Pertunjukan Wayang Kulit Ki Anom Suroto Bikin Warga Korsel Terpukau
- Dokumentasi KBRI Seoul
VIVA – Bisa menikmati pertunjukan wayang kulit saat berkunjung ke negeri orang, tentu bisa jadi kebanggaan tersendiri. Meski wayang kulit merupakan pertunjukan seni asal Jawa Tengah, ternyata pertunjukan ini juga disukai oleh masyarakat di Korea Selatan. Saat ditampilkan di Auditorium Seoul Institute of the Arts (SIA) pada Kamis, 4 April 2019 lalu, tak disangka, pertunjukan ini menarik perhatian masyarakat Korea Selatan.
Pilihan lakon Ramayana, yaitu berlikunya drama pembuatan tambak yang menghubungkan Samudra Hindia yang membelah kerajaan Rama yaitu Pancawati dan Kerajaan Rahwana di mana Dewi Shinta ditawan yaitu Alengka, bertajuk Rama Tambak, menjadi magnet dalam pertunjukan Wayang Kulit yang dimainkan oleh Maestro Dalang Ki Anom Suroto.
Ratusan penonton memadati auditorium berkapasitas 300 orang tersebut. Mereka bahkan rela duduk di bibir dan sisi belakang panggung. Tak jarang mereka tampak termanggu dan ikut tergelak dengan berbagai candaan dalam lakon yang dimainkan sang dalang yang di terjemahkan ke dalam bahasa Korea di layar di salah satu sisi panggung.
Ya, bagi sebagian besar penonton, pentas wayang kulit ini merupakan kali pertama disaksikan. Tapi, antusiamenya luar biasa. Apa lagi pertunjukan ini langsung diperagakan oleh sang maestro yang menggandeng Dalang Cilik Pramariza Fadlansyah, yang telah juga memiliki pengalaman internasional tampil di berbagai negara seperti di India dan Rusia.
Sebelumnya, Ki Anom juga sempat memberikan workshop Wayang Kulit kepada para mahasiswa. Banyak profesor pengajar di sana juga tampak ikut serta. Beberapa dari mereka mengaku telah meneliti tentang wayang kulit sejak tiga tahun lalu.
“Kami sangat senang dengan adanya workshop dan pentas wayang kulit di kampus kami. Kami sendiri telah mempelajari mengenai gamelan, sejarah wayang kulit dan mengadakan riset mengenai hal tersebut oleh beberapa dosen kami sejak tiga tahun lalu,” tutur Dekan Hubungan Eksternal SIA Prof. Kim Jiyon, lewat rilis yang diterima VIVA.
Lain lagi komentar Rektor SIA, Prof. Duk Hyung-Yoo. “Saya sangat senang dengan pementasan ini dan dukungan KBRI Seoul selama ini. Selama 57 tahun, kampus kami berusaha mengeksplorasi seni dengan tujuan menciptakan lingkungan yang kondusif bagi para mahasiswa untuk mempelajari aliran seni dari dalam dan luar Korea," tuturnya.
Kegiatan Workshop dan Pementasan Wayang kulit ini berjalan atas kerja sama antara Universitas Indaprasta PGRI (Unindra) Jakarta dan Seoul Institute of the Arts dengan dukungan penuh oleh KBRI Seoul.
Rektor Unindra Prof. Sumaryoto yang juga ikut tampil sebagai salah satu pemain gamelan dalam pementasan tersebut menegaskan bahwa kegiatan ini merupakan salah satu wujud Tri Dharma Perguruan Tinggi universitas yang ia pimpin di samping pendidikan, penelitian dan pengembangan.
Lebih lanjut Rektor berharap dapat terjalin kerja sama yang lebih erat. “Ke depannya saya berharap dapat terjalin kerja sama yang efektif dengan Seoul Institute of the Arts dalam bidang akademi dan penelitian,” ungkapnya.
Wakil Kepala Perwakilan RI-Seoul Siti Sofia Sudarma yang juga mengawal pementasan ini juga mengharapkan hal yang sama. “Selama ini KBRI dan SIA telah menjalin kerja sama sangat erat. KBRI mengirimkan pengajar Gamelan di institut ini selama dua semester terakhir," kata Sofia.
SIA, juga telah menjalin kerja sama dengan ITB dalam hal Culture Hub. Untuk itu, Sofia pun mendorong UNINDRA untuk juga dapat menjalin kerja sama kemitraan dengan SIA yang merupakan salah satu Institut seni paling bergengsi di Korea Selatan ini.
Seoul Institute of the Arts merupakan sebuah konservatori seni bergengsi di Korsel dengan sejarah panjang lebih dari 57 tahun. Dalam empat tahun terakhir, SIA telah secara aktif bekerjasama dengan para seniman dan lembaga yang ada di Indonesia seperti program pertukaran pelajar dan dosen.
Adanya Pementasan Wayang Kulit ini diharapkan semakin membuat budaya Indonesia dikenal oleh masyarakat luar negeri, khususnya Korea Selatan, mengimbangi banyaknya penikmat budaya Korea di Indonesia.
Ki Anom Suroto belajar seni pewayangan dari Ayahnya, Ki Sadiyun Harjadarsana. Di tengah kesibukannya, Anom Suroto juga menciptakan beberapa lagu Jawa seperti Mas Sopir, Berseri, Satria Bhayangkara, dan lain sebagainya.
Selain itu, sebagai dalang yang tampil rata-rata sepuluh kali dalam sebulan, beliau juga menciptakan berbagai lakon sendiri, termasuk Semar Membangun Kahyangan, Anoman Maneges, Wahyu Tejamaya, Wahyu Kembar, dan lain sebagainya. (nsa)