Logo timesindonesia

Menelisik Kekayaan Naskah dan Alquran Kuno Banyuwangi

Pameran Naskah dan Alquran Kuno oleh Komunitas Pegon di SMP Unggulan Al-Anwari, Kertosari, Banyuwangi. (FOTO: Roghib Mabrur/TIMES Indonesia)
Pameran Naskah dan Alquran Kuno oleh Komunitas Pegon di SMP Unggulan Al-Anwari, Kertosari, Banyuwangi. (FOTO: Roghib Mabrur/TIMES Indonesia)
Sumber :
  • timesindonesia

Selain kekayaan Alam dan Budaya, Banyuwangi menyimpan kekayaan khazanah naskah, seperti halnya Al quran kuno. Sebagaimana yang dipamerkan oleh Komunitas Pegon di SMP Unggulan Al-Anwari, Kertosari, Banyuwangi, hari Kamis tanggal 23 Mei 2019. Ada lima Alquran kuno dan sejumlah naskah-naskah keislaman lainnya yang dipajang.

Kebanyakan naskah yang dipamerkan berusia lebih dari seabad. Hal ini terlihat dari jenis kertasnya yang terbuat dari kertas dluwang dan kertas Eropa. Bentuk kertasnya juga telah tua dan rapuh. 

"Dari jenis kertasnya bisa diketahui usianya. Seperti dari watermark kertasnya. Dari sana bisa diketahui usianya. Setidaknya lebih dari satu abad," terang Founder Komunitas Pegon, Ayung Notonegoro. Jum'at,(24/05/2019).

Ayung menambahkan jika penulis Alquran di Banyuwangi adalah Mas Ahmad bin Mas Mangun Sastra Banyuwangi, yang mana dari namanya terlihat jika beliau orang lokal.

Salah satu yang memiliki identitas lengkap adalah mushaf yang didapat dari koleksi almarhum KH. Saleh Syamsudin Lateng (w. 1951). Dalam naskah tersebut terdapat kolofon yang menyebutkan selesai ditulis pada Jumadil Akhir 1282 H atau sekitar 1860 M.

Lebih jauh Ayung membandingkannya dengan Quran kuno Banyuwangi yang kini disimpan di Perpustakaan Nasional Malaysia. Penulisnya adalah Mas Khalifah Ibnu al-Habib al-Masfuh Banyuwangi yang dari namanya terlihat keturunan Arab. Ditulis pada 6 Jumadits Tsani 1221 H atau sekitar 1806 M.

"Pada awal abad 19, penulis Quran di Banyuwangi masih dari keturunan Arab. Baru 60 tahun kemudian ada penulis Quran lokal," ungkap Ayung.

Hal tersebut, papar penulis buku Kronik Ulama Banyuwangi itu, sesuai dengan perkembangan Islam di Banyuwangi. Dalam catatan Y.W. De Stoppelaar, Blambangansch Adatrech (1926), agama Islam menjadi mayoritas di Banyuwangi baru pada 1840 ke atas, Sehingga seiring mayoritasnya umat Islam di Banyuwangi, pendidikan Islam pun meningkat dan melahirkan para penulis Quran dari Banyuwangi.