508 Anak di Indonesia Jadi Korban Eksploitasi Seksual
VIVA.co.id – Kekerasan pada anak dan perempuan di Indonesia masih rentan. Terlebih kedua kelompok ini seringkali jadi sasaran empuk dalam kasus Eksploitasi Seksual Komersial Anak (ESKA).Â
Hasil pendataan ECPAT (End Child Prostitution, Child Pornography & Trafficking of Children for Sexual Purposes) Indonesia menunjukkan bahwa selama satu tahun untuk periode September 2016-2017 ditemukan 508 anak telah menjadi korban ESKA di Indonesia.Â
Berdasarkan rilis yang diterima VIVA.co.id pada Rabu 11 Oktober 2017 menyebutkan bahwa fakta mirisnya, 67 persen korban ESKA terjadi pada anak perempuan.Â
Sementara itu, dari 339 anak perempuan yang menjadi korban ESKA, juga 50 persen diketahui merupakan korban kasus pornografi anak, 28 persen kasus prostitusi anak dan 21 persen adalah kasus perdagangan anak untuk tujuan seksual.Â
Dede Ramdani, Koordinator Riset ECPAT Indonesia, mengungkapkan bahwa berdasarkan catatan kasus pornografi anak yang telah terungkap, mayoritas anak perempuan menjadi target utama dari para predator pornografi anak. Selain itu, pelaku kekerasan saat ini lebih banyak memulai aksinya melalui media sosial.
"Melalui jejaring media sosial, sebagian besar anak perempuan yang menjadi korban dibujuk oleh pelaku untuk melakukan telepon seks, video seks hingga berhubungan seksual dengan pelaku," tulisnya.
Kemudahan predator menjaring mangsa tersebut juga semakin mudah dengan minimnya pengawasan orangtua dan ketidaktahuan anak tentang penggunaan media sosial yang aman. Karena itu, anak seringkali dijadikan objek pornografi oleh para predator pornografi anak.
Pasal Berlapis
Mirisnya, Dede mengungkapkan meskipun terdapat beberapa pasal yang berkaitan dengan aksi kekerasan seksual, namun hal itu belum cukup membendung aksi bejad para pelaku. Menghukum yang lebih berat kepada pelaku dengan pasal berlapis bisa mendatangkan efek jera.
"Penggunaan pasal berlapis penting diterapkan bagi para pelaku, karenanya ECPAT Indonesia mendorong agar pemerintah segera menggunakan pasal berlapis dalam penuntutan dan memastikan bahwa pasal yang digunakan untuk menjerat para pelaku predator pornografi anak, mucikari hingga pembeli seks anak sudah tepat dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku," ujarnya.
Selain itu, pihaknya juga mendesak penanganan kasus Prostitusi Anak dan Pornografi anak ditangani secara serius sejak proses pelaporan kasus, proses penyidikan, dan proses peradilan secara keseluruhan.Â
Ia berharap pemerintah Indonesia segera menjalankan aksi-aksi pencegahan yang tercantum di dalam Protokol Opsional tentang Perdagangan Anak, Prostitusi Anak dan Pornografi Anak yang telah diratifikasi melalui Undang-Undang No.10 Tahun 2012. (ren)