemani para tamu yang datang ke Baduy, seringkali es batu yang dibawanya mencair, karena para tamu terlalu lama berjalan. Sarkim pun sempat diminta untuk mempercepat langkahnya, namun dia tetap memilih mendampingi para wisatawan untuk menuju ke kampungnya. "Enggak apa-apa, enggak setiap hari ini kok," kata Sarkim.
Penduduk Suku Baduy memang dikenal sangat baik. Namun agak pemalu. Jadi, jika disapa dan mereka tak menjawab, bukan berarti sombong. Tetapi, mereka malu karena tidak terbiasa berkomunikasi dengan orang luar. (asp)