Penyebab Angka Kehamilan Usia Remaja Tinggi di Indonesia
- Pixabay
VIVA.co.id – Kemajuan teknologi informasi dan paparan media di internet yang sangat mudah diakses membuat angka kehamilan yang tidak diinginkan pada anak semakin tinggi terjadi. Hal ini juga diperparah dengan minimnya edukasi dan komunikasi antara anak dan orangtua mengenai pendidikan kesehatan reproduksi.
Fadilla Putri, Child Protection Officer UNICEF Indonesia, mengungkapkan bahwa terjadinya perkawinan anak di bawah umur di Indonesia salah satunya adalah karena tidak adanya panutan bagi anak dalam menatap masa depannya. Selain itu, mereka juga terputus komunikasi dengan orangtua sehingga mereka tidak mendapat penjelasan memadai mengenai apa itu kesehatan reproduksi perempuan.
Terlebih, pendidikan kesehatan reproduksi di Indonesia masih dianggap hal yang tabu. Edukasi seksual pun sering disalahkan sebagai cara mengajarkan anak berhubungan seksual.
Padahal, menurut Rini Handayani, Asisten Deputi Perlindungan Anak dari Kekerasan dan Eksploitasi Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA), anak tidak salah ketika dia sudah mulai mengetahui tentang reproduksi. Hanya saja orangtua belum mampu dalam memberikan jawaban karena mereka belum terlatih.
"Karena itulah, tidak hanya menjadi tugas pemerintah, tapi juga jaringan lembaga peduli anak di Indonesia bagaimana bisa mengedukasi keluarga dan orangtua agar mampu menjelaskan ke anak, sehingga tidak tabu lagi, sesuai dengan tingkatan usia mereka," kata Rini saat ditemui di acara lokakarya Membangun Mekanisme Pemantauan dan Pelaporan Pelaksaan Konvensi Hak Anak PBB di kawasan Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Selasa, 7 Februari 2017.
Sementara itu, lanjut Rini, untuk sumber informasi pendidikan kesehatan reproduksi bagi keluarga ini juga sudah diatur melalui Instruksi Presiden (Inpres) dan pemerintah sudah merilis video Geni dan Aksa. Video ini memiliki sasaran guru, anak, dan keluarga atau orangtua. Di sini dijelaskan bagaimana kekerasan seksual yang kini sedang gawat di Indonesia.
Kemudian juga telah terjadi perubahan UU No 23 Tahun 2014 menjadi UU terbaru UU No 17 Tahun 2016 tentang pemberatan hukuman bagi pelaku kekerasan seksual. Materi KIE kekerasan seksual juga sudah dibuat dari tahun 2015 dengan sasaran pertama adalah anak, pendidik karena anak berada dalam sekolah, dan orangtua serta masyarakat. Bagi para orangtua yang ingin mendapatkan edukasi mengenai pendidikan seksual untuk anak juga bisa mengakses situs Kementerian PPPA.