Dampak Psikologis Hilangnya Sosok Ayah pada Kehidupan Anak
- Pixabay/White77
VIVA.co.id – Sama seperti ibu, kehadiran ayah juga memiliki peran yang sangat penting dalam perkembangan anak. Ayah, begitu pula ibu, adalah sumber keamanan dan kenyamanan bagi anak.
Menurut psikolog anak Astrid WEN, tidak adanya ayah, akan memberikan pertanyaan besar kepada anak, kemana ayah? Dimana ayah? Apakah ayah mencintaiku? Apakah ayah menerimaku dan menganggapku penting? Mengapa ia meninggalkanku? Apakah aku layak dicintai? Mengapa ia tidak ada saat aku membutuhkannya? Bagaimana caranya supaya aku ada di hati dan pikiran ayah? Bagaimana caranya ayah mengingatku dan menganggapku penting?
"Pertanyaan-pertanyaan seperti ini sangat mungkin ada pada anak yang kehilangan ayah, khususnya karena perceraian. Karena ayahnya secara fisik masih ada di dunia ini, tapi sulit hadir dalam hidupnya. Untuk menjawab pertanyaan ini dan menerima kondisinya, anak akan mengalami berbagai macam masa sulit dibandingkan anak dengan kedua orangtua lengkap. Contohnya, saat ia diminta bercerita tentang ayahnya, atau saat ia diminta menggambar keluarganya, atau saat ia harus menjelaskan kondisi keluarganya yang berbeda dari keluarga lain," kata Astrid kepada VIVA.co.id
Selain itu, lanjut Astrid, ada beberapa dampak psikologis yang dialami anak ketika sosok ayah itu tidak ada dalam hidupnya. Pertama adalah masalah kepercayaan diri dan konsep diri. Dengan adanya banyak pertanyaan yang tidak terjawab dan juga memuaskannya, lalu kondisi sulit yang dia harus lalui berbeda dari keluarga lainnya, mempengaruhi bagaimana ia memandang dirinya. Anak dapat tumbuh menjadi anak yang kurang percaya diri, kurang yakin terhadap kemampuannya, dan memiliki konsep diri yang kurang positif.
Kemudian, anak juga akan kehilangan sosok ayah, figur dan peran laki-laki dewasa dalam keluarga. Dengan adanya ayah sebenarnya memberikan gambaran kepada anak tentang gender, peran gender, dan juga relasi antar gender. Dengan memperhatikan ayah dan ibunya, apa yang mereka lakukan sehari-hari dalam kehidupan mereka, juga cara ayah dan ibu saling berinteraksi akan membentuk persepsi mereka tentang laki-laki dan perempuan dewasa.
"Seperti apa anak di masa dewasa, meski tidak mutlak, kebanyakan anak melihat contoh dari orangtuanya. Sebagai contoh, jika ayah dan ibu bercerai, anak mungkin tidak menyukai ayahnya karena meninggalkan ibunya. Ia juga melihat 'memutuskan kontak', 'menghindar', atau 'putus atau cerai' juga merupakan solusi yang cepat untuk konflik relasi dia dengan pasangannya di masa depan," jelas Astrid.
Selain itu, ia akan sangat mungkin mengalami kesulitan dalam intimacy dengan orang lain di masa depannya. Menurut penelitian, anak yang tumbuh besar tanpa ayah akan memiliki emosi kemarahan yang lebih besar dan mengembangkan tingkah laku sosialisasi yang tidak biasa. Ia akan lebih sulit mengekspresikan dirinya dan menjalin hubungan dengan orang lain. Di satu sisi, adanya kerapuhan dan takut penolakan hingga ia menutupi diri, di sisi lain ia mengharapkan adanya penerimaan yang tulus dari dunia di sekitarnya tetapi juga tidak tahu bagaimana harus bersikap terhadapnya.
Anak, kata Astrid, juga akan sangat mungkin mengalami masalah emosional atau tingkah laku yang berasal dari dampak peristiwa kehilangan sosok ayah dan macam-macam perubahan yang terjadi dalam keluarga. Karena rutinitas berubah, hal baru terjadi, sangat mungkin anak menjadi bingung, marah, dan emosi lainnya yang bercampur aduk jadi satu.
"Jika masalah emosional atau masalah tingkah lakunya tidak segera ditangani, akan membawanya pada masalah-masalah lain seperti misalnya masalah motivasi belajar, masalah sosialisasi, depresi, dan lainnya. Jika kehilangan ayah terjadi tiba-tiba dengan intensi konflik atau emosi yang cukup tinggi dan anak berada di tengah kejadian, sebagian anak bisa jadi mengalami trauma," imbuhnya.