Keseruan Solo Traveling ke Flores, 19 Hari dengan Budget Rp5 Juta
- Bhena Geerushtia
VIVA – Melakukan perjalanan travel sendiri atau solo traveler mungkin sudah sering kita dengar. Mengunjungi beberapa destinasi dalam negeri atau negara lain untuk dijelajahi seorang diri. Namun, untuk melakukan perjalanan solo traveling ke beberapa daerah khususnya di Timur Indonesia mungkin belum banyak terdengar.
Maklum saja, hingga saat ini isu keamanan seorang perempuan untuk berpergian sendiri masih santer terdengar. Namun, isu itu ditepis oleh perempuan muda bernama Bhena Geerushita yang berhasil memenangkan kompetisi solo woman travel challange Swoyatra 2019 yang diinisiasi oleh solo traveler wanita Indonesia, Syifa Annisa yang bekerja sama dengan Nepali Traveler.
Nepali traveler merupakan sebuah organisasi yang setiap tahun memberikan tantangan kepada satu perempuan Nepal untuk menjelajahi negaranya sendiri. Yang mana keseluruhan biaya perjalanan minimal 10 hingga maksimal 30 hari dibiayai penuh oleh organisasi tersebut. Nantinya, Swoyatra diharapkan bisa menjadi forum atau tempat bagi perempuan Indonesia untuk bisa berbagi dan memberikan tantangan perjalanan setiap tahun seperti Nepali Traveler.
Dalam kompetisi yang diadakan Swoyatra, Bhena harus melakukan serangkaian tahap seleksi mulai dari perencanaan anggaran, membuat usulan itinerary, voting likes di facebook hingga wawancara. Bhena pun memilih untuk mengajukan rencana perjalanan selama19 hari untuk menjelajah Flores mulai dari Maumere-Larantuka-Ende-Ruteng-hingga Labuan Bajo. Dengan biaya anggaran yang diajukan sebesar Rp5 juta.
“Jadi waktu itu saya membuat itinerary selama 19 hari perjalanan kemudian diunggah ke facebook untuk vote likes terbanyak dan saya masuk lima besar kemudian terakhir wawancara via skype. Jadi waktu itu mereka bilang itinerary saya masih abu-abu. Cuma mereka bilang saya memiliki kemampuan untuk pemecahan masalah yang baik, makanya saya terpilih,” kata dia kepada VIVA saat ditemui di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan.
Perjalanan seru penuh tantangan
Yang menarik, selama menjalani tantangan ini para pemenang tidak diizinkan untuk menggunakan transportasi udara. Dengan kata lain, dirinya ditantang untuk sampai ke tempat tujuan dengan menggunakan transportasi lainnya. Akhirnya Bhena menggunakan kapal laut dari Jakarta menuju Maumere dengan biaya Rp496 ribu selama 5 hari 4 malam. Dia melanjutkan, bukan hanya memakan waktu perjalanan yang lama, kompetisi ini juga bisa menguras emosi.
“Di situ tantangannya, gimana sih kamu sendiri perempuan dengan isu kita sebagai perempuan enggak aman pergi sendiri, ngelatih kita. Aku ikut kompetisi ini semacam untuk perempuan bisa dan harus untuk bisa keluar zona nyaman,” kata dia.
Tantangan hingga pengalaman menarik pun dia temukan saat berlayar dari Jakarta menuju Maumere. Pertama yang dia temui adalah saat dirinya bertemu seorang pria Flores berbadan besar. Kala itu dirinya salah menempati seat yang ternyata merupakan seat milik pria itu. Maklum saja kata dia, saat itu banyak penumpang yang berada di kelas ekonomi kapal tidak duduk sesuai dengan seat kapal yang tertera di tiket.
Dari pertemuan itu ia juga sempat ditawarkan bantuan untuk mencari tempat duduk sesuai dengan tiket. Saat ditemukan, ternyata tempat duduk miliknya telah ditempati oleh seorang perempuan dan anaknya. Akhirnya ia ditawari oleh pria tadi untuk menempati kursi kosong di sebelahnya. Karena tidak ada pilihan, akhirnya Bhena mengiyakan. Dari situ keduanya kemudian berteman dan saling bercerita. Dalam perbincangan itu, sang pria pun sempat menggambarkan kondisi seolah Maumere itu seperti Flores daerah yang rawan konflik dan tindak kejahatan. Mendengar ceritanya itu, Bhena pun mengaku sempat drop.
Tidak sampai di situ, Bhena pun sempat terkejut dengan pembicaraan yang dia lakukan oleh pria tersebut. Yang mana pria itu menawarkan tempat tinggal berdua dengannya untuk Bhena saat tiba di Maumere.
“Di situ aku ngerasa ada sesuatu yang dia incar, akhirnya aku ngerasa enggak nyaman. Saat dia ngomong gitu aku buyar, blank takut pengen pulang segala macem. Tapi akhirnya aku menolak karena saya rasa bisa lakukan sendiri. Kalau itu bisa kurangi esensi solo traveler itu alasan, yang penting kita bisa menolak dengan attitude yang baik,” jelas dia.
Perjuangan yang berakhir indah
Setelah tiba di Surabaya dirinya pun bertemu dengan seorang wanita dan bibinya yang bernama Jana di sebuah musholla kapal. Saat itu, kemudian ketiganya berbincang soal Bhena yang akan menuju ke Maumere. Bhena pun ditawarkan keduanya untuk menginap di rumah bibi Jana, saat di Maumere.
“Sampai di Maumere sore akhirnya menginap di rumah bibi Janna kemudian keesokan paginya langsung jalan ke Larantuka untuk bertemu Mama Loreta aktivis sorgum,” kata Bhena.
Bhena pun menjelaskan bahwa Mama Loreta ini merupakan wanita Jakarta. Kemudian pada saat krisis ekonomi tahun 1998, dia dan suaminya kembali ke kampung halaman suami di desa Likotuden. Saat itu dirinya melihat kondisi desa itu yang kering dan sulit untuk ditanami padi. Sehingga dia memutuskan untuk menginisiasi sorgum (perkawinan silang padi dan jagung) untuk ditanam.
“Jadi sorgum bisa tumbuh di sana, dia ngebuka jalan memasarkan sorgum, ajak petani menanam sorgum untuk ketahanan pangan. Di sana juga aku lihat bagaimana kegiatan panen raya. Selama dua hari di sana aku nginep di rumah mama Loreta. Dia baik banget, aku diperlakukan seperti anaknya sendiri,” kata dia.
Setelah dari Larantuka, perjalanan selanjutnya adalah menuju Ende. Di sana Bhena
menginap di desa Moni di kaki Gunung Danau Kalimutu. Pada pagi hari sekitar pukul 04.30 Bhena pun bergegas menuju Kalimutu untuk menikmati sunrise dengan menggunakan sepeda motor. Dirinya pun harus melewati jalanan yang gelap dengan medan jalanan yang berliku dengan jarak pandang 2 meter lantaran saat menuju ke atas kabut menyelimuti perjalanannya. Sempat dibuat ragu oleh masyarakat setempat yang menyebut tidak bisa menyaksikan sunrise lantaran kabut yang ada, tidak menyulutkan dia untuk tetap menanjak bersama dengan beberapa turis asing. Alhasil dirinya pun bisa menyaksikan kecantikan sunrise berlatar keindahan danau Kelimutu.
Setelah puas menikmati sunrise ia kemudian turun dan langsung bergegas ke penginapan untuk melanjutkan perjalanan ke Bajawa. Di Bajawa Bhena menginap di kampung Megalitikum. Di sana ia menginap di rumah penduduk lokal bernama Mama Emi, dengan latar belakang pemandangan Gunung Inerie. Pada hari pertama Bhena menikmati pemandian ari panas Jerebu dan air terjun Ogi. Pada hari kedua, Bhena pun memutuskan untuk mendaki gunung Inerie bersama dengan suami mama Emi. Namun sayang, karena mendaki gunung setinggi 2200an meter ini, Bhena dalam kondisi kurang fit, dirinya pun mengalami beberapa kendala yang akhirnya membuat semangat dia untuk menjalani tantangan berikutnya jadi menurun.
“Dengan medannya menanjak terus, batu dan pasir tengah ke atas berat nginjek. Susah dengan kondisi enggak fit, ini berat. Normal naik turun 5 jam kaki urut di perjalanan sebelum sunrise itu lama banget udah nangis. Sempet juga pas turun kaki berdarah lecet karena kemasukan batu. Pas turun aku telepon mama dan Syifa karena mental tidak baik-baik saja mesti komunikasi. Akhirnya mereka menenangkan kasih support terlebih dari mama dan teman lewat telepon itu cukup untuk ngobatin rasa homesick,” kata dia.
Setelah itu, dirinya pun melanjutkan perjalanan ke Kampung Megalitikum, dengan biaya masuk sebesar Rp 20 ribu. Di sana Bhena menemukan situs megalitikum yakni batu pipih. Di kampung tersebut, jumlah batu pipih di setiap keluarga melambangkan kasta penduduk. Selain itu di sana juga terdapat batu yang ditopang sedikit tapi enggak jatuh. Dipercaya sebagai kompas penunjuk arah ada batu tumpukan batu yang dipercaya buih.
Setelah melakukan eksplorasi di Kampung Bejawa, Bhena melanjutkan perjalanan ke Riung untuk menikmati keindahan laut di sana. Salah satunya adalah dengan island hoping ke 17 pulau. Salah satunya adalah Rutong yang memiliki air laut yang cantik berpadu dengan pasir putih dengan latar belakang bukit khas Flores yang berwarna kuning. Yang menarik lagi, Bhena menemukan karang kuping gajah yang besar. Uniknya Rutong ini kata dia, terbilang destinasi yang belum terjamah oleh wisatawan nusantara.
“Terus ke pulau kelelawar yang isinya ribuan kelelawar. Mereka enggak ada gua, mereka tidur waktu aku datang, untuk banguninnya kita buat gaduh jadi mereka terbang dan itu menarik buat dilihat,” jelas dia.
Setelah itu dirinya melakukan perjalanan ke Labuan Bajo selama 14 jam dari Ruteng. Uniknya, saat menuju Labuan Bajo ia harus melakukan perjalanan menggunakan bus umum. Bhena harus berdesak-desakan dengan penumpang lain yang tidak sedikit membawa binatang peliharaan seperti babi, ayam hingga bahkan kambing. Bahkan sebuah motor jenis N-Max pun juga masuk dalam bus dengan diikatkan di bagian belakang bus. Di Labuan Bajo, ia mengunjungi beberapa destinasi yang populer seperti Pulau Padar dan Komodo hingga Pink Beach.
“Waktu di Komodo, ada yang aku baru tau dari ranger-nya. Ternyata komodo besar kalau sudah ketemu manusia dia diam saja, untuk foto meski di jarak satu dua meter selama dia enggak ganggu si komodo. Dan semakin tua, mereka makin terbiasa dengan wisatawan, jadi jarang pergerakan beda sama yang muda ini yang bahaya,” kata dia.
Selesai dengan perjalannya, Bhena pun kembali pulang dengan menggunakan Kapal dari Labuan Bajo menuju Surabaya. Saat perjalanan pulang, dengan membawa ransel yang cukup besar membuat dirinya menjadi perhatian penumpang kapal. Tidak sedikit dari penumpang kapal yang menanyakan ia dari mana dengan barang bawaannya itu. Bahkan salah seorang pria dewasa melihatnya sejak berlayar dari Labuan Bajo sampai Surabaya yang membuatnya tidak nyaman. Meski begitu, Bhena tetap diam saja mengingat kata dia, untuk menjaga diri dari hal yang tidak diinginkan. Hingga akhirnya tiba di Surabaya, pria itu masih mengikutinya menuju stasiun.
“Jadi waktu itu naik bus gratis ke Stasiun masih ada si bapak itu dan dia masih ngeliatin sambil senyum-senyum dan itu enggak nyaman. Sampai akhirnya aku tegur, kenapa sih bapak ngeliatin saya terus. Dia bilang saya lihat ke arah sana padahal di situ cuman ada aku sama dia. Aku beraniin diri karena sudah di darat gitu,” jelas dia.
Pengalaman solo traveling ke Flores jadi kenangan tak terlupakan untuk Bhena. Berhasil menaklukkan berbagai tantangan juga jadi prestasi tersendiri.