Bukan Cuma Laki-laki yang Diuntungkan dengan Cuti Ayah
- VIVA.co.id/ Bimo Aria
VIVA – Jumat, 3 November 2017 lalu, adalah salah satu hari paling bahagia bagi pasangan Adientya Nur Prihantara dan Farrah Hudayani. Setelah kurang lebih satu tahun menikah, keduanya dikaruniai seorang anak yang diberi nama Jenna Safeyya.
“Jenna berasal dari kata Jannah yang dalam Islam berarti surga, dan Saffeya yang berarti suci,” demikian ungkap Adien.
Namun, kebahagiaan itu segera berubah menjadi kekhawatiran. Selang beberapa hari setelah kelahiran, kondisi Jenna menurun. Tubuh mungil yang belum genap satu minggu itu, menguning, yang dalam istilah medis dikenal dengan bilirubin. Beruntung, kala itu Adien mendapatkan cuti khusus untuk ayah selama lima hari.
“Jadi saya bolak- balik ke rumah sakit di minggu pertama kelahiran anak saya itu, jadi dengan dikasih cuti itu kan jadi tidak dikasih kerjaan. Ya paling tidak manajer saya tahu kalau memang itu cuti dan regulation dari company ngasih lima hari jadi merasa terbantu banget sih,” ungkap Adien saat dihubungi VIVA, Sabtu 18 Novmber 2017.
PT Unilever Indonesia, Tbk, tempat Adien bekerja, merupakan satu dari beberapa perusahaan yang ada di Indonesia yang memberikan cuti ayah bagi karyawan yang istrinya melahirkan. Sejak 1 Juli 2017, Unilever Indonesia memperpanjang cuti melahirkan bagi ayah selama lima hari. Rinciannya, satu hari mengantarkan saat istri melahirkan, dan empat hari setelah melahirkan dengan gaji tetap dibayar penuh.
Cuti untuk ayah di Indonesia sendiri memang masih kurang populer. Sejauh ini, peraturan yang ada mengenai cuti ayah tertulis di dalam Undang-Undang No. 13/2003 tentang Ketenagakerjaan, tepatnya dalam pasal 93 ayat 4 huruf e. Merujuk aturan itu, seorang pria pekerja hanya diperbolehkan mengambil cuti dua hari, dengan bayaran penuh saat istrinya melahirkan atau keguguran.
Meski demikian, selain Unilever, dalam catatan VIVA, ada beberapa perusahaan di Indonesia yang memiliki aturan progresif mengenai cuti ayah. Seperti di antaraya, Danone Indonesia yang memberikan cuti ayah selama 10 hari, Opal Communication yang memberikan cuti ayah selama satu bulan, dan Johnson & Johnson Indonesia selama dua bulan.
Secara global, menurut laporan Organisation for Economic Co-operation and Development pada tahun 2016, yang berjudul ‘Parental leave: Where are the fathers?’ Korea Selatan menempati urutan teratas dengan memberikan cuti ayah selama 53 minggu. Disusul dengan Jepang dan Prancis yang masing-masing memberikan 52 minggu dan 28 minggu.
Sementara untuk untuk kawasan Asia Tenggara, berdasarkan laporan International Labour Organization, tahun 2014 yang berjudul, ‘Maternity and Paternity at Work’, tercatat bahwa Filipina dan Singapura memberikan cuti untuk ayah selama satu minggu.
Tak Cuma Bermanfaat Bagi Laki-laki
Pemberian cuti ayah bagi, sejatinya tidak hanya membawa manfaat bagi laki-laki itu sendiri. Sebuah studi di tahun 2013 yang diterbitkan dalam Journal of Child Psychology and Psychiatry menemukan bahwa tingkat interaksi antara ayah dan bayi pada usia tiga bulan dapat memprediksi apakah anak tersebut akan menunjukkan masalah perilaku pada usia satu tahun.
Efek dalam kurangnya keterlibatan antara ayah dan bayi cenderung lebih kuat bagi anak laki-laki daripada anak perempuan, yang menunjukkan bahwa anak laki-laki lebih rentan terhadap pengaruh ayah mereka sejak usia dini.
Hal serupa juga diungkapkan oleh Jackie Viemilawati, seorang psikolog klinis dari Yayasan Pulih, yang mengatakan bahwa hadirnya sosok ayah yang terlibat dalam tumbuh kembang anak juga akan menambah kelekatan, baik pada sang anak, maupun pada pasangan itu sendiri.
Menurut Jackie, interaksi dan kelekatan itu bukanlah hal yang bisa dibangun secara tiba-tiba, sehingga mesti dibangun sejak awal dan secara konsisten. Namun, yang menjadi catatan baginya, bahwa hadirnya ayah dalam keluarga juga yang betul-betul dirasakan manfaatnya.
“Jadi betul-betul hadir dan dirasakan manfaatnya. Saya membandingkan hadir dan dengan menimbulkan masalah dan melakukan kekerasan itu kan tidak berkontribusi pada perkembangan anak dan pada dia sendiri, “ kata Jackie saat ditemui VIVA, Sabtu 18 November 2017.
Sementara itu, dalam pilot project yang dilakukan oleh Danone Indonesia, juga terlihat respon positif juga ditunjukkan oleh pekerja laki-laki setelah mengambil cuti 10 hari untuk mendampingi istrinya melahirkan.
“Atasan yang ditinggalkan melihat bahwa setelah cuti, yang bersangkutan merasa lebih semangat dan terlibat dengan pekerjaan,” jelas Evan Indrajaya, Direktur Sumber Daya Manusia, Danone Indonesia, seperti dilansir dari laman Indonesia Business Coalition for Women Empowerment (IBCWE, Perkumpulan Perusahaan untuk Pemberdayaan Wanita di Indonesia).
Hal senada juga diungkapkan oleh Kepala Bagian Sumber Daya Manusia untuk Divisi CD, Keuangan, IT dan Kepala Branding Karyawan PT Unilever Indonesia, Nanang Chalid salah satu yang mengatakan bahwa mereka yang mendapatkan cuti ayah akan lebih loyal kepada perusahaan, dan menyelesaikan tugas dengan lebih baik.
Menurut Nanang, karyawan yang mengambil cuti ayah akan mempersiapkan cuti dengan lebih baik. Hal ini, lanjut Nanang, sebagai bentuk komitmen dan terima kasih karyawan kepada perusahaan yang telah memberikan fasilitas cuti tersebut.
Sementara itu, Kokok Herdianto Dirgantoro, CEO Opal Communication, mengatakan bahwa cuti ayah sendiri tidak menjadi masalah bagi keuangan perusahaan. Justru keuntungan perusahaan selalu bertambah.
“Belum ada (evaluasi), kami enggak uji juga. Kalau saya sih karena perusahan kecil enggak hitung performa orang per orang; kalau saya lihat pendapatan kantor naik terus, dan klien enggak komplain (berarti baik), itu sih yang paling penting,” ungkap Kokok.
Mendorong Partisipasi Perempuan ke Dunia Kerja
Pemberian cuti ayah, juga diharapkan mampu mendorong kembali perempuan kembali ke dunia kerja. Seperti diketahui, salah satu temuan Australia Indonesia Partnership For Economic Governance (AIPEG), dalam laporan berjudul ‘Women’s Economic Participation In Indonesia’ pada Juni 2017 lalu, perempuan cenderung keluar dari angkatan kerja setelah menikah dan mempunyai anak.
Menurut Ariane J Utomo, ekonom dari AIPEG, kebanyakan perempuan tidak kembali bekerja sampai setelah mereka melewai puncak usia subur (umur 40-an). Lebih dari 40 persen perempuan tidak bekerja setahun setelah kelahiran anak pertamanya.
“8.6 juta perempuan berumur 20-24 tahun keluar dari angkatan kerja karena menikah/melahirkan. Ini berimplikasi kepada productive capital Indonesia,” kata Ariane dalam lokakarya Aliansi Jurnalis Independen tentang liputan kesetaraan gender baru-baru ini.
Dalam jurnal tentang keterlibatan ayah dalam mengurus bayi di Inggris berjudul ‘Which fathers are the most involved in taking care of their toddlers in the UK? – Helen Norman, peneliti dari University of Manchester, menulis bahwa pengambilan cuti oleh ayah dapat membantu mendorong partisipasi perempuan di dunia kerja.
Penelitiannya menunjukkan bahwa keterlibatan ayah dalam perawatan anak memiliki efek positif pada pekerjaan penuh waktu seorang perempuan.
Helen menemukan bahwa ayah lebih cenderung terlibat saat anak berusia tiga tahun jika mereka juga terlibat mengasuh anak saat berusia sembilan bulan. Artinya pemberian cuti ayah dan jam kerja yang lebih fleksibel juga menentukan keterlibatan ayah untuk mengasuh anak dalam jangka panjang.
Direktur Eksekutif IBCWE, Dini Widiastuti, juga menambahkan selain cuti ayah, jam kerja yang fleksibel juga bisa membantu mendorong kembalinya perempuan kembali ke dunia kerja.
“Tantangan terbesar (perempuan pekerja) itu tanggung jawab di rumah jadi kalau kita ingin memperbanyak perempuan itu di karir,bagaimana supaya ada pembagian kerja yang lebih merata (antara laki-laki dan perempuan), dan apakah kebijakan perusahaan yang bisa diterapkan juga mendukung hal itu,” kata Dini.
Jackie juga kembali menegaskan bahwa cuti ayah semestinya bisa membantu menghilangkan stigma dan dilema pada perempuan pekerja. Dengan sama-sama memahami bahwa baik pekerjaan domestik dan publik merupakan tanggung jawab laki-laki dan perempuan, lanjut Jackie, hal ini harusnya bisa mendorong perempuan kembali ke dunia bekerja.
Jackie menjelaskan, jika laki-laki tidak terlibat dalam ranah domestik, waktu dan peran perempuan akan terkuras habis dalam urusan rumah tangga. Hal ini menyebabkan waktu dan peran perempuan di ranah publik menjadi berkurang.
Menurutnya, cuti ayah bisa berkontribusi meringankan beban para perempuan pekerja. Karena selama ini Jackie menganggap perempuan sering mengalami dilema ketika meninggalkan peran domestiknya. Lebih jauh dia juga mengatakan bahwa harusnya dengan cuti ayah, peran suami lebih fleksibel dan saling membantu.