Menyusuri Gua Ek Lentie, Jejak Historis Tsunami di Aceh
- VIVA/Dani Randi
VIVA – Gua Ek Lentie atau gua tsunami purba yang terletak di Kecamatan Lhoong, Aceh Besar, Aceh ini menjadi bukti bahwa tsunami besar pernah melanda Aceh jauh sebelum Tahun 2004 lalu.
Gua ini disebut gua tsunami karena adanya gelombang tsunami yang menghantam pesisir wilayah Barat Aceh sejak kurun waktu 7.400 tahun silam. Hal itu diketahui bahwa terdapat endapan-endapan tanah yang berasal dari gelombang tsunami dan kotoran kelelawar yang hidup di gua.
Sekilas, gua ini sama seperti gua pada umumnya. Tapi, gua yang berbentuk L ini ternyata menyimpan potensi wisata geologi yang memiliki nilai sejarah yang cukup tinggi, terkait adanya tsunami.
Gua Ek Lentie terletak persis di pinggir pantai, berjarak sekitar 200 meter dari pantai berpasir putih. Gua ini tersembunyi di balik pepohonan kaki bukit Desa Meunasah Lhok, Kecamatan Lhoong, Kabupaten Aceh Besar.
Dari sini bisa melihat dua pulau di tebing gunung Geurutee seperti mengapung dan tertambat kokoh di atas laut. Sebelah utara, jalan besar Banda Aceh-Meulaboh membentang lurus memisahkan area ini dengan gugusan perbukitan puncak Krueng Teungoh.
Gua batu kapur tersebut hanya beberapa meter dari jalan raya, bahkan masih terlihat jelas dari pinggir jalan. Hanya ombak-ombak besar yang membanjiri daerah pesisir yang dapat memasuki gua tersebut.
Ketika berada di mulut gua, suara kalelawar dan deburan ombak sangat terasa. Apalagi angin yang berhembus dari dalam gua memberikan kesejukan.
Melangkah sekitar 30 meter ke dalam, di dinding gua, terlihat akiklud lapisan bebatuan endapan (batu gamping) yang sifatnya kedap air, dan akifer (batu gamping yang sifatnya meluluskan air) menyatu membentuk ornamen unik.
Banyak lubang di langit-langit gua, di sela-selanya menggantung stalaktit seperti ingin jatuh ke dasar gua. Lantai gua dipenuhi kotoran kelawar, barangkali ini penyebab gua ini diberi nama Ek Lentie (kotoran kelelawar dalam bahasa Aceh).
Penemuan penting
Di samping itu, sejak gua ini diteliti Tahun 2010 lalu dan dipublikasikan pada 2014 dan 2017 oleh peneliti, penemuan gua endapan tsunami ini merupakan suatu penemuan penting untuk memperkaya kajian tsunami.
Menurut Kepala Badan Penanggulangan Bencana Aceh (BPBA), T Ahmad Dadek, Aceh menjadi tempat paling bagus untuk pembelajaran tsunami, dan menjadi laboratorium untuk memperkuat pencegahan dan kesiapsiagaan bencana.
Dadek tak menampik, gua tsunami ini sangat layak dijadikan sebagai destinasi wisata sejarah dan edukasi. Agar masyarakat bisa mengetahui bahwa tsunami Aceh bukan pertama kali terjadi, tapi sudah berulang kali diterpa tsunami.
“Lokasi ini memang cocok untuk kita jadikan edukasi. Kalau bukan kita yang berbuat siapa lagi,” ujar Dadek saat meninjau lokasi gua Ek Lentie.
Pihaknya bersama Pemerintah Daerah Aceh Besar tengah menyiapkan rancangan untuk memoles gua ini. Dan tengah menyiapkan rancangan pembangunan untuk Geopark.
“Gua nantinya akan diwarnai dengan papan informasi sehingga setiap orang datang tahu bahwa sebenarnya tsunami di Aceh ini bukan terjadi sekali tetapi sudah berulang kali. Namun kenapa hingga saat ini kesadaran terhadap bencana masih kurang. Nah di sinilah nanti menjadi edukasi bagi masyarakat,” ucapnya.