Penyebab Angka Perkawinan Anak di Bawah Umur Masih Tinggi
- Pixabay
VIVA.co.id – Meski dalam tiga dekade terakhir angka perkawinan usia anak di Indonesia mengalami penurunan, tapi angkanya masih dianggap lebih tinggi dibandingkan di negara-negara lain di kawasan Asia Timur dan Pasifik.
Menurut Child Protection Officer UNICEF Indonesia, Fadilla Putri, perkawinan anak perempuan di bawah usia 18 tahun salah satunya terjadi karena masih rendahnya suara perempuan yang dilibatkan dalam pengambilan keputusan. Dalam pengambilan keputusan biasanya akan banyak dikuasai oleh kepala keluarga atau ayah, atau keluarganya, maupun komunitasnya.
"Perkawinan anak terjadi karena dua hal, yaitu terbatasnya pilihan yang bisa diakses dan terbatasnya pilihan yang bisa dibayangkan," ujar Fadilla dalam acara Lokakarya Membangun Mekanisme Pemantauan dan Pelaporan Pelaksanaan Konvensi Hak Anak PBB di Gedung 33, Jakarta Pusat, Selasa 7 Februari 2017.
Fadilla melanjutkan, kondisi pertama adalah situasi di mana anak tinggal di daerah rural yang tidak punya akses pendidikan, tidak berdaya ekonomi sehingga alternatif bagi mereka adalah menikah. Sedangkah terbatasnya pilihan yang bisa dibayangkan adalah mereka tidak memiliki role model yang bisa menjadi panutan mereka dalam merancang masa depan.
Selain itu, masalah lain yang dihadapi adalah terputusnya komunikasi antara anak dengan orangtua ketika mereka beranjak remaja.
"Misalnya mereka tidak bisa bertanya bagaimana hubungan perempuan dan laki-laki. Penjelasan mengenai kesehatan reproduksi perempuan juga tidak mereka dapat dari orangtua," imbuh Fadilla.
Karena itu, untuk mengurangi angka pernikahan anak ini perlu dilakukan langkah tertentu. Menurut saran dari Population Council, saat anak berusia 12 tahun atau pubertas hingga usia 18 tahun, terbentang jurang di rentang usia itu. Mereka ini rentan masuk ke jurang di mana ada pernikahan anak, kekerasan dan sebagainya.
Jadi, orangtua perlu menjadi jembatan bagi mereka. Caranya adalah dengan membekali anak dengan pendidikan, menciptakan lingkungan yang suportif, mendengarkan suara mereka, aset ekonomi yang berdata, hingga mereka aman menyeberang hingga usia 18 tahun.
  Â