Kak Seto Blak-blakkan Ungkap Dampak Buruk Parental Abduction Pada Anak

Seto Mulyadi atau Kak Seto
Sumber :
  • Instagram @kaksetosahabatanak

Jakarta, VIVA – Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) melaporkan bahwa sejak tahun 2011 hingga 2017, ada 476 anak yang menjadi korban penculikan oleh orang tua (parental abduction) di Indonesia.

Indonesia Darurat Perceraian, Menag: Ini Ancaman Bagi Negara

Parental abduction adalah penculikan yang dilakukan oleh orang tua kandung, biasanya terjadi ketika kedua orang tua sedang menghadapi masalah atau proses perceraian.

Sayangnya, meskipun ini sering terjadi, belum ada tindakan tegas dari lembaga terkait untuk menyelidiki, menindak, atau menghukum pelaku, terutama orang tua yang melakukan penculikan anak tersebut.

Ingin Cantik Instan? Pahami Dulu Kerugian Operasi Plastik Wajah Sebelum Menyesal

Ilustrasi kekerasan seksual terhadap anak.

Photo :
  • VIVA.co.id/Andrew Tito

Padahal, menurut Kak Seto Mulyadi (Ketua Lembaga Perlindungan Anak Indonesia), tindakan ini sangat berbahaya bagi anak karena bisa mengganggu kesehatan psikologis dan emosional mereka.

Komisi III DPR Akan Cecar Taman Safari dan Eks Pemain Sirkusnya Buntut Dugaan Kekerasan

“Dampak emosional, gangguan psikologis, gangguan perkembangan, masalah sosial, dan sebagainya,” ungkap Kak Seto, dikawasan Jakarta, pada Selasa, 11 Februari 2025.

Menurutnya, parental abduction melanggar hukum, tepatnya pasal 330 ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), yang bisa memberikan hukuman penjara hingga 7 tahun. Jika penculikan dilakukan dengan kekerasan, ancaman, atau tipu muslihat, pelaku bisa dihukum hingga 9 tahun penjara.

“Tindakan penculikan anak yang dilakukan oleh orangtua kandung dapat dikenakan pasal 330 ayat 1. Dan itu sanksinya bisa maksimal 7 tahun, bisa 9 tahun kalau dilakukan dengan cara kekerasan, ancaman kekerasan, tipu muslihat dan sebagainya,” jelas Seto.

Kak Seto juga berharap negara lebih aktif dalam mengatasi masalah ini, terutama untuk kasus perceraian antar pasangan yang berbeda kewarganegaraan. 

Contohnya, ada kasus di mana seorang ayah membawa anaknya ke luar negeri sehingga anak tersebut tidak bisa bertemu lagi dengan ibunya.

“Mohon ada upaya dari negara untuk melindungi anak, ini bukan hanya soal hak ibu bertemu anak, tetapi hak anak untuk bertemu ibunya,” tegas Kak Seto.

Ia juga mengingatkan agar setiap pasangan yang hendak bercerai selalu mengutamakan kepentingan anak. Jika perceraian tidak bisa dihindari, Kak Seto berharap proses perceraian tetap dilakukan dengan cara yang ramah anak, tanpa melibatkan kekerasan atau masalah yang berdampak buruk bagi mereka.

“Mohon kita betul-betul melindungi anak, jadi jangan sampai ada kekerasan. Kalau toh pun harus ada perpisahan dan sebagainya, mohon diselesaikan dengan cara-cara yang tetap ramah anak, tidak dengan cara kekerasan,” tandasnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya