Anak Tumbuh Pendek Risiko Punya Keturunan yang Sama
- Pixabay/ Bess-Hamiti
VIVA – Tinggi badan yang tidak sesuai dengan usia, menjadi salah satu persoalan besar yang dihadapi anak-anak Indonesia. Menurut data yang dikumpulkan sejak tahun 2007 hingga 2013, tren yang terjadi adalah perubahan tinggi badan pada anak Indonesia sedikit sekali mengalami perubahan.
Dr.dr. Ahmad Suryawan, SpA(K) mengatakan, di 2007, anak yang mengalami perawakan pendek, atau stunting sebesar 36,8 persen. Di 2010, angkanya menunjukkan perubahan sangat kecil yakni 35,6 persen, sedangkan di 2013, angkanya kembali naik menjadi 37,2 persen.
"Permasalahan ini akan berdampak ke depannya, tinggi badan yang kurang memiliki sebab akibat pada multisektor," ujar dokter anak yang akrab disapa Wawan ini dalam media workshop Frisian Flag Gerak 123 di kawasan Sudirman, Jakarta, Senin 20 November 2017.
Wawan melanjutkan, penurunan tinggi badan anak yang tidak ditangani, hingga anak masuk usia sekolah, kemudian dewasa, dan menikah, maka ia akan menciptakan generasi yang lebih pendek. Meski demikian, menangani tinggi badan kurang pun tidak menghasilkan solusi yang lebih baik.
"Ditangani atau tidak, kalau sudah pendek, hasilnya sama. Kuncinya adalah menghindari jangan sampai pendek," Wawan memperingatkan.
Tinggi badan yang kurang bisa berdampak tidak baik pada anak. Aktivitas fisiknya rendah, dan potensi kecerdasannya menurun. Mereka juga berpotensi mengalami gangguan prilaku, emosi tinggi, prestasi akademisnya rendah, sehingga kualitas hidup ke depannya akan terpengaruh.
Dan rendahnya skor IQ anak stunting di Indonesia, juga berkaitan dengan skor IQ orangtuanya. Jadi, perkembangan kognitif yang rendah ini akan terjadi pada lintas generasi jika tidak dipotong.