Banjir Menyerang, Orang Tua Harus Waspadai Leptospirosis hingga DBD
- dok BNPB
VIVA – Beberapa hari belakangan ini intensitas hujan begitu terasa. Bahkan pada peringatan Imlek kemarin, hujan yang turun terus menerus menyebabkan banjir di sejumlah titik di ibukota.
Tak hanya sekali saja, banjir diketahui sering mengintai Indonesia. Yuk lanjut scroll artikel selengkapnya berikut ini.
Bahkan berdasarkan data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), dari 1 Januari hingga 8 Desember 2024 lalu banjir tercatat sebagai bencana yang paling sering terjadi di Indonesia, dengan 962 kejadian.
Salah satu wilayah yang terdampak adalah Kecamatan Rancaekek di Kabupaten Bandung. Ketika banjir melanda, banyak rumah terendam dan aktivitas sekolah terganggu.
Anak-anak, sebagai kelompok paling rentan, tidak hanya menghadapi risiko kesehatan.
Banjir rob (ilustrasi)
- VIVA.co.id/Andrew Tito
Beberapa masalah penyakit tersebut mulai dari diare, seperti diketahui diare dapat terjadi akibat banjir karena air kotor dari banjir dapat mencemari sumber air bersih. Air yang terkontaminasi ini dapat digunakan untuk memasak, mandi, atau mencuci.
Selain itu demam berdarah juga dapat mengintai saat banjir. Banjir diketahui dapat meningkatkan risiko demam berdarah (DBD) karena genangan air saat banjir menjadi tempat berkembang biaknya nyamuk Aedes aegypti, penyebab DBD.
Ada juga penyakit leptospirosis atau demam banjir yang disebabkan oleh bakteri leptospira yang menginfeksi manusia melalui kontak dengan air atau tanah yang masuk kedalam tubuh melalui selaput lendir mata atau luka lecet pada bagian tubuh.
Anak-anak juga rentan terinfeksi penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA), penyakit kulit, penyakit saluran cerna seperti demam tifoid, hingga memburuknya penyakit kronis karena penurunan daya tahan tubuh seseorang akibat musim hujan yang berkepanjangan.
Tak hanya berdampak pada kesehatan saja, anak-anak yang terdampak banjir juga mengalami hambatan dalam mengakses pendidikan.
Ilustrasi banjir jakarta
- VIVA.co.id/Andrew Tito
Kondisi ini menegaskan perlunya membangun ketangguhan masyarakat, mulai dari kesiapan komunitas, penguatan sistem peringatan dini, hingga pengelolaan lingkungan yang lebih berkelanjutan.
"Ketika banjir terjadi, anak-anak menjadi kelompok yang paling rentan. Oleh karena itu, kami mengutamakan upaya perlindungan yang menyeluruh, mulai dari memperkuat kesiapsiagaan komunitas dan sistem peringatan dini, hingga memastikan mereka mendapatkan informasi yang tepat tentang cara bertindak selama banjir, agar dampak buruknya dapat diminimalkan," kata Chief Of Partnership Strategic and Program Operation – Save the Children Indonesia, Rosianto Hamid dalam keterangannya
Untuk mengurangi dampak tersebut, Save the Children Indonesia bersama Yayasan SHEEP Indonesia, didukung oleh The Korea Financial Industry Foundation (KFIF) dan Save the Children Korea, menjalankan program Ketangguhan Masyarakat Berbasis Lanskap (KMBL).
Program ini bertujuan meningkatkan ketangguhan masyarakat melalui pendekatan lanskap dari hulu ke hilir, penguatan sistem peringatan dini, dan tata kelola pengurangan risiko bencana yang partisipatif, dengan fokus pada kelompok rentan seperti anak-anak, disabilitas, dan perempuan.
Penampakan banjir yang merendam rumah warga di Kota Banjarbaru - Foto Dok Faidur
- VIVA.co.id/Muhammad Faidurrahman (Kalsel)
Program tersebut meliputi, pertama mengidentifikasi kesenjangan dalam sistem peringatan dini serta kerentanan infrastruktur terhadap banjir untuk memahami titik lemah yang harus diperkuat agar respons terhadap banjir menjadi lebih efektif.
Kedua pembentukan Satuan Tugas Siaga Warga Rancaekek, penyusunan rencana aksi, dan pengembangan Standard Operating Procedures (SOP)untuk memastikan bahwa komunitas memiliki panduan yang jelas dalam merespons banjir.
Ketiga, bekerjasama dengan Badan Penanggulangan Daearah (BPBD) setempat untuk memperkuat sistem peringatan dini yang telah ada dengan menginstalasi alat tambahan di lokasi-lokasi strategis.
Upaya ini bertujuan untuk mendukung dan memperkuat sistem yang telah diterapkan oleh BPBD, sehingga sistem peringatan dini di wilayah tersebut menjadi lebih efektif dan menyeluruh.
Keempat melakukan pelatihan kapasitas, simulasi, serta edukasi kepada masyarakat, termasuk anak-anak, terkait langkah-langkah menghadapi banjir dan pentingnya menjaga lingkungan seperti menanam pohon sebagai bagian dari upaya pengurangan risiko banjir.
Hal ini untuk menanamkan kesadaran dan mendorong keterlibatan anak dan orang muda dalam menciptakan lingkungan yang tangguh dan berkelanjutan.
Melalui program ini, diharapkan masyarakat tidak hanya lebih siap dalam menghadapi banjir, tetapi juga memiliki pemahaman yang lebih baik tentang pentingnya menjaga lingkungan, serta berperan aktif dalam upaya pengurangan risiko bencana.