Jadi 'Kutu Loncat' Pekerjaan, Normal atau Tidak?
- Reuters
VIVA.co.id – Pekerja yang masuk ke dalam kategori generasi milenial, dinilai sering berpindah-pindah pekerjaan, atau kutu loncat. Penyebabnya pun bisa beragam, mulai dari jenis pekerjaan yang tidak sesuai hingga penghasilan.
Menurut Psikolog Klinis Dewasa Untung Subroto Dharmawan, menjadi kutu loncat, atau berpindah-pindah tidak menjadi masalah, jika tempat bekerja tersebut sudah tidak memberikan manfaat besar buat kita dan tidak membuat kita bertambah pintar.
"Terserah saja, kalau orang mengatakan kita pindah kerja, karena gaji yang lebih besar, yang terpenting kita hidup sehat. Kita kan, tidak hanya untuk memuaskan pendapat orang lain saja," ujar Untung, saat ditemui VIVA.co.id, beberapa waktu lalu.
Untung melanjutkan, memang sudah menjadi ciri dari generasi milenial menjadi generasi yang idealis. Penyebabnya adalah cepatnya perkembangan teknologi informasi, pengaruh pergaulan, atau pengaruh dari orangtua yang juga idealis.
Meski demikian, Untung mengingatkan jika idealis yang berlebihan juga tidak baik. Misalnya, ia lulusan ekonomi dan hanya mau bekerja di bidang perbankan saja. Sementara itu, lowongan perbankan yang ada hanya sedikit.
"Kalau bekerja tidak sesuai visi idealismenya, kemudian pindah, boleh saja. Tetapi, kalau keseringan itu yang tidak boleh. Kalau dia begitu terus, kapan akan berada di posisi puncak kariernya?" kata Untung.
Pindah pekerjaan, tambah Untung, bukan hanya membutuhkan waktu untuk beradaptasi di lingkungan baru saja, tapi juga memulai karier baru lagi.
"Kutu loncat boleh, tetapi lihat rentang waktunya, lihat alasannya. Kalau sudah usia 40 masih kutu loncat juga, kapan akan mencapai puncak kariernya?" ujarnya. (asp)