Tiga Sebab di Balik Musnahnya Permainan Tradisional
- Antara/Dewi Fajriani
VIVA.co.id – Perubahan zaman dan kemajuan teknologi, seringkali dijadikan kambing hitam, tergerusnya permainan tradisional anak. Munculnya gadget dan juga ponsel pintar, disebut dalih utama anak kelahiran setelah tahun 2000-an tak lagi mengenal permainan semacam pletokan, egrang, atau bahkan congklak.
Tapi, kemajuan teknologi bukan satu-satunya penyebab, kepunahan permainan tradisional akibat ditinggalkan. Endi Aras pendiri Gudang Dolanan, pendiri sebuah komunitas sekaligus kolektor permaianan anak tradisional menyebut sedikitnya ada tiga faktor yang jadi penyebabnya.
"Banyak ya, satu lahan yang tidak ada. Karena lahan yang tidak ada itu (sekarang) dipakai untuk ruko, perumahan, dulu rumah luas banget (halamannya)," ungkap dia saat ditemui di Bentara Budaya Jakarta, Palmerah, Jakarta, Rabu 22 Februari 2017.
Habisnya lahan ini, terutama di Jakarta dan kota besar lainnya, sekaligus juga menghilangkan sumber dari bahan-bahan pembuat dari maianan tradisonal itu. Endi menyebut banyak mainan tradisional yang berasal dari pohon bambu, pelepah pisang atau bahkan batok kelapa.
Di samping itu, Endi juga mengatakan, bahwa transformasi informasi tentang permainan anak tradisional dari orangtua ke anak juga jadi sebab, banyak anak yang kini lebih bangga bermain permainan modern.
"Yang kedua miskomunikasi (yang) terputus antara orang tua dan anak, artinya orangtua sudah tidak memperkenalkan anak pada mainan tradisional itu tadi," tambah dia.
"Yang ketiga masuknya permainan modern, jadi sanggup menarik perhatian anak Indonesia,"
Menurutnya, bahwa permaianan modern buatan pabrik punya riset dan dana tersendiri untuk memonopoli pasar mainan anak, hingga menggeser permaianan anak tradisional di ujung kepunahan.
"Mereka punya dana promosi, kita tidak punya itu, makanya benar yang dibilang tadi, tv dan media harus menyambut," ujarnya.