Wisata Religi ke Masjid Raya Bingkudu di Tanah Minangkabau
- VIVA/Andri Mardiansyah
VIVA – Di Jorong Bingkudu, Nagari Canduang Koto Laweh, Kecamatan Canduang, Kabupaten Agam, Sumatera Barat, terdapat satu masjid yang memiliki arsitektur khas dan unik.
Bahkan pada bagian atapnya, arsitektur yang bertumpang tiga ini memiliki filosofi konsep kepemimpinan di Minangkabau, yakni “Tigo Tungku Sjarangan” yang terdiri dari, Niniak Mamak, Alim Ulama dan Cadiak Pandai.
Menurut masyarakat setempat, Masjid Bingkudu ini dibangun pada tahun 1823 Masehi atau pada awal abad ke 19 oleh Haji Salam, seorang Lareh Canduang yang bergelar inyiak basa (haji salam).
Masjid Raya Bingkudu ini merupakan masjid tertua dan terbesar di daerah tersebut. Pemilihan lokasi pendirian masjid ini pada mulanya merupakan hasil kesepakatan dari empat delegasi, yang mewakili daerah sekitar Bingkudu.
Pada bagian mihrab yang terletak di sisi dalam Masjid, terdapat pula angka tahun dengan menggunakan huruf Arab dan latin, yang menunjukkan angka tahun 1316 H atau 1906 masehi. Angka tahun tersebut, diduga merupakan angka tahun pembuatan mihrab.
Pada masjid tersebut, selain terdapat bangunan utama juga terdapat kolam air yang terletak di sebelah barat, selatan, dan timur bangunan masjid. Bangunan utama masjid Bingkudu menghadap ke arah barat, dan pintu masuk utama di sebelah timur. Denah ruang utama masjid berukuran 21 x 21 meter. Kaki bangunan masjid berupa fondasi beton setinggi 0,4 meter.
Lantai masjid dari papan kayu surian yang disusun rata membujur arah barat-timur. Di dalam ruang utama masjid terdapat 25 buah tiang. Tiang utama terletak di tengah-tengah ruang utama masjid yang terbuat dari beton berbentuk segi 12 dan berdiameter 1,25 meter. Di sekeliling tiang utama terdapat 24 buah tiang kayu berbentuk segi 16 yang diameternya berukuran antara 20–45 sentimeter.
Saat ini, selain diperuntukkan untuk ibadah, Masjid Raya Bingkudu, yang juga sering disebut dengan Masjid Jamik Bingkudu, juga dijadikan sebagai sarana pendidikan agama Islam bagi pelajar setempat.
Selain itu, Masjid Bingkudu, yang saat ini sudah ditetapkan pemerintah sebagai cagar budaya itu, juga digunakan sebagai kantor pusat Tim Koordinasi Pemberantasan Kemiskinan Jorong Bingkudu.
Sempat dipugar
Sejak tahun pertama berdiri hingga saat ini, Masjid Bingkudu sudah beberapa kali mengalami pemugaran. Bahkan pada tahun 1957 silam, atap Masjid yang semula terbuat dari Ijuk diganti dengan seng.
Namun setelah ditetapkan sebagai cagar budaya dan diserahkan kepada pemerintah Kabupaten Agam pada tahun 1989 silam, masjid ini kembali mengalami pemugaran dan dikembalikan bentuknya seperti semula. Atap masjid yang telah diganti menjadi seng pun kemudian diganti kembali dengan menggunakan ijuk. Bagian yang lapuk diganti dan dicat kembali sebagaimana aslinya.